Bab 1 : Masalah
Terpaan embun dingin yang menyelimuti wajah sangat terasa saat aku mulai mengayuh sepeda. Taman-taman kecil di setiap halaman rumah membuat Kota Wings menjadi kota yang paling digemari para pecinta ketenangan dan perdamaian.
Setidaknya hampir tidak pernah ada keributan di kota ini. Aku bisa mengayuh lebih cepat karena tidak ada orang di sini. Kabut tebal yang memudar saat aku lewat seolah memberi jejak akan kedatanganku. Keren, ini seperti di film-film. Aku masih harus melewati bebarapa simpangan untuk sampai ke sekolah.
Aku terus mengayuh. Jembatan kecil di depan mulai terlihat, itu berarti sudah dekat dengan sekolah. Aku melihat samar-samar pintu gerbang sekolah yang sudah terbuka lebar. Namun, tidak ada satu pun murid yang lalu lalang di sana. Wajar saja, ini masih pukul enam pagi. Hanya aku murid gila yang datang sepagi ini.
Aku memasuki gerbang dan memarkirkan sepedaku dekat pos satpam. Ini dia sekolahku, Truther High School. Sekolah dengan satu gedung kaca berlantai empat. Di halaman depan terdapat air mancur dan jalan setapak menuju lobi gedung.
Di halaman samping ada lapangan besar yang digunakan untuk pelajaran olahraga. Sekolah yang tidak terlalu megah sebenarnya dibanding sekolah di kota sebelah. Mereka bahkan punya tiga gedung sekaligus yang berlantai banyak. Tapi tak apa, sekolah ini asyik. Guru-guru di sini sangat dekat dengan para murid.
Aku masuk ke lobi gedung yang beralaskan keramik putih. Hanya ada beberapa penjaga sekolah yang sedang berkeliling di sekitar lobi. Aku menaiki tangga menuju lantai satu. Kulihat ada segelintir murid kelas satu yang sedang berdiri di dekat pintu kelas dan ada juga yang sedang duduk-duduk di bangku koridor. Aku sedikit lega, ternyata bukan hanya aku yang gila di sini.
Kelasku terletak di lantai dua dan agak dekat dengan tangga. Aku membuka pintu kelasku yang di atasnya terukir '2-B'. Sepi, sunyi, kosong, tidak ada seorang pun di dalam. Baguslah, orang-orang berisik itu belum datang. Aku bisa bersantai sedikit sambil meletakkan kepalaku di meja.
Aku melihat ke jendela. Kuamati kabut tebal yang masih menyelimuti pohon dan rumah penghuni Kota Wings. Aku mulai berpikir dan tenggelam dalam lamunan. Yang kuamati adalah Kota Wings yang diam. Kota yang selalu terlihat baik-baik saja. Akan seperti apa kota ini di hari esok tidak akan ada yang tahu. Seakan kabut yang menyelimuti menyembunyikan sesuatu. Tiba-tiba, seseorang menepuk pundakku dengan keras yang sontak membuatku kaget.
" Apa yang kau lamuni pagi-pagi begini, Hewan Nokturnal? " kata orang tersebut.
Dari suaranya sudah terdengar jelas. Orang ini berbicara seperti tidak menggerakkan bibirnya. Ya, dia adalah orang gila yang hampir satu spesies denganku, Rick Ruckenshield. Dia berdiri di sampingku sambil tersenyum lebar.
"Rick, sejak kapan kau ikut menjadi hewan nokturnal sampai datang sepagi ini? " tanyaku padanya.
"Ini sudah siang, sangat wajar kalau aku datang jam segini."
"Tidak, sangat tidak wajar berandal sepertimu datang sepagi ini."
"Apalagi makhluk nokturnal seperti kau, tidak pantas datang sepagi ini."
"Malam dan pagi adalah duniaku, dasar berandal. Biar kutebak, kau belum menyelesaikan PR fisika kemarin."
"Sialan! Aku lupa! Pak Key bisa menghukumku kalau aku tidak mengerjakannya lagi. Boleh kulihat punyamu? " Rick berkata sambil tersenyum sok manis.
"Cih!"
"Ayolah Raid, kau makhluk nokturnal yang baik, 'kan? Hehehe "
"Ambil saja di tasku."
"Horeeey!" Rick berseru dan mulai merogoh tasku untuk mengambil buku tugas fisika.
Dia sama sekali tidak berubah. Persis seperti dulu. Aku sudah berteman dengan Rick sejak masih kecil. Dia selalu bertindak ceroboh tanpa memikirkan akibatnya dan dia seorang pelupa akut. Entah karena keberuntungan atau suatu kutukan kami selalu duduk di sekolah yang sama bahkan di kelas yang sama.
Aku kembali memandangi jendela dan melihat kabut tebal mulai pudar. Sekarang pemandangan berubah menjadi tumpukan atap rumah dan beberapa pepohonan seolah menampakkan wujud asli Kota Wings.
Suara bel masuk menggema di seluruh ruangan. Tanpa kusadari, ruangan kelas sudah penuh dengan orang-orang berisik. Cataly dengan rombongan gengnya sudah merumpi heboh di sudut ruangan. Milo bergabung dengan Rick yang masih sibuk menyalin PR fisika. Sudah kudengar pula alunan petikan gitar sepagi ini, ya ampun itu pasti Tom yang sedang menyetel senar gitarnya. Beberapa cewek datang mengelilinginya dan mulai bercanda gurau. Ramai, 'kan? Bayangkan hampir separuh hidupku, aku duduk di sini mendengarkan mereka setiap pagi.
Pak Key datang dengan menenteng buku fisika dan sebuah penggaris kayu panjang. Dia kelihatan bersemangat seperti hari biasa, dengan kemeja biru bergaris putih dan sepatu kulit hitamnya. Rick buru-buru mengembalikan buku fisikaku dengan seringai penuh kemenangan.
Aku mengerutkan dahi dan mencoba untuk tidak memedulikannya. Tom selaku ketua kelas, memimpin doa dan salam diikuti oleh seluruh murid.
Pak Key berdiri dan memberikan senyuman hangat yang sangat khas seperti anak remaja yang sedang menggoda wanita. Awalnya kami agak jijik dengan senyuman itu, namun sekarang kami sudah terbiasa.
"Selamat pagi, Anak-anak!" Pak Key berkata sambil menarik napasnya dalam-dalam.
"Bapak bisa merasakan semangat kalian yang membara hari ini, sangat berapi-api! Bagaimana kalau semangat kalian ini kita pakai untuk memecahkan beberapa soal yang sudah bapak siapkan hari ini? Pasti akan lebih seru!" Pak Key tertawa. Para murid mengeluh ringan. Kami merasakan tawa Pak Key seolah-olah punya sisi gelap.
Aku bisa mencium ada sedikit unsur kejahatan di balik tawanya. Agak menjengkelkan, pagi-pagi begini sudah mengerjakan soal. Pikiranku bisa terkuras habis sebelum pelajaran terakhir nanti. Aku melirik ke arah Rick. Dia sudah tertidur.
Dasar berandalan, di saat segenting apapun asalkan ada sesuatu untuk disender, dia bisa tertidur kapan saja. Pak Key sepertinya tahu apa yang dilakukan Rick, tapi dia tidak menghiraukannnya. Ini sudah sering terjadi. Dia membuka tutup spidolnya dan mulai menulis soal di papan tulis. Kuakui sebenarnya fisika tidak terlalu menjadi beban bagiku. Agak mudah jika kita tau rumusnya dan mengerti apa yang seseorang lakukan di soal itu. Soal-soal di depan kelihatan mudah, aku pasti bisa mengerjakannya. Sebagian besar jam pelajaran fisika, habis dipakai untuk mengerjakan soal tersebut.
Waktu terus berjalan, tak kusangka ada tiga soal yang berhasil menjebakku, tapi aku berhasil mengatasinya. Aku kembali melirik ke arah samping. Rick masih tertidur, bahkan tampaknya lebih nyenyak. Aku memutuskan untuk membangunkannya. Aku memukul bahunya sekeras yang ia lakukan pagi tadi. Rick bangun dengan gaduh dengan mata setengah terbuka.
Pak Key melihat ke arah kami dan terkekeh. "Wah tampaknya ratu kita sudah bangun dari mimpi panjangnya," ucap Pak Key. Semua murid tertawa terbahak-bahak, begitu pun aku. Wajah Rick agak memerah, tetapi dia malah tersenyum lebar. Sudah menjadi tradisinya bahwa apapun yang terjadi, tersenyumlah selebar yang kau bisa.
"Rick, kutunggu tugasmu setelah istirahat nanti," kata Pak Key.
"Baiklah," Rick menjawab dengan wajah yang masih mengantuk.
Aku diminta Rick untuk menemaninya menemui Pak Key. Baiklah, sekalian mencari udara segar. Kantor guru terletak di lantai empat, berdekatan dengan ruang kelas tiga. Betapa sialnya punya kelas dekat dengan kantor guru. Satu tahun lagi, aku akan menempati kelas itu.
Aku lihat ruang kantor agak tertutup. Tumben sekali, biasanya ada banyak murid dan guru yang keluar masuk situ.
"Hmmm, kenapa itu? Apa mereka sudah tutup?" kata Rick sambil mengernyitkan dahinya.
"Kau pikir itu apa? Bisa buka tutup kapan saja gitu? Mungkin kebetulan pintunya tertiup angin dan memang tidak ada yang lewat situ hari ini."
"Teorimu kurang bisa diterima, Inspektur Raid. Tidak berdasarkan bukti yang jelas. Untuk itu aku akan melakukan penyelidikan ke lapangan langsung." Rick jalan lebih cepat.
Aku hanya bisa menunduk dan menggelengkan kepala. Rick mengintip lewat jendela. Dia menengok kearahku dan tersenyum lebar.
"Guru sedang rapat," Rick memberitahu.
"Benarkah?" Aku mengintip ke jendela. Ternyata benar, guru-guru sedang duduk rapi di mejanya masing-masing sambil mendengarkan Pak Giovard, Kepala Sekolah Truther High School, sedang membicarakan sesuatu.
"Wow, asik!" Kataku. Pelajaran selanjutnya adalah matematika. Semoga saja rapat ini masih berjalan saat pelajaran tersebut, atau bahkan sampai pulang nanti. Guru rapat memang impian para siswa.
Rick berpaling dan mengajakku makan di kantin. "Tunggu, gimana dengan tugasmu?" tanyaku.
"Ah sudahlah, nanti saja kalau rapatnya sudah selesai, atau besok juga nggak masalah, 'kan?".
Ya sudahlah, itu juga tidak penting bagiku. Sekarang aku memang agak lapar. Sepulangnya dari kantin, hampir semua kelas masih dalam keadaan huru-hara. Lama juga guru rapat, baguslah aku bisa terhindar dari matematika.
Jarum jam terus berjalan. Belum ada tanda-tanda rapat telah selesai. Bahkan 30 menit lagi, seharusnya sudah bel pulang. Agak membosankan juga. Aku melihat Rick sedang tertidur pulas di kursinya. Mungkin hanya suara bel pulang yang bisa membangunkannya saat ini. dua puluh menit lagi, sepuluh menit lagi. Jarum jam kini berdetak semakin keras. Sudah cukup, ini seharusnya sudah bel pulang, tapi belum ada yang membunyikan bel.
Kelas sudah hampir kosong, kurasa kelas lain juga begitu. Aku menggandeng tasku dan beranjak pulang. Tapi sebelum itu, ada yang harus kulakukan kepada sleeping beauty yang satu ini. Aku menarik kerah bajunya dan menyeretnya ke kantin. Beruntung bibi penjual kantin belum pulang. Aku meminta satu es balok kecil dan kumasukkan ke dalam kerah baju Rick. Tunggu beberapa menit dan ...
"Awww, dingin !! Ampun Pak Wissley aku berjanji tidak akan-" Rick menatapku dan menggeram.
"Raid !!! Sialan kau!"
"Tak ada cara lain untuk membangunkanmu, dasar kolot."
"Kau kan bisa melakukannya dengan lembut."
"Kau mau aku melemparmu dari lantai atas lagi?"
"Cih!"
"Sudahlah, ayo pulang! Sekolah sudah sepi."
Kami beranjak dari situ. Rick tinggal di Saphhire Street. Kami berpisah di dekat jembatan. Hanya lambaian tangan kaku dengan raut wajah datar yang menjadi salam perpisahan kami.
Baru sampai di depan rumah, aku sudah mencium aroma kaldu yang sepertinya sudah menungguku dari tadi. Ibu sedang memasak di dapur. Aroma seafood yang khas dan bunyi minyak yang bergemericik seakan memukul keras perutku. Kalau begini sih sudah tak tertahankan lagi laparku.
Sembari makan, aku menceritakan kejadian di sekolah tadi, tentang rapat mendadak yang tak kunjung usai. Ada kemungkinan rapat tersebut belum juga selesai hingga sekarang. Ibu menatapku sambil mengerutkan dahinya dan mulai memandang ke atas, berusaha mencari tanggapan yang masuk akal dan akhirnya dia menengadahkan kedua tanganya.
Aku juga bingung. Ini baru pertama kali terjadi di sekolah kami. Setidaknya mereka tidak lupa untuk membunyikan bel pulang. Aku langsung masuk ke kamar seusai makan. Hmmm, aku agak mengantuk. Mungkin tidur siang adalah pilihan yang bagus.
Keesokan harinya, aku berusaha untuk berangkat agak siang. Di dekat jembatan, kulihat seseorang sedang menenteng tas gitar. Itu Tom. Aku menuntun sepedaku dan menghampirinya.
"Yo, Tommy!"
"Raid! Tumben, biasanya kau lebih pagi dariku." Tom menatapku lewat mata sipitnya. Dengan gaya rambut pendek dan agak berjambul di bagian depan serta gitar yang selalu ia bawa bak senjata pamungkasnya, tak heran dia disukai banyak cewek di sekolah.
"Aku agak kesiangan tadi, sengaja," kataku sambil tertawa kecil.
"Tom, apa kau tahu kemarin guru-guru sedang membicarakan apa dirapat?"
"Kau tidak mengetahuinya yaa? Ceritanya sempat heboh."
"Mengetahui apa?"
"Ini sedang ramai di grup musik sekolah tadi malam. Saat seorang seniorku datang ke sekolah ini untuk mengambil gitarnya yang tertinggal, pada malam hari sekitar pukul 8. Dia melintas di ruang guru dan kau pasti tidak akan percaya ... guru-guru masih duduk di sana dan hanya diterangi lilin yang berada di setiap meja.
Begitu melihat kejadian tersebut, dia langsung memberitahukannya di grup kami. Banyak tanggapan-tanggapan muncul, mulai dari mungkin para guru sedang ritual pembasmian setan atau mungkin guru-guru sedang menyusun strategi perang melawan sekolah sebelah atau tanggapan konyol lainnya hahaha gila, 'kan?" Tom tertawa dan aku pun ikut tertawa.
Aku suka lelucon akhirnya. Tapi entah kenapa, sebagian cerita tersebut membuatku tidak nyaman, terutama saat guru-guru masih duduk disana dan hanya diterangi lilin. Apa yang sebenarnya mereka lakukan? Aku menceritakan kejadian tersebut kepada Rick. Seperti biasa dia hanya mengerutkan dahinya.
Dia berkata, " Aku setuju pada tanggapan bahwa guru-guru sedang menyusun strategi perang melawan sekolah sebelah." Memang dasar berandalan.
Sudah pukul tujuh lewat empat puluh lima, tetapi bel masuk belum dibunyikan. Sepertinya kejadian aneh masih berlanjut. Aku memutuskan untuk mengajak Rick pergi ke kantor, dengan alasan untuk menemaninya mengumpul tugas kemarin.
Dia pun mengangguk dengan muka ngantuknya. Kami menaiki tangga ke lantai empat. Entah kenapa banyak murid berlarian menuju ke sana, bahkan murid kelas satu juga.
Aku saling bertatapan dengan Rick. Kami langsung bergegas menaiki tangga. Banyak murid-murid yang berkumpul di sana, tepatnya di dekat ruang guru. Aku dan Rick berusaha menerobos kerumunan para murid. Ketika aku berada di barisan depan, aku terkejut. Ada enam orang-tidak, tujuh orang. Satu orang menggendong anak kecil. Mereka semua memakai mantel hitam dengan celana dan sepatu kulit hitam serta topi fedora1 hitam. Siapa orang-orang berpakaian hitam ini? Apa yang sebenarnya mereka lakukan di sekolah kami?
Note :
1. fedora : Topi dengan crown (bagian atas topi) setinggi 11 cm dan brim (pinggiran topi) selebar 6 cm. Sering dipakai tokoh mafia di film-film.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top