[15] Need More Blood!!

***

Rachel membuka mulutnya hendak membantah, tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan sebagai bantahan. Mata lemonnya berbalik menatap Apple dan Michael. Berharap di beri bantuan tapi dirinya juga sadar kalau pembelaan dari kedua orang itu hanya akan menambah kecurigaan padanya.

Mata lemonnya kemudian bersinar cerah saat membalikkan tuduhan, "Kenapa kau tampak begitu panik? Sebelumnya kau menuduh Ketua, sekarang kau menuduh ku. Aku mengerti itu karena kau panik dengan waktu yang terus berjalan, tapi kita semua panik disini dan hanya kau yang panik begini."

"I-itu, itu karena kita harus segera menyelesaikan semua ini! Jangan mencoba mengalihkan topik!"

"Aku tidak, aku hanya mengutarakan kecurigaan ku. Diantara semua orang disini, kau lah yang paling keras menuduh orang lain, tingkah lakumu terlalu aneh!"

Gadis yang sedari tadi mengikuti Rachel mengangguk, "Itu benar, kau tampak seperti mencoba melimpahkan kesalahan mu sendiri kepada orang lain."

Murid itu panik, kata-kata nya kacau saat dia mencoba membela diri. Namun mata semua murid sudah berganti menatapnya dengan tuduhan baru.

Disisi lain, Khun melirik Rachel dari sudut matanya. Diam-diam memuji bagaimana kemampuan lidah perak milik gadis itu. Tidak heran dia bisa memperdaya anak polos seperti Baam dengan mudah.

"Aku ingat!" seru salah satu murid yang menjadi bawahan Michael, "Bukankah kau murid yang menghampiri Baam di perpustakaan hari itu?!"

Salah satu bawahan Michael yang lain tampaknya juga mengingatnya, "Benar, saat itu karena anak si- Baam tidak juga datang, kami datang memeriksa dan kau bersama dengannya. Setelah berbicara denganmu lah dia kemudian pergi ke tempat kami memanggil."

"A-aku benar berbicara dengan Baam! Tapi aku hanya memberi dia peringatan saja, aku tidak tahu apa-apa soal surat tersebut!"

Apple mendengus, "Hoo, memberi dia peringatan? Aku pikir itu adalah kau yang menyakin kan Baam untuk mau pergi ketempat kami menunggu."

Murid lain juga mengangguk, "Benar! Bagaimanapun kalau Baam tidak datang, kau akan menjadi target bully selanjutnya!"

Khun menatap dalam diam saat semua orang mulai menuduh si murid yang tadi menuduh dia sekarang berbalik menjadi orang tertuduh. Tidak peduli bagaimana murid itu mencoba untuk membela diri sendiri, para murid yang lain tidak lagi mau mendengarkan. Terlebih lagi suara retakan dari kaca jendela terdekat membuat semua orang tidak mau repot berpikir lebih banyak lagi.

Sudah ada orang yang paling memenuhi semua kecurigaan -kecurigaan sepihak-mereka, jadi apa lagi yang harus di pikirkan.

[Waktu kalian tinggal lima menit lagi, silahkan para pemain menunjuk orang yang kalian pilih sebagai pelaku~]

Sama seperti pengumuman itu terdengar. Semua orang tanpa ragu menunjuk murid tadi. Murid itu sendiri panik dan terus berteriak bahwa mereka menunjuk orang yang salah. Saat mata murid itu melihat bahwa Khun tidak menunjuknya, sedikit harapan menyala di matanya.

"Ketua! Anda percaya itu bukan saya, bukan?! Tolong katakan pada mereka kalau itu bukanlah aku!!"

Khun mundur beberapa langkah saat murid itu maju hendak menerjangnya. "Bahkan walau aku tidak memilihmu, ini didasarkan pada voting terbanyak. Semua orang sudah menunjukmu, suara ku tidak akan banyak membantu."

"Tidak tidak! Aku tidak mau mati! Ketua tolong bantu aku!" seru murid itu keras. Terus mendesak maju hendak mendekati Khun.

Dia dengan putus asa hendak meraih kedepan saat dinding tak kasat mata muncul. Menghalangi dia dari maju lebih dekat dari Khun. Mata murid itu panik saat tangannya mencoba menerobos dinding yang terasa seperti kaca bening itu. Air matanya mengalir saat dia melangkah mencoba meraih murid lain, tapi juga, sebuah dinding tak kasat mata kembali menahannya.

Dia mencoba meraih murid lain saat dia berteriak putus asa. Menyadari bahwa ada dinding empat sisi yang mengurungnya dari yang lain.

Cahaya putih sedikit redup kemudian muncul, membuat bagaimana bentuk kubus dinding itu terlihat tapi tidak menyilaukan sehingga orang di luar masih bisa dengan jelas melihat orang yang terkurung di dalamnya.

"Tidak! Tidak! Maafkan aku! Aku tidak mati!! Tidak!! Tolong lepaskan aku!!"

Perlahan demi perlahan dinding itu menyusut. Membuat ruang gerak orang yang terkurung di dalamnya menjadi semakin kecil dan kecil.

Semua orang menahan nafas dan para gadis memiliki air mata di sudut mata mereka. Terlalu ketakutan untuk bergerak ataupun membuat suara. Khun disini lain sudah mundur saat melihat bagaimana dinding itu terus menyusut hingga memeras bahu orang didalamnya.

Suara teriakannya melemah digantikan suara tercekik yang serak.

Dinding yang mengurung itu semakin memeras tubuhnya. Darah mulai keluar dari tiap lubang tubuhnya saat suara serak keluar dari tenggorokannya. Semua orang tidak bisa mengalihkan pandangan tidak peduli bagaimana mereka ingin menghindar untuk tidak menatap. Mata mereka juga tidak bisa ditutup seakan mereka semua dipaksa untuk melihat tontonan yang ada.

Suara patahan tulang terdengar sangat jelas saat dinding itu semakin memeras ketat. Mata murid itu melotot keluar saat kedua bahunya hancur di tekan. Darah mengenang didalam kubus tembus pandang. Merendam kaki murid yang terjebak didalamnya hingga tenggelam.

"Ghook hook..."

Suara erangan basah berdarah keluar dari mulut murid itu saat dinding terus menekan tubuhnya. Kepalanya mulai berbentuk lempeng saat ditekan keras.

Darah terus menodai kubus tersebut hampir membuat semua orang tidak bisa melihat dengan jelas kedalam selain bagaimana daging hancur dan juga tulang belulang yang patah di dalam sana.

Dan kemudian saat nafas murid melemah dan berhenti. Penyusutan kubus itu dipercepat. Langsung menghancurkan apa yang ada didalamnya, daging hancur dan tulang-belulang yang tidak lagi berbentuk bercampur dalam kubus yang beukuran seperti kotak kardus kecil.

Berputar di udara dengan suara degungan aneh.

Beberapa siswi sudah tidak tahan melihatnya, jatuh berlutut saat makanan di perut mereka yang tersisa mengancam hendak keluar. Namun hampir tidak ada lagi makanan yang tersisa lagi setelah dia terlalu sering muntah selama ini. Sehingga dia tidak memuntahkan apapun selain asam lambungnya.

Kaki para siswa lain juga terasa seperti dipaku ditempat, sehingga hanya bisa dengan lemas berdiri.

Biiip Biiip

[Selamat kalian menemukan 'asisten Pelaku. Namun sayang kalian gogal menemukan 'Pelaku' nya~]

"APA?!!"

"Jangan bercanda! Hentikan semua ini! Aku tidak ingin mati!!"

[Para pemain bisa tenang, hukuman kalian akan diringankan.]

Orang-orang merasa sedikit lega, setidaknya masih ada kemungkinan mereka hidup dengan keringanan yang ada.

Dengungan aneh dari kubus berisi darah itu kemudian menjadi satu-satunya suara yang terdengar selain suara nafas terengah-engah mereka yang tergesa.

Lalu tanpa peringatan, kubus itu meledak dengan suara kecil. Apa yang terkurung didalamnya meledak keluar membuat semua orang terdekat yang tidak siap basah di siram darah. Daging hancur dan tulang hancur tersangkut di tubuh mereka.

"KYAAA!!"

Seakan semua kekuatan yang sebelumnya menghilang kembali lagi. Mereka berdiri dengan tergesa saat mencoba membersihkan diri mereka dari benda-benda menjijikkan yang ada melekat pada diri mereka.

Rachel yang sudah kedua kalinya bermandikan darah, menjadi sangat panik. Bau amis dan busuk memuakkan hidungnya saat dia dengan tergesa lari mencari tempat untuk membersihkan diri.

Gadis yang selalu mengikuti Rachel juga memiliki pemikiran yang sama. Namun tepat sebelum dia bisa bergerak untuk mengejar Rachel, bahunya ditahan. Menoleh, itu adalah Apple yang menahannya.

"Darah, butuh darah lebih banyak, butuh lebih banyak, darah...." Guman gadis bermake up tebal itu terus berulang-ulang.

Rachel dan semua orang memperhatikan keanehan ini. Gadis pirang yang berlumuran darah itu berbalik untuk melihat Apple heran.

"Hei, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Kau terlalu keras!" teriak gadis itu keras saat cengkreman Apple di bahunya terasa begitu keras.

Apple terus menggumankan 'darah' terus menerus saat kemudian dia mengangkat pandangannya. Senyum lebar penuh kegilaan tercetak di parasnya saat matanya hitam seluruhnya.

Semua orang tidak bisa mengerti banyak apa yang terjadi saat horror menabrak kesadaran mereka. Mereka hanya tahu Apple maju tiba-tiba menanamkan giginya keleher gadis yang dia tahan. Gadis itu berteriak, mencoba mendorong Apple pergi. Namun darah yang melumuri tangan dan juga wajah Apple sendiri membuat dorongannya tergelincir karena licin.

"AAAAAHHHHH TIDAK LEPASSS!!" gadis itu menoleh menatap Rachel dengan mata memohon, "BANTU AKU! BANTU AKU AAAH!!"

Kulit kencang gadis itu menggerut dengan cepat seiring dengan banyaknya darahnya yang terhisap habis. Semua orang menatap dengan ngeri saat hanya tinggal tulang berbalut kulit saja yang tertinggal di lantai.

Apple sendiri bangkit berdiri dengan lunglai saat kemudian dia dengan cepat maju meraih murid lain yang paling dekat. Terus meneriakkan betapa dia kekurangan darah.

"Lari! Lari!" teriak para murid saat suara pecahan kaca terdengar.

Satu dua monster tampak masuk. Ikut memangsa mereka yang berjarak dekat. Menyebabkan kepanikan menyebar.

Khun tidak punya waktu untuk mencari Rachel di antara kekacauan saat dia menyelamatkan dirinya sendiri untuk menjauh dari kejaran Monster yang ada. Dia hanya bisa melihat sekilas pada Apple yang sibuk menghisap murid yang ditahannya, para monster itu tampaknya juga mulai malas menangkap murid lain saat langsung mengerumuni Apple.

Geraman tidak manusiawi terdengar di ikuti suara robekan kulit dan tulang yang saling beradu.
Sesuatu dilempar dari kerumunan monster itu, salah satu murid tanpa sadar menangkapnya. Sontak berteriak keras melihat itu adalah potongan kepala tidak lengkap Apple yang masih mengukir senyum gila di parasnya.

Melemparnya kembali pada kerumunan Monster yang tampaknya selesai menyantap apa yang ada tadi. Mereka hendak memburu para murid kembali saat kepala itu meledak, entah bagaimana caranya membuat para monster itu menghilang sesaat setelah bersentuhan dengan cairan yang keluar dari ledakan kepala itu.

Melihat bahwa tidak ada lagi monster atau apapun yang mengancam mereka. mereka lemas dan lega, namun tidak lagi berani untuk menurunkan kewaspadaan mereka seperti sebelumnya.

Mata kobalt pemuda biru itu memperhatikan kekacauan berdarah di hadapannya. Kemudian keluar jendela dimana para monster masih berkeliaran walau tidak seramai sebelumnya. Benar, ini adalah kesempatan untuk mencari titik aman sesegera mungkin.

Orang lainnya masih terlalu terbenam dalam ketegangan sebelumnya sehinga mereka tidak memperhatikan kepergian Khun.

Itu adalah Rachel yang pertama kali berhasil mengumpulkan kesadarannya. Mengetahui bahwa Khun sudah pergi, dia segera kemudian pergi untuk mencari. Tidak tahu kenapa, tapi insting Rachel mengatakan kalau bersama Khun, maka dia pasti akan aman.

Ini tidak benar! Seharusnya dia yang diberi keamanan! Baam tidak tahu apa-apa tentang keterlibatan Rachel selama ini!

.

.

.

.

.

Tbc~

04 August 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top