[1] Awal Pertemuan

Akademi Menara Dewa. Sebuah akademi yang berisikan semua jenis pendidikan dimulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Yang semuanya hanya di isi oleh para siswa keturunan bangsawan dan keturunan elit dan juga para jenius lainnya.

Akademi dengan nama yang cukup eksentrik ini juga sangat menekankan terhadap nilai tiap siswanya, dengan keras meletakkan nilai akademik siswa diatas segala. Bahkan nilai adalah sesuatu yang mendongkrak kasta seseorang di akademi tersebut.

Tapi di akademi yang memiliki sistem kasta ini, kepintaran dalam nilai akademik saja tidak cukup. Jika kau terlalu naif dan tidak memiliki dukungan yang baik, bahkan walau kau adalah orang yang pintar pada awalnya. Maka kau hanya akan menjadi target penindasan bagi mereka yang berhati hitam dan licik.

"Hei lihatlah dia, mengejutkan dia masih berani datang."

"Hehe, sampah sama sekali tidak memiliki harga, apa yang kau pikirkan?"

"Aku pikir dia akan tinggal bersama ibu jalang nya itu daripada melanjutkan untuk terus datang."

Baam menundukkan kepalanya rendah, poninya menyembunyikan setengah wajahnya hingga tidak ada yang bagaimana tahu mata emasnya tampak begitu cantik dibawahnya. Dia memakai seragam SMA yang sama dengan para murid lainnya, namun penampilannya sedikit lusuh dan kotor. Dia diam mengabaikan semua hinaan dan gunjingan yang ditujukan padanya. Bagaimanapun dia harus bertahan, demi Rachel dia harus bertahan.

Kehidupan sekolah Baam pada awalnya tidak seburuk ini. Sebagai seorang putra dari pasangan pengusaha besar dan berpengaruh di satu negeri, dia terbukti pintar dan sangat cepat belajar. Pada awalnya dia belajar di sekolah lain di negeri tempat dia dibesarkan, SMA itu mungkin tidak sebagus Akademi Menara Dewa yang tersohor secara internasional, namun itu tetaplah sebuah sekolah yang bagus di tempatnya.

Itu tidak sampai dia bertemu dengan Rachel. Gadis yang awalnya bekerja sebagai pelayan di rumahnya. Karena baik ayah dan ibunya sibuk dengan pekerjaan di perusahaan, Rachel adalah satu-satunya orang yang mau berteman dengannya di rumah besar itu. Semua pelajaran sosial hanya berputar di sekitar gadis itu sehingga Baam benar-benar tidak memiliki teman lain.

Tapi dia tidak peduli, selama ada Rachel dia bahagia.

Dan saat Rachel mengatakan mimpinya untuk memasuki Akademi Menara Dewa. Baam sama sekali tidak berpikir dua kali sebelum dia memohon pada kedua orang tuanya untuk membantu Rachel dengan koneksi yang mereka miliki.

Rachel terbukti pintar, dia berhasil lulus tes dan kemudian mulai bersekolah di sana. Baam tidak tahan berpisah, jadi dia mengikuti Rachel untuk juga bersekolah disana.

Pada hari pertama sekolah, Baam hanya terus melekat pada Rachel. Dan tiap kali ada yang merendahkan dan mengejek Rachel, Baam selalu maju membalas mereka. Karena hal ini, Baam dengan cepat mengumpulkan banyak pembenci di sekolah baru. Terlebih dengan Baam yang tidak mau bergaul dengan orang lain selain Rachel.

Mereka pada awalnya tidak peduli karena status keluarga Baam. Tapi kemudian saat perusahaan milik kedua orang tua Baam menderita kejatuhan yang tiba-tiba hingga menyebabkan hancurnya bisnis yang selama ini mereka bangun dengan hati-hati, dan juga ayah Baam yang tidak lama setelahnya meninggal dalam kecelakaan.

Ibu Baam, Arlene menjadi setengah gila setelahnya. Sehingga wanita itu harus dikurung di rumah tiap harinya. Meninggalkan Baam sendiri dalam keterpurukan tanpa ada orang yang mau membantunya. Dia ingin mencari Rachel, tapi mereka berbeda kelas dan dia juga takut menganggu Rachel yang sibuk dengan studi nya.

Beruntung sebelumnya Arlene dan suaminya telah membayarkan semua masalah pembiayaan untuk Baam dan Rachel sehingga mereka bisa tetap lanjut untuk bersekolah di Akademi Menara Dewa.

Namun nilai Baam semakin turun hari demi hari karena kesibukannya untuk bekerja sambilan sebagai ganti biaya hidup, hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dan disamping semua itu dia tetap mencari Rachel, membantu gadis itu tidak peduli kesulitannya sendiri.

Karena kejatuhan ini, mereka yang selama ini memendam benci pada Baam mulai rajin menindas dan memberi banyak kata-kata yang menghina.

Baam sejak awal dibesarkan oleh Arlene dengan semua kemewahan dan juga Arlene terlalu memanjakan putranya satu ini. Membuat Baam benar-benar nol dalam kekejaman masyarakat yang ada.

Hal ini membuat dirinya sering dimanfaatkan tanpa dia sadari, membuat semua nilai yang pada awalnya adalah miliknya dicuri oleh mereka yang licik. Membuat dia semakin jatuh dan tidak lama dia menjadi orang dengan kasta terendah di akademi.

Mata kobalt itu memandang kebawah, rambut birunya yang keperakan membingkai wajahnya yang cantik. alisnya bertaut bermasalah melihat apa yang terjadi dibawah. Pemuda itu sedikit mengerutkan bibir merah mudanya, mengundang perhatian lebih dari gadis didepannya.

"Apa yang kau lihat?" tanya Endorsi penuh rasa ingin tahu, mengikuti arah pandangan Khun. Gadis cantik itu mendengus mengejek, "Oh itu pemandangan biasa."

Khun melirik Endorsi singkat, "Kau tahu dia?"

"Tentu saja, dia siswa baru yang baru saja pindah beberapa bulan yang lalu. Perusahaan orang tuanya bangkrut dan ibunya gila, itu baik jika dia bisa bangkit dan memperbaiki nilainya, tapi nilainya terus turun dan turun. Dan lagi dia juga seorang stalker yang menjijikkan." Endorsi pasti akan mendapat nilai sempurna untuk suaranya yang cerah dan manis, tapi setiap kata yang dia lontarkan jarang memiliki hal baik.

"Dia stalker?"

"Ya, bukan hal baru juga. Sejak dia datang dia terus mengejar seorang gadis, anehnya dia tidak mengajak gadis itu bicara, hanya mengikuti dan melihat gadis itu dari jauh. Apa itu kalau bukan stalker?" ujar Endorsi jijik, itu jelas karena gadis itu sendiri dulu pernah menjadi korban stalker sehingga Endorsi memiliki sikap yang sangat buruk terhadap semua yang terdengar seperti itu.

Khun hanya berguman sebagai tanggapan. Dia sejak awal adalah orang yang apatis dan juga kejam, didikan keluarganya membuat dia begitu. Terlebih setelah apa yang terjadi di beberapa tahun yang lalu, Khun menjadi lebih susah untuk memberi empati kepada seseorang.

Jadi pemandangan dibawah sana sama sekali tidak membuat Khun tersentuh. Dia hanya menonton acuh sebelum kemudian sibuk kembali dengan pekerjaannya sendiri.

.

.

.

"Ooh binatang menjijikkan ini mau makan? Ayo datang dan mari kulihat apa yang kau ambil disana." ujar pemuda berkulit gelap dengan rambut putih kusam.

Baam disisi lain diam. Dia sudah dengan sengaja mengambil waktu dimana kantin relatif sepi dan dia juga mengambil tempat disudut didekat dinding. Dia hanya tidak menduga dia akan menabrak kelompok tiga orang ini.

Michael, laki-laki berkulit hitam yang merupakan pemimpin itu memiliki senyum mengejek di wajahnya. Sebenarnya dia sama sekali tidak ingin ikut dalam membully Baam pada awalnya, tapi beberapa waktu lalu dia mendapat detensi dan juga di cap buruk oleh Ketua Dewan Siswa karena di laporkan melecehkan seorang siswi di hutan belakang sekolah. Dan pada saat itu hanya Baam lah yang berada disekitar.

Membuat Michael dengan rajin menbully Baam dan juga denagn cepat mengambil tempat sebagai pembully Baam nomor 1 seantero akademi.

Suasana di kantin itu dipenuhi dengan cekikan dan tawa para siswa dan siswi yang menonton pertunjukan yang ada. Mereka melihat dengan mata penuh minat tanpa ada niatan untuk membantu.

Dibalik poni Baam, dimana tidak ada seornag pun yang tahu bahwa disana tersembunyi mata emas yang bulat dan indah. Menatap kesatu arah, Baam bisa melihat Rachel dan teman barunya Yura disana. Gadis pirang itu juga diam dan hanya menonton, tidak tampak ingin membantu.

Tentu Baam sama sekali tidak mempermasalahkan, bagaimanapun Rachel baru saja mendapat posisi yang bagus di mata semua orang. Dan lagi sebagai mantan seorang pelayan dan juga Rachel yang hanya memiliki wajah biasa-biasa saja, Baam sering mendengar para pembully sekolah yang mengunjing dan berniat melecehkan gadis itu.

Karena itu Baam memilih jalan ini, dia menerima penghinaan yang ada agar semua orang hanya fokus padanya dan tidak menganggu Rachel karenanya. Baam harus bertahan melewati semua ini.

"Apa kau bisu?! Kenapa kau tidak bicara hah?!" Michael mendorong Baam kasar.

Keseimbangan pemuda itu goyah dan dia jatuh denagn suara yang memuaskan. Walau begitu dia memegang nampan makanan ditangannya erat, tidak membiarkan satupun makanan yang tumpahnya. Bagaimanapun dengan kondisi ekonomi dikeluarganya sekarang ini, Baam menjadi lebih memperhatikan makanan yang ada.

Suara tawa dan cekikikan terdengar bergema di kantin yang luas, mata semua orang melekung dalam tawa geli. Sama sekali tidak memiliki satupun rasa simpati.

Michael baru saja mengangkat kakinya, berniat menendang Baam yang terduduk dilantai saat suara seseorang terdengar berseru marah.

"Hentikan! Apa yang kau pikir kau lakukan di lingkungan kampus?!" seru Khun maju dari kerumunan. Pemuda biru itu baru saja diseret oleh sekretaris nya untuk mendapat makanan dikantin setelah dia terlalu tenggelam dalam pekerjaan. Dia berniat ingin mengambil makanan dengan cepat tapi malah disuguhi pemandangan tak mengenakkan ini.

Sungguh menyebalkan.

Langsung saja suasana di kantin itu berubah sehening kuburan saat Khun datang.

Hampir seluruh akademi mengenal Khun Aguero Agnis. Sebagai salah satu putra dari salah satu donator terbesar di Akademi, dan lagi wajahnya terlalu sempurna dan dia akan menarik perhatian kemanapun dia berjalan pergi. Selain itu dia jenius dan mendapat banyak penghargaan akademik dan merupakan Ketua Dewan Siswa tahun kedua yang paling cakap dalam riwayat Akademi sejak dibangun.

Dia juga tegas dan kejam saat ada yang melanggar peraturan yang dia buat, walau begitu dia sangat loyal pada mereka yang dia anggap rekan. Hampir mayoritas semua siswi di Akademi yang mengagumi dan mengidolakannya, dan bahkan ada 50% siswa laki-laki yang bahkan terpesona oleh wajahnya. Dan Michael termasuk dalam 50% itu.

Disisi lain Baam masih menunduk mencoba membuat kehadirannya semakin rendah. Namun mata emas dibalik poninya sedikit melebar, tangan mengenggam erat nampan makanan hingga bergetar.

Seseorang mau membantunya,...

Khun menatap Michael dingin. "Apa detensi beberapa waktu lalu masih belum membuatmu jera? Aku sama sekali tidak mempermasalahkan jika kau ingin hukuman tambahan."

Michael melihat bagaimana tatapan Khun tampak begitu dingin dan bahkan dia jelas merasakan bahwa anggapan Khun terhadap dirinya semakin jatuh turun. Mengertakkan giginya kesal, dia menatap Baam jengkel sebelum kemudian berbalik pergi begitu saja. Di ikuti oleh dua pemuda pengikutnya.

Khun hanya mendengus dingin sebelum matanya menyapu semua orang di kantin yang sedari tadi melihat konfrontasi yang ada. Semua orang disana langsung menundukkan kepala mereka, sibuk dengan makanan atau apapun di atas meja. Masing-masing dari mereka melepas tampilan mencemooh yang sebelumnya ada.

Kembali pada seorang pemuda yang masih bertahan duduk di lantai yang dingin. Khun sedikit membungkukkan tubuhnya saat melihat orang itu lebih dekat.

Baam memiliki tubuh yang kecil dan kurus. Terlalu kurus untuk seseorang yang tampaknya seumuran dengan Khun dan juga siswa tahun kedua lainnya. Rambutnya coklat kastanye dan itu tampak kusam dan berantakan, tampak begitu cocok untuk statusnya sebagai target perudungan.

Tapi anehnya Khun sama sekali tidak merasa terganggu. Dia justru merasa lebih ringan saat didekat pemuda coklat itu. Walau Khun adalah seorang maniak kebersihan yang cukup akut, dia sama sekali tidak merasakan rasa penolakan terhadap sosok Baam yang tampak kotor dan lusuh di segala sudut dia melihat.

Khun baru saja mengangkat tanganya, hampir menyentuh pemuda coklat itu saat dia tiba-tiba mengangkat pandangannya. Membuat Khun bisa dengan jelas melihat wajah Baam.

Kulitnya yang putih langsat dengan lemak bayi di sekitar pipinya yang masih belum menghilang, dan juga hidung tinggi yang sedikit kemerahan. Tampaknya Baam menahan tangis saat dia jatuh tadi. Mata emas bulat yang bundar itu mencerminkan semua garis besar wajah Khun.

Baam terkejut dan mata bulatnya itu tampak bergetar. Seakan dia baru saja melihat hantu, Baam segera bangkit dan meninggalkan Khun sendirian.

Dia terlalu lemah saat dihadapkan dengan kebaikan yang ditawarkan padanya,...

Khun melihat punggung kecil Baam yang perlahan menjauh. Mengingat tampilan Baam dengan mata bulat yang sedikit basah tadi, Khun secara tak sadar mengingat mata bayi rusa yang meminta bantuan.

"Khun, aku sudah mendapatkan makananmu!" seru Shibisu.

.

.

.

Tbc~

11 Juli 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top