Bab 2
Terima kasih untuk semuanya, sepertinya cerita ini masih direspon dengan baik!! Tapi, aku mau bilang plot cerita ini akan sedikit berbeda dengan sebelumnya... yang dulu berasa terlalu dark! AKu kederrrr...he.
Ok segitu saja. Berharap masih bisa dinimati seperti dulu.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
"Kim Jaejoong."
"Yee," sahut suara pemilik nama.
Duduk dalam deretan paling depan, Yunho terusik dengan nama tersebut, ini untuk pertama kalinya ia mendengar nama itu disebut di ruang kelasnya. Saking penasarannya, lehernya menoleh mencari ke belakang pada asal suara tersebut.
Di sana, Yunho melihatnya duduk tidak jauh dibelakangnya, dalam deretan paling ujung bersama Yoochun, pria miskin bermodalkan beasiswa untuk kuliah. Informasi yang Yunho tahu cukup jelas karena Ayah Ahra dan Junsu adalah penyumbangnya.
'Apa dia sama miskinnya dengan pria bermarga Park itu, tidak heran Ahra dan Junsu tidak menyukai mereka sepertinya Ahjushi Kim bersikap dermawan lagi.'
"Jung Yunho, Apa ada hal lebih baik di belakang sana? Tidak melihatkah dosenmu ada di sini?!"
Mendengar teguran dari Dosennya, Yunho tersenyum malu. Sepertinya dia baru saja terlalu lama menoleh ke belakang sampai tidak sadar.
Bukan cuma, dalam seperkian detik dirinya pun tanpa sengaja bertatapan dengan matanya yang dingin membius saat dirinya berbalik. Yunho sadar sepertinya orang yang diperhatikannya tahu jika, dirinya sedang diperhatikan olehnya. 'Sialan, buat malu saja!"
Penuh dengan senyuman palsu Yunho yang kini berbalik menghadap sang Dosen dengan dua kesalahannya sekaligus hanya bisa berpura-pura tersenyum kikuk seolah tidak merasa bersalah.
Mendengkus dan menggeleng sang Dosen hanya bisa pasrah dengan kelakuan Mahasiswanya ini. Memilih kembali melanjutkan pelajaran karena ia yakin, sama sekali tidak akan mendengar penjelasan apalagi permintaan maaf dari mahasiswanya dan terlalu jauh untuk sekadar berdebat hal sepele.
*
"J-jae, apa kita akan langsung pulang?" tanya Yoochun yang baru saja menyampirkan tali tasnya dibahu.
"Kau bisa pulang lebih dulu, aku akan pergi ke tempat lain," jawabnya seraya melangkah tanpa melirik Yoochun melainkan terus berjalan.
"A-aku ikut," sahut Yoochun tergesa, berjalan satu langkah di belakangnya. Jaejoong meliriknya sekejap dan Yoochun cepat berbicara lagi. "Kau mungkin butuh bantuanku sebagai petunjuk jalan, Kau, kan sudah lama tinggal di sini."
"Tidak perlu bukankah ada GPS, aku tidak akan tersesat," jawab Jaejoong cepat.
"Kim Jaejoong!" Yunho berdiri tegak lalu, berjalan ke arahnya dengan perasaan superior. Trerlebih lagi dia puas melihat pria yang dipanggilnya pun berhenti berjalan, seolah menunggunya.
Jaejoong menunggu pria --yang tadi sempat memerhatikannya-- cukup dekat sebelum akhirnya mengeluarkan suaranya. "Ada apa memanggilku?"
"Tidak ada hal terlalu penting, sebenarnya," jawab Yunho berdiri dihadapannya, menatap matanya yang kurang satu jengkal lebih pendek darinya. "Hanya ... jagalah sikapmu." Lanjut Yunho, yang kemudian pergi melewatinya begitu saja.
"Apa ada yang salah dengan otaknya?" tanya Jaejoong pada Yoochun, yang sama herannya. "Apa dia baru saja mengancamku?"
Yoochun mengangkat bahunya. "Selanjutnya, lebih baik kita tidak berususan dengannya."
"Kenapa? Aku tidak takut dengan ancaman bodohnya."
Yoochun sedikit lama berpikir, sebelum kembali menjawab. "Hm, karena kupikir kau tidak akan suka ... dia dan Ahra—"
"Ah, lupakan," sela Jaejoong tidak senang mendengar nama gadis itu.
Yoochun menggaruk hidungnya. "Sudah kuduga," bisiknya lirih.
**
"Ke mana Junsu pergi lagi? Kenapa tidak kau membiarkannya menunggu."
"Ke mana lagi? Tentu saja aku harus menyuruhnya untuk kembali ke sekolah meski, aku juga tidak percaya dia rela kembali ke sekolah setelah membolos hah, ... tapi kau jangan mengalihkan pembicaraan. Jadi dia benar-benar satu jurusan denganmu?" tanya Ahra bercampur kaget.
"Hm." Yunho berdeham sambil mengangguk tetapi, matanya tetap berkonsentrasi menyetir mobil. "Aku sudah memperingatinya supaya tidak macam-macam ... ah, iya dia juga sepertinya berteman dengan Park Yoochun, pria yang ayahmu tunjang itu." Apa dia juga bagian dari kotak amal ayahmu lagi?"
"Ah, iya, itu aku sudah tahu," sahut Ahra lirih, menyilangkan tangan di depan dada menatap jalanan di depannya sambil menghela napas panjang.
"Apa dia juga bagian dari kotak amal ayahmu? Pria itu Kim Jaejoong."
Ahra melirik Yunho dengan sudut matanya, ragu sekaligus nggan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
"Apa dia sangat mengganggumu hanya karena insiden itu,hem? Biasanya kau tidak akan kalah dan mampu membalassemua orang. Apa yang membuatmu seperti ini, hm? Seharusnya kau juga bisa menindasnya juga, kan?" tanya Yunho beruntun sembari terkekeh mengingat bagaimana sifat Ahra yang terkadang memang suka menindas orang lain yang tidak disukainya dan merasa tak ada yang perlu ditakutkan dari pria bernama Kim Jaejoong itu.
Ahra melotot, menoleh pada Yunho ikut tertawa masam."Ha ha ... kau pikir itu lucu. Apa aku sejahat itu sampai kau bilang sebagai penindas."
"Tentu saja, Kau itu gadis galak dan penindas tetapi, manis yanag pernah kutemui."
"Pria Berengsek! Aku tidak senang kau memanggilku begitu. Kuharap tidak akan lagi ada wanita menyukaimu."
"Ha ha ... tidak masalah. Yang jelas aku senang dan tahu dengan jelas kau menyukaiku,kan?"
Ahra terdiam tidak bisa menyangkal dan akhirnya hanya bisa mendengkus sebal. Lalu, tidak lama setelah keheningan mereka. Ahra kembali bicara. "Y-yunho berjanjilah jangan berurusan dengan Jaejoong dan teruslah di sampingku. Jangan meninggalkanku."
Yunho mengerutkan keningnya bertanya-tanya. "Untuk apa aku berurusan dengannya? Dan, sebenarnya siapa dia? Kenapa kau begitu terganggu, katakan setelahnya aku bisa berjanji."
Menggigit bibirnya ragu, Ahra merasa bingung sendiri. "Dia bukan siapa-siapa hanya sampah yang seharusnya disingkirkan sejak dulu," ucapnya dengan ketakutan yang disembunyikan.
**
Jaejoong tiba dikediamannya sebelum waktunya makan malam, setelah menghabiskan waktunya dijalanan. Sebenarnya dia enggan kembali ke rumah di mana hanya ada orang-orang yang dibencinya.
Perasaan muak itu sulit sekali berubah meski, bertahun - tahun terlewati sudah tetapi, jika dia melewatkan hal seperti makan malam dan tidak bisa menunjukkan perubahan diri. Ayahnya, yang berengsek akan menyingkirkannya lagi.
Untuk mencapai tujuannya kali Jaejoong akan bertahan dan tidak akan melewatkan satu hal pun. Dia akan membuat mereka membayar perbuatan jahat mereka baru dirinya bisa tenang.
"Selamat malam semua." Jaejoong berseru dengan senyuman secerah mentari melihat semua orang termasuk sang Ayah sudah berkumpul di meja makan, dengan langkah sopan ia segera duduk di kursi pribadinya tepat di sisi sang Ayah setelah bertahun-tahun tak pernah ia tempati. "Apa aku terlambat untuk makan malam?"
"Tidak, Nak belum terlambat sama sekali kami baru saja hendak makan," sahut seorang wanita paruh baya yang tepat bersebrangan dengan Jaejoong. Choi Hara. 'Ibu kandungnya yang manis.'
"Hm, tidak ada yang terlambat, itu bagus. Mari kita mulai makan." Kepala keluarga Kim Hyunjoong meremas bahu putranya senang. Melihat sekeliling pada istrinya dan kedua anaknya yang lain Ahra dan Kim Junsu. Dua anak itu terlalu jauh untuk ia raih dan hanya memberi senyumannya yang sekilas.
Ahra berusaha bersikap tak acuh meski, berkali-kali ia juga melirik bagaimana interaksi Ayahnya dan Jaejoong di meja makan. Tampak Kim Hyunjoong begitu perhatian dan lembut pada putranya tersebut sampai tidak segan baginya mengupas udang untuk ditaruh diatas sendok makan Jaejoong.
Berbeda dengan Junsu jika Ahra masih bisa bersikap tak acuh, putra bungsu dari keluarga Kim itu tampak berkaca-kaca tidak bahagia melihat perhatian ayahnya yang dulu untuknya sekarang berubah untuk kakak tertuanya setelah kedatangannya beberapa waktu lalu.
Junsu membenci Jaejoong yang akan bersikap hangat dan lembut pada mereka, berbanding jika tidak ada Hyunjoong di antara mereka maka, hanya tatapan dingin dan kata tajam yang didapatkan mereka dari Jaejoong.
"Aku sudah selesai." Junsu sudah berdiri dari kursinya, tidak sabar untuk pergi. tetapi, bagaimana pun di harus tetap mendengar izin dari ayahnya
"Bagaimana kau selesai, Junsu. Lihatlah! Makananya tampak menyedihkan dan sekarang kau pergi tanpa memakannya. Itu sama saja berbuat sia-sia."
"Junsu duduklah lagi dan habiskan makananmu," ucap Hyunjoong jelas bukan sekadar perkataan biasa tapi sebuah perintah
Tidak memiliki kekuatan untuk berdebat, Junsu akhirnya hanya bisa kembali duduk dan mulai menghabiskan makanannya dengan perlahan penuh tekanan dari senyum kepuasan Jaejoong atau sebenarnya hal itu hanya cibiran yang diberikan sang Hyung. seperti itulah sifat yang dimiliki Jaejoong di mata Junsu. Semua sikap dan perkataanya hanya kamuflase yang diberikannya hanya untuk mengelabui sang Ayah. berpura-pura begitu baik dan terpuji dibelakangnya Jaejoong sama sekali bahkan tidak pernah melihat mereka sebagai orang yang pantas dia lihat.
to be continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top