Chapter 16

Nash meneguk ludahnya yang semakin terasa pahit. Dia benar-benar terdiam, meski sudut matanya coba menangkap David di belakang sana. Walter ada di depan, menahan Ethan yang seluruh tubuhnya sudah gemetar.

"Nash ... tolong aku ...."

Walter meniup udara, sekaligus menutup mulut anak itu dengan tangan besarnya. Menahan Ethan agar tak lagi dapat berbicara. "Nash-mu itu tidak akan bisa menyelamatkanmu lagi."

"Lepaskan dia!" Rahang Nash ikut menegang. Sontak David membalasnya dengan gelak tawa. Kali ini pria itu yang dapat mengolok-oloknya.

"Kalau tidak kenapa?" Tanpa memalingkan sedikitpun ujung senjata api tersebut ke arah Nash, David bergerak maju hingga berdiri tepat di sebelah kirinya. "Apa kau belum sadar kalau saat ini kau tidak dalam posisi dapat bernegosiasi pada kami berdua."

David berjalan lebih maju, dan kini dia benar-benar berada di hadapan Nash, hampir sejajar dengan Walter. Nash berpikir mereka akan pergi sekarang. Namun, David masih terus berbicara.

"Mau coba tebak berapa harga anak muda ini di pasar gelap?" David terdiam sejenak, membiarkan Nash berpikir, tetapi kenyataan pria itu tidak akan mau menjawab. "Penawaran terendah, dua puluh juta lebih. Sekitar sepuluh tahun pekerjaan kami sebagai admisi di rumah sakit jiwa."

"Jadi kalian ternyata agen ganda." Nash akhirnya mendapatkan alasan mengapa dia bisa tidak tahu kalau kedua orang itu berbohong bahkan dengan berani menunjukkan kartu identitas masing-masing. Mereka memang bekerja di Intitusi Kesehatan Mental. Awalnya Nash pikir kalau memang dirinya lah yang sudah bodoh.

"Apa yang terjadi pada anak itu kalau seseorang membelinya?" Nash masih memberanikan diri untuk bertanya.

David mengedikkan bahunya. "Apapun yang para pembeli-pembeli kami inginkan. Suruhan, mencuri sesuatu, membunuh seseorang, atau bahkan budak yang dipasung. Bagaimanapun semua akan mudah baginya." Matanya kemudian menoleh pada remaja itu. "Bukan begitu, Ethan?"

Mata Ethan membelalak. Lalu meronta di jeratan lengan Walter yang tak mampu ditembus. Teriakannya yang teredam tidak jelas di antara kengerian atau sumpah serapah.

"Apa yang terjadi malam itu?" tanya Nash sekali lagi. "Di malam kau membawanya ke Portland? Mengapa dia bisa melarikan diri?"

"Mengapa kau ingin tahu soal itu? Ingin mendapatkan kebenaran sebelum kau mati?"

"Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi pada ayah anak itu." Seketika rahang David turun, bahkan pegangan Walter juga ikut melemah di sana. Mereka berdua sama-sama terkejut, atau terkesan karena Nash bisa mengetahui hal itu. "Satu-satunya yang mengantar Oliver ke Portland adalah ayahnya sendiri. Kalian berdua datang entah dari mana dan ingin menculiknya."

David bersiul, dia benar-benar kagum. Namun, David justru menggunakan momen tersebut untuk menghinanya. Pria itu maju hingga kali ini moncong senjata tersebut berada tepat di dahi Nash.

"Sepertinya kau memang bukan detektif yang sembarangan. Orang-orang di pasar gelap punya banyak cerita tentang dirimu. Mereka bilang kau satu-satunya polisi yang berhasil cukup dekat untuk mengetahui pembicaraan selama penawaran berlangsung. Awalnya kupikir kau hanyalah omong kosong belaka karena posisimu itu yang sangat mudah untuk dilacak."

Bahkan David dapat merasakan getaran di sekujur tubuh Nash. Dia memang hanya sedang mengulur waktu. Detektif itu tak memiliki apapun untuk melawan dirinya. Meski kedua tangannya mengepal keras.

"Yah ... detektif hebat yang gagal. Kita pergi, Walter." David berbalik, mereka siap untuk meninggalkan rumah itu. Ethan kembali berteriak, meminta bantuan dan berusaha melepaskan dirinya dengan meronta-ronta. Menatap Nash di sana dengan putus asa, yang masih terdiam di tempatnya tanpa bisa melakukan apapun.

Namun, Nash tidak menyerah. Dia coba untuk menggigit lagi tangan Walter yang sudah pernah membekapnya. Pria itu hanya merasakan geli seperti saat di belakang kamar mandi. Lalu semuanya berubah, mula-mula Walter hanya merasa nyeri, tetapi tiba-tiba dia langsung berteriak. Jeritan itu sangat keras dan panjang, menandakan ada rasa sakit yang luar biasa.

Hal tersebut juga berhasil melepaskan Ethan. Dia meludah, tetapi yang keluar bukan hanya air liur, tetapi darah dan sebuah kulit keras yang telah robek. Walter hanya bisa terkesiap menatap tangannya yang terluka dengan darah yang tak berhenti menetes ke atas lantai.

"Dasar kau anak sialan! Akan kubunuh kau!"

Walter dengan beringat berusaha mendapatkannya kembali. Melihat itu membuat Ethan segera berlari masuk, tetapi dia melewati Nash. Ketika Walter berada di sampingnya, Nash juga melakukan hal yang sama. Mendorong pria itu sampai terjatuh.

"Ethan, lari!" perintah Nash, dan sebuah tembakan yang nyaring langsung mengikuti.

Sekali lagi ada teriakan yang sama kerasnya. Bersama darah yang juga mengalir dengan deras hingga ke lantai. Nash perlahan-lahan berlutut, sementara tangan kirinya meremas lengan kanan Dia terus meringis, menahan rasa sakit luar biasa akibat peluru yang mengenainya.

"Walter! Bangun dan tangkap anak itu sekarang!" Tanpa peduli rekannya yang masih terjatuh, David memaksa Walter untuk bangkit agar segera menangkap Ethan yang tadi hanya terpaku di tempat saat mengetahui Nash tertembak.

"Tidak! Menjauh dariku!" Ethan berlari, Nash mendengar ada pintu yang terbanting dengan keras, entah di mana, mungkin ruang bawah tanah. Ketika Walter berhasil menyusul kembali, sebuah jeritan melengking terdengar dari anak itu. Nash tahu itu adalah pertanda kalau dirinya sudah kalah.

Lalu David maju ke hadapan Ethan dengan senjatanya yang masih mengeluarkan asap tipis. "Sudah kubilang jangan bergerak."

"Persetan denganmu!" balas Nash tak gentar. Memberinya sebuah tendangan keras tepat di kepala, dan membuat seluruh tubuh Nash berada di lantai.

Masih belum cukup, David mulai menendang perut Nash berkali-kali. Pria itu tak dapat memberikan perlawanan sedikitpun sementara mulutnya mulai memuntahkan air liur. Terakhir, David menginjak lengan Nash yang terluka. Nash lantas memekik sangat keras.

David menarik kerah Nash, memaksa pria itu agar menatap wajah berang tersebut. "Memangnya siapa kau, detektif? Kau pikir bisa mengalahkan kami sendirian?!"

"Persetan denganmu!" Sekali lagi Nash menyerapah. David yang sudah tak tahan langsung memukul wajah Nash. Pikir itu akan membuatnya pingsan, tetapi pria itu ternyata masih bisa membuka mata.

"Itu untuk wajahku yang sudah kau pukul."

Nash ingin bangkit dan memukul David di sana, tetapi dia kehabisan tenaga. Lengannya juga sangat sakit, itu pertama kalinya Nash mendapatkan luka tembak setelah dua tahun bekerja sebagai detektif. Satu-satunya yang bisa dia lakukan sekarang adalah berharap Ethan bisa selamat.

Derapan yang keras terdengar kembali dari bawah tanah. Nash tak tahu lagi siapa itu, tetapi ketika amukan Walter yang sudah muak terdengar di mengikut. "Sudah cukup, Oliver! Jangan buat ini sulit!"

"Menjauh dariku!" ancam balik Ethan. Nash akhirnya bisa melihat, dan remaja itu tengah memegang pisau dapur berukuran besar. Walter juga memiliki luka iris di wajahnya.

"Sebaiknya dengarkan dia," sambung David. "Atau kau melihat Nash tersayangmu ini tewas."

Ethan berdiri dengan panik di antara mereka berdua. Antara Walter dengan tangan terluka, dan David yang mengarahkan senjatanya tepat ke kepala Nash.

"Hentikan. Hentikan! Kalian menjauh dariku!" Ethan bolak-balik mengarahkan pisau itu di dua arah.

"Satu-satunya cara untuk menghentikan ini adalah kau berhenti di sana dan kami membawamu."

"Aku tidak mau!" raung Ethan. "Kalian orang-orang jahat menjauh dariku!"

"Oh, Oliver. Kami bukan orang jahat," ucap David. "Satu-satunya yang jahat adalah ayahmu. Kau juga sudah tahu itu, bukan?"

"Diam! Aku tidak ingin mendengar apa-apa dari kalian!"

"Mau tahu apa yang terjadi pada ayahmu, Oliver?" ucap David dengan seringai kecil.

"Jangan dengarkan dia, Ethan! Pergi dari sini!" Nash yang masih terkulai lemah coba untuk mengembalikan anak itu ke dunia nyata, tetapi satu-satunya yang terjadi adalah dia tetap di tempatnya tanpa bisa ke mana-mana.

"Ayahmu yang menjualmu. Kami hanya petugas admisi di rumah sakit. Ayahmu tidak mau melihatmu lagi, atau bahkan menginginkanmu hidup."

"Tidak! Tidak! Tidak!"

"Ethan! Itu semua tidak benar! Ayahmu yang membawamu ke Portland saat itu! Ayahmu ingin menyembuhkanmu!" Nash ikut berteriak.

"Tentu saja itu benar. Itu kenyataannya. Kau sendiri juga tahu. Aku tidak peduli apakah kau memang hilang ingatan atau bukan, tetapi kau tak mungkin lupa apa yang terakhir kali ayahmu katakan."

"Diam! Aku bilang diam!" Pekikan Ethan makin menjadi-jadi.

"'Kuharap kau bukan putraku. Kuharap kau membusuk dan mati'." David membuat mimik seakan berbicara sebagai ayah Ethan.

"Kau tidak tahu apapun soal ayahku!"

"Aku tahu. Dia ingin menjualmu!"

Nash tak lagi bisa menyaksikannya. Dia mengumpulkan seluruh tenaga yang tersisa, David sepertinya tidak lagi fokus karena perhatiannya tertuju untuk merusak pikiran Ethan. Jadi dia memanfaatkan momen tersebut. Nash berhasil bangkit, dan seketika menendang selangkangan David. Sekali lagi serangan kecilnya berhasil menjatuhkan pria itu bersama senjatanya.

"Rrraaaagghhhh!" Ethan menggeram dan berlari, Walter juga berteriak. Nash tak tahu lagi apa yang terjadi di belakang sana, dia hanya fokus untuk merebut senjata tersebut dengan tangan kirinya yang tersisa, lalu menembakkannya tepat ke paha David sebelum pria itu bahkan sempat melompat.

David meraung sejadinya. Nash tak menyangka keadaan dipelintir. Kini mereka seimbang. David tumbang dan tak akan bisa berdiri setelah luka tembak tersebut. Meski begitu, Nash tak lagi dapat melakukan apa-apa, hanya bisa menyandarkan kepala di bawah sofa bersama satu lengan yang mulai mati rasa.

Sementara David yang terjerembab di lantai berusaha meminta bantuan. "Walter! Walter bantu aku!"

Tidak ada respons. Walter tak menjawab apapun, bahkan tidak terlihat akan mendekat. Ketika David memaksa untuk berbalik, matanya membeliak tak percaya. "Walter!"

Nash masih tak tahu apa yang terjadi di belakang sana, sofa yang lain menghalangi penglihatannya, tetapi ketika suara derapan cepat mendekat David, pria itu malah terseok-seok berusaha menjauh.

Lalu sebuah pisau menusuk punggungnya. Sekali lagi dia berteriak. Kemudian pisau itu dicabut dan menancap lagi, lagi, lagi, dan lagi. Berkali-kali hingga suara David mulai memekak karena rasa sakit tersebut. Hingga pisau itu berpindah, tidak lagi menusuk tetapi mengiris. Suara David perlahan-lahan menghilang saat lehernya terus diiris bagaikan hewan sembelih. Hingga benar-benar terbuka hampir setengah, dan David akhirnya terdiam.

Nash hanya bisa menahan napas melihat semua itu. Sejak Ethan tiba-tiba saja melompat dan menusukkan pisau tersebut berkali-kali. Seakan dia bukan lagi Ethan dua hari sebelumnya yang ketakutan dan kosong, tetapi bagaikan pembunuh berdarah dingin yang sering Nash temukan pada dokumen-dokumen kepolisian tentang tahanan gila.

Pakaian putih itu berubah, corak merah hampir memenuhi. Kapal laut kini tambak berlayar di lautan darah. Ethan berdiri dengan napas memburu. Kemudian dengan tatapan yang sayu itu berhadapan dengan wajah terkesiap Nash.

Nash bahkan tidak lagi tahu apakah Ethan akan menangis atau tidak, tetapi remaja itu mengatakan satu hal. "Mereka benar."

Ethan menjatuhkan pisaunya, membuat benda tersebut terpantul beberapa kali di lantai yang juga sudah tergenang darah.

"Akhirnya aku bisa mengingat semuanya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top