Bab 13 : Kami Ambil Bagian Dalam Misi
"Napoleon Bonaparte menjadi siswa Akademi Militer Brienne pada tahun 1779 pada usia sepuluh tahun. Dengan kecerdasan yang ia miliki, Napoleon berhasil lulus di usia lima belas tahun."
Ice mulai berjalan mengitari tiap persimpangan kursi di kelas dengan tangan melipat ke belakang yang menunjukkan gaya khas seorang pencerita. Sayangnya, hanya sebagian murid yang tertarik dengan kisah klasiknya, sisanya lebih memilih sibuk sendiri, termasuk Rick. Jika kalian bertanya aku berada di pihak mana, aku tidak ada di pihak mana pun.
Pikiranku sekarang sedang disesaki rombongan masalah akibat kisah hidup Straw yang baru saja ia ceritakan dua hari yang lalu. Cerita yang menghabiskan lima bab tersebut membuat kepalaku bergumul kesal. Namun di sisi lain, aku merasa iba kepada Straw. Hidup yang ia jalani selama ini tidaklah mudah. Mungkin tidak hanya Straw, masih banyak anak-anak lain yang bernasib sama seperti dia di kota ini.
Pusat Kota Wings dan daerah-daerah di sekitarnya memang menunjukkan perbedaan yang mencolok soal gaya hidup dan golongan masyarakatnya. Tidak heran jika kisah miris Straw bisa terjadi.
Di tengah dunia lamunanku, tiba-tiba sebuah benda asing melayang dengan cepat ke arahku.
PLAKK
Sebuah benda yang tampak seperti penghapus papan tulis-tidak, memang penghapus papan tulis, seketika menyambar kepalaku. Walaupun sebagian terbuat dari plastik, entah kenapa sangat sakit rasanya. Seisi kelas menertawakanku, terlebih lagi Rick yang langsung terbangun dari tidurnya dan ikut menertawaiku. Sial, siapa gerangan yang bisa melempar sekeras ini?
Dari ujung ruangan, Ice terlihat baru saja menjulurkan tangannya dengan wajah terfokus ke arahku.
"Jangan melamun di saat aku sedang menjelaskan, Bocah Loyo!"
"Ah, maaf, Pak Guru ... Chibi."
"Kau bilang apa barusan?!"
"Aku bilang maaf."
"Grrrr. Baiklah, kita lanjutkan pelajarannya."
Aku agak jengkel dengan orang yang menganggu dunia lamunanku. Yah, meskipun kali ini aku yang salah. Tapi, cukup mengerikan juga, Ice bisa melempar benda dari tempat sejauh itu. Waktu Straw mengakhiri ceritanya dengan ambisi untuk membentuk kelompok pembunuh, pastinya dia tidak main-main dalam memilih anggota.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, seperti biasa aku dan Rick langsung menuju atap sekolah dan melakukan latihan bela diri rutin. Louis sudah berdiri tegak menyambut kami dengan kaos hitam ketat, dan Straw terlihat sedang tiduran santai sambil melirik ke arah kami.
"Yo, Bocah-bocah Kerempeng. Siap untuk digebuki Louis lagi?" ucap Straw dengan nada mengejek.
"Kali ini kami yang akan mendaratkan pukulan ke wajah sok gantengnya itu!" geram Rick sembari menunjuk wajah Louis yang hanya diam menatap dingin kami berdua.
"Huu, memuji lawan sebelum bertarung, boleh juga."
"Aku tidak memuji!"
"Sudah cukup. Mari kita mulai latihannya," tukas Louis.
Aku dan Rick mulai melebarkan kaki dan bersiap untuk bertarung. Sudah seminggu kami menjalani latihan, jika tidak ada peningkatan, maka maut akan menjemput kami lebih cepat. Rick menerjang maju lebih dulu. Dalam hal pertahanan, Rick memang cukup memumpuni. Kekuatan tubuhnya, serta kecepatan dan kewaspadaan gerakannya terlatih secara natural. Satu lawan satu dengannya bukanlah perkara mudah. Tapi, yang kami lawan saat ini bukanlah orang biasa, melainkan seorang monster ganas.
Rick memulai dengan pukulan bertubi-tubi secara tidak terarah. Ini merupakan kelemahan Rick, menyerang dengan ceroboh. Namun, kelemahan tersebut akan kami gunakan sebagai kekuatan. Hujan pukulan yang dilakukan Rick berhasil ditepis dengan mudahnya. Berkali-kali ia memukul ke kanan dan ke kiri serta menendang, namun semuanya dialihkan dengan satu tangan. Kurasa sekarang waktunya bagiku untuk bergerak.
Di saat pandangan Louis sudah terfokuskan kepada serangan Rick, aku dengan langkah ekstra hati-hati namun sigap berlari ke belakang Louis. Pergerakanku tersebut sekaligus menjadi instruksi bagi Rick untuk memulai strategi jitu kami. Kami berdua maju secara bersamaan. Louis mulai mengedarkan pandangan, sesekali melihat ke arahku lalu ke arah Rick, seakan sedang memprediksi gerakan konyol apa yang lagi-lagi kami lakukan. Namun, aku yakin serangan kombo kami kali ini sedikit serius, karena aku dan Rick telah melatih gerakan ini secara rutin.
"Sekarang, Raid!" Pekik Rick.
Aku membungkukkan badan dan mengayunkan kaki sekuat tenaga dengan kaki Louis sebagai sasarannya, sedangkan Rick menendang bagian wajah sang wakil ketua tersebut. Ini adalah serangan di dua sisi yang berbeda. Cara menghindar akan sedikit mustahil, jadi yang bisa dilakukannya hanyalah menahan serangan ini. Jika satu serangan berhasil ditahan, setidaknya serangan kedua bisa berdampak. Tapi, tidak untuk monster satu ini.
Louis berhasil menahan kaki Rick dengan tangan kirinya, dan kakinya tidak goyah sedikit pun oleh seranganku. Ia terdengar menghela napas pendek.
"Satu lagi serangan konyol. Tapi, yang ini boleh juga," ucap Louis.
"Cih. Kau kira serangan kami hanya ini saja," Rick membalas.
Kami menjauh satu langkah, membuat Louis berdeham pelan. Serangan selanjutnya adalah serangan kejutan yang merupakan sekuel dari serangan sebelumnya. Rick melompat maju dan mendorong tubuh Louis dengan bahunya. Di sinilah peran asliku dimulai. Di saat tubuh Louis hendak jatuh, aku dengan sigap mencengkram lehernya dengan tangan kananku, membekap matanya dengan tangan kiriku, dan mengikat kedua tangannya dengan kakiku. Jari telunjuk tangan kananku sedikit mengacung ke leher Louis, sebagai perumpaan sebuah pisau yang siap menyayat arterinya. Aku dan Louis terjatuh. Untuk sementara waktu, tidak ada gerakan perlawanan dari sang wakil ketua. Aku bisa merasakan jantungnya yang berdetak cukup kencang melalui kakiku. Mulutnya perlahan menghamburkan napas yang sempat terbendung di dalam.
"Bocah, dari mana kau belajar gerakan ini?" tanyanya dengan nada rendah.
"Dari film," sahutku.
Rick seketika berseru penuh kemenangan. Kedua tangannya mengangkat ke atas dengan riang, lalu menunjuk wajah Louis.
"Lihat? Walaupun kami tidak bisa memukulmu, setidaknya kami membuatmu tidak berdaya!"
Rick tertawa dengan girang. Jelas, melihat latihan terselubung kami dan strategi-strategi yang sudah kami siapkan tempo hari membuahkan hasil, mungkin. Louis yang cukup lama bergeming akhirnya mulai menggerakkan tubuhnya. Ia bangun dengan mengangkat tubuhnya dan tubuhku sekaligus, dan perlahan berdiri. Ikatan kakiku tak mampu lagi melilitnya. Tubuh Louis sekarang telah kembali tegak, dengan aku sebagai hama kecil yang menggantung di tubuhnya.
"Berhentilah ... menonton film yang tidak berguna, dasar Bocah!"
Louis meraih kerah bajuku dengan tangannya, lalu mengangkatku layaknya seekor anak kucing. Dengan kekuatan yang sudah sengaja ia siapkan, Louis melemparku ke arah Rick. Terjadi tumbukan brutal antara tubuhku yang sedang melayang dengan Rick yang sedang membelalak bengong. Kami pun berbenturan dengan semen.
"Raidy, tubuhmu berat sekali untuk ukuran makhluk nokturnal," kata Rick dengan posisi perutnya yang terhimpit.
"Terima kasih, aku selalu memimpikan hal itu."
Louis menepuk-nepuk tangannya seakan merasa puas karena berhasil melempar tumpukan sampah ke dalam kotak sampah dengan akurat. Pertarungan sepertinya sudah berakhir, dengan hasil yang mengenaskan seperti biasa. Terdengar gelak tawa mengejek dari Straw yang sedang menonton dari kejauhan.
"Kalian benar-benar melakukannya, Para Bocah! Gerakan kalian sanggup mengocok isi perutku, yang sebenarnya belum terisi sejak tadi pagi."
Rick mendengus kesal.
"Teruslah tertawa, Pak Ketua. Setelah ini, kau yang akan kuhajar," sahut Rick.
"Yah, serangan kejutan kalian tidak buruk kali ini. Bisa menjadi serangan fatal bagi lawan yang kelelahan dan kurang fokus. Iya, 'kan, Louis? Untungnya kau selalu banyak minum air putih."
"Cukup mengejutkan. Sudah sepuluh tahun aku tidak melihat serangan itu sejak penyerangan gerilya di Merenhit," kata Louis menanggapi. Straw bangun dari tempat berbaringnya dan berjalan mendekati kami.
"Kalian segeralah bersiap. Kita akan berkumpul di ruang rahasia setelah ini. Ada misi penting yang akan kubicarakan." Raut wajah Straw berubah menjadi serius. Tampaknya, ini memang benar-benar penting.
Sang mentari senja mulai mengintip malu dari ujung barat. Setelah berganti pakaian dan singgah beberapa menit di kantin untuk menikmati segelas soda dingin, aku dan Rick segera menuju ruang guru. Keadaan di sana sunyi dan kosong. Hanya terdapat kertas-kertas dan beberapa barang norak yang tertata rapih di masing-masing meja. Pintu ruang rahasia yang terletak di sudut ruangan pun tertutup rapat. Sepertinya mereka semua sudah berkumpul di dalam.
Aku dan Rick membuka pintu ruang rahasia. Semua anggota Black Hands telah berkumpul di sana. Straw duduk di kursi ujung depan, menatap kami dengan muka masam. Di sofa sisi kanan sedang duduk Ice dan Miss Shine yang tampak menggoyang-goyangkan cangkir kecil dan saling bersulang. Di seberangnya terlihat Pedro, Yata, dan Tina -yang berada di pangkuan Yata- sedang duduk diam memerhatikan kami. Pak Dal tampak sibuk dengan nampan penuh gelas yang sedang ia bawa. Tepat di depan kami, terlihat sebuah kepala belakang yang terbilang familiar dan sedang duduk membelakangi kami. Itu pasti Louis.
"Bocah Sialan, kau membuat kami menunggu lama di sini!" bentak Straw.
Suasana terasa agak canggung seketika. Yah, memang murni kesalahan kami.
"Maaf. Kami beristirahat sejenak di kantin tadi," ujarku.
Straw menghembus napas panjang selama beberapa detik.
"Sudahlah. Cepat duduk."
Aku duduk tepat di sebelah Pedro yang langsung tersenyum menyapaku, sedangkan Rick duduk di samping Ice.
"Baiklah. Kita mulai rapatnya," ucap Straw sembari membenarkan posisi duduknya, "sehubungan dengan benda imut yang ada di belakangku ini, kita sudah mengetahui beberapa fakta yang mengerikan tentang benda tersebut. Siapapun yang menaruh benda laknat itu di sini adalah orang paling iseng yang ingin sekali kutemui. Belum ada penyebab pasti kenapa ia menaruh komputer itu di sini sebagai alat pemicu dua puluh bom yang terpasang di Kota Wings.
Maka dari itu, dalam waktu satu setengah bulan ini kita akan melakukan tindakan penanggulangan terhadap komputer tesebut. Tapi, seperti yang kita tahu, komputer ini tidak bisa kita ganggu gugat, karena akan beresiko sangat tinggi. Jadi, kita akan mengatasinya dari sisi lain. Dengarkan baik-baik rencana gilaku ini, dan aku mohon kerja samanya dengan kalian."
Semua orang tampak serius memerhatikan.
"Dalam waktu singkat ini, kita akan melucuti dua puluh bom itu satu per satu!" ucap Straw dengan tegas. Kurasa, semua yang di sini cukup terkejut dengan gagasan tersebut, begitu juga denganku. Ice mengangkat tangan kanannya.
"Aku tau, menjinakkan bom bukanlah menjadi masalah bagi kita. Tapi, bagaimana cara kita mengetahui letak bom-bom tersebut dalam waktu sesingkat itu?"
Straw memejamkan mata dan melukis senyuman kecil.
"Karena itulah kita punya pelacak iblis di sini." Serempak sorotan pasang mata berbelok ke arah Yata. Wajahnya tampak menyesali bakat hebat yang telah ia miliki.
"Lagi-lagi aku yang harus kerja. Yah, tak jadi masalah bagiku sih, kalau itu bisa melindungi adikku juga."
Rick menukas pembicaraan dengan mengacungkan tangannya.
"Maaf memotong pembicaraan. Aku penasaran bagaimana cara kau melacak para bom itu?"
Yata menatap Rick dengan mata malas.
"Mudah saja. Aku tinggal masuk ke jaringan kepolisian dan mengintip bagian pengaduan masyarakat. Kota Wings memang besar, namun juga padat. Kita berharap saja, benda kelap-kelip seperti bom bisa terlihat asing di mata mereka."
"Jadi, kita melacak dengan mengandalkan tenaga masyarakat juga?"
"Singkatnya begitu."
"Tapi, bagaimana kalau kita tidak mendapatkan pengaduan sama sekali atau ada beberapa bom yang tidak terjamah?"
"Saat itulah aku akan menggunakan cara nekat yang sudah kusiapkan. Tapi untuk sekarang, aku belum bersedia memberitahukannya kepada kalian," tukas Straw, "ngomong-ngomong soal melacak, sepertinya aku sudah selangkah di depan kalian."
Straw mengeluaran secarik koran yang ia selipkan di belakang tubuhnya dan menaruhnya di atas meja. Di situ tertulis "Taman Kanak-kanak Tertua di Kota Wings" dengan gambar sebuah bangunan kayu cokelat yang kusam namun cukup terawat.
"Aku sedang jalan-jalan pagi kemarin, ke tempat tersebut. Secara tak sengaja, aku mendengar dua anak TK yang sedang mengobrol di jalan. Seketika aku tertarik untuk membuntuti mereka karena topik perbincangan yang sedang mereka bicarakan."
"Kau bagaikan seekor kotoran yang mengintip dari dalam tanah. Sangat menjijikan," ujar Miss Shine.
Semua orang menatap Straw dengan sinis.
"Tunggu, tunggu, dengarkan aku dulu. Yang sedang mereka bicarakan adalah tentang benda asing kelap-kelip yang ada di gudang sekolah mereka. Salah satu rekan mereka tak sengaja melihatnya, namun satunya lagi menyanggah perkataan temannya tersebut. Sepanjang pagi, aku mengawasi gudang itu dan untunglah tidak ada yang menyentuhnya. Jadi, hari ini aku akan membagikan tugas kepada kalian untuk menelusuri tempat tersebut."
Straw mengedarkan pandangan ke arah semuanya selama beberapa detik hingga akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan bicaranya.
"Dalor dan Ice, aku minta kalian ambil bagian dalam tugas ini."
"Siap!" serempak mereka berdua menjawab.
"Hmmm, tidak ada salahnya para pemula kita untuk turun ke lapangan sekali lagi. Raid dan Rick, kalian ikut ambil bagian juga."
Ini dia. Akhirnya, tiba saatnya untuk menjadi pahlawan.
"Siap, Pak!" kami menjawab serempak. [ ]
Bersambung ...
Arc wanita di balik topeng akan segera dimulai!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top