[9] Name Hunt Station
***
Baam menyandarkan dirinya kedinding di samping jendela saat mata emas miliknya mengamati pemandangan di luar. Matanya sedikit bergeser saat Khun memasuki kamar mereka bertiga sambil menggerutu dan langsung saja mendudukkan dirinya di atas kasur yang mana Rak yang terluka berbaring disana.
Baam tertawa kecil saat kedua sahabat baiknya itu bertengkar kecil sebelum kemudian menarik perhatian si Biru agar mereka bisa berbicara.
"Khun, apakah stasiun ini benar-benar bisa berubah?"
Khun mengerjab beberapa kali sebelum mata kobaltnya melirik kearah luar jendela, "Yah tentu itu akan sulit, jika semua orang 'bernama' bisa menghilangkan keserakahan mereka ini pasti akan menjadi stasiun yang baik. Tapi itu tidak akan mudah, karena selalu ada ketidak setaraan di tiap lantai kemanapun kau pergi di menara ini. Mungkin stasiun ini contoh nyata dari kodrat manusia itu."
Khun terdiam beberapa saat sebelum kemudian menoleh menatap Baam dengan senyum kecil, "Tapi, Kita tidak perlu berusaha untuk merubah hal semacam itu. Kau tahu,kan? kita bukan dewa."
Baam menatap senyum yang lain saat dia perlahan mengukir senyum, "Ya, kau benar!"
Tapi, setelah aku mendengarmu bicara seperti itu. Baam masih mengukir senyum saat Khun mengalihkan perhatiannya kembali pada Rak, menatap si biru lekat. Untuk sesaat aku berharap kalau kita bisa menjadi Dewa.
Kita adalah Dewa
***
Baam menfokuskan matanya saat dia mengambil duduk di kursi yang sudah di sediakan. Dia ingin sekali mengambil duduk di kursi bagian depan, tapi tempat itu sudah penuh dengan ranker dan penguasa lantai. Terlebih Endorsi menyeretnya agar duduk bersama dengan kelompok mereka.
Tempat mereka duduk tidak terlalu jauh dari panggung dan juga tidak terlalu dekat. Tempat itu strategis untuk bisa melihat semua kejadian di panggung.
Suasana riuh di aula perlahan menghilang saat Lero Ro memasuki panggung sembari menghela nafas panjang, menggerutu sebal pada Quant yang tampak tidak berhentinya memamerkan gelang berwarna perak di tangannya.
"Bisa kau diam! aku harus memandu acara ini segera!" gerutu Lero Ro sepelan mungkin tapi sayang karena panggung sudah memiliki sistem pengeras suara otomatis, suara gerutuan itu malah terdengar pada semua orang yang hadir.
Quant mendengus sombong, "Kenapa kau tidak akui saja kalau kau iri karena cuma aku yang diberi Hadiah dari Yang Mulia! Lihat-lihat gelang ini! aku tidak percaya gelang mewah ini memiliki ruang dimensi yang bisa kugunakan untuk menyimpan semua barang-barangku!"
"Ya ya ya! Dan sekarang diamlah!"
"Dan juga kau dengar tadi saat Yang Mulia mengatakannya kan!! Aku bisa menyimpan sayuran ataupun buah-buah di sana tanpa perlu khawatir itu akan membusuk!! Semua benda itu akan tetap segar selama apapun aku menyimpannya!!" seru Quant mulai terbangun jiwa pembisnisnya.
Lero Ro baru saja hendak membuka acara saat Quant mendahuluinya, ranker tinggi berkulit hitam itu benar-benar lupa diri kalau sikap pembisnisnya terbangun.
"Halo semua orang! Seperti yang aku gambarkan tadi, ini adalah barang level S yang memiliki Ruang dan yang satu ini memiliki ruang sebesar 5X5 meter. Hadiah lain dari pertarungan ini bukan hanya penyimpan ruang, tapi juga senjata level A."
Lero Ro memukul belakang kepala Quant keras, "Semua Prop dan Senjata ini sudah tersebar di seluruh wilayah pulau Apung, dan setiap 15 menit, tempat mereka akan berpindah dengan sendirinya. Prop atau senjata yang terlewat lebih dari 3 tim dan tidak ada yang mengambilnya, secara otomatis akan di hancurkan oleh Administrator."
"Tugas kalian semua hanya lah mengumpulkan Prop ataupun Senjata itu dalam waktu 24 jam. Minimal satu orang memiliki satu prop atau senjata yang tersebar, dan setelahnya barulah mereka berhak maju ke babak selanjutnya." Ujar Quant sembari mengelus kepalanya yang benjol.
"Selama 24 jam kalian bisa melakukan semua yang kalian bisa untuk mendapatkan prop atau senjata. Tapi peraturan wajib! Kalian tidak diizinkan membunuh peserta lain. Siapapun yang melanggar akan langsung mendapat pinalti khusus dari Administrator!"
Lero Ro mengabaikan semua protesan dan kericuhan penonton di bawahnya saat tangannya masuk kedalam saku jasnya, mengeluarkan arloji perak dari sana. Melihat waktu belum mencapai yang ditentukan, Lero Ro dipaksa menghela nafas lagi.
"Karena waktu masih ada 15 menit sebelum pertarungan di mulai, semua peserta di izinkan memberikan pertanyaan langsung kepada para Pangeran Zahard." Ujar Lero Ro sembari menegakkan punggungnya. Menyingkir sedikit dari tengah panggung, membuat semua peserta terdiam karena mereka sama sekali tidak menyadari ada empat pemuda tambahan di panggung.
Hoaqin melambai kan tangannya sembari tersenyum lembut, disampingnya ada Ran yag sama sekali tidak mengubah arah pandangnya dari Khun –yang masih memakai caping- yang tampak sedang menulis sesuatu di gulungan kertas di tangannya. YueXin dengan wajah tenang memberi sedikit sapaan pada orang lain.
"Yang ingin bertanya, silahkan!" ulang YueXin saat matanya sedikit melirik kearah kertas yang tengah di coret-coret Khun.
Ranker di bagian paling depan langsung mengangkat tangannya dan dia langsung berdiri angkuh sebelum YueXin ataupun Lero Ro sempat memberi ijin. Yah, YueXin pada akhirnya mengabaikannya sih.
"Kita semua tahu hanya ada Putri Zahard di menara ini, apa kalian bisa membuktikan kalau kalian benar-benar adalah Pangeran Zahard?! Atau apa kah sebenarnya kalian ini hanya lah organisasi baru yang hendak mencemarkan nama Zahard?!" tuduh ranker itu dengan penuh kepercayaan.
"Hah?! apa lambang ini masih belum cukup?! Baiklah kalau begitu!!" seru Ran kesal, pemuda biru itu mengibaskan jemarinya memunculkan layar proyeksi di depan semua orang saat dia tanpa meminta persetujuan dari tiga pangeran lain, Ran langsung memanggil seseorang.
Semua mata orang melebar saat perlahan wajah seseorang muncul disana, terlebih Baam dan Yuri yang sudah pernah bertemu langsung dengan orang itu.
"Ada apa kau tiba-tiba menghubungi Paman, Ran? Apa ada masalah di Stasiun?" tanya orang di layar itu dengan wajah datar tapi alisnya yang sedikit bertaut memberi tahu semua orang kalau orang di dalam layar itu sedikit khawatir.
"Tidak ada Paman! Hanya saja ada Ranker yang membuatku kesal, itu saja!" adu Ran sembari bersidekap kesal. YueXin menepuk dahinya kuat saat dia mendorong Ran agar segera kembali duduk tenang. Mengayunkan jemarinya hingga layar lebar itu mengecil dan hanya menghadap kearahnya.
"Maaf kan Ran, Ayah. Dia terpancing emosi saat ada orang bodoh yang meragukan identitasnya." Ujar YueXin pelan. YueXin memberi isyarat pada Hoaqin untuk mengambil alih sementara dirinya pergi kebelakang panggung melanjutkan panggilannya.
Hoaqin bertepuk pelan agar semua orang kembali ke pada kenyataan, "Baiklah, apa tidak ada pertanyaan lain?"
Satu tangan teracung dan Lero Ro langsung memberi izin agar orang lain berdiri. Gerakan jemari Khun berhenti saat mata kobaltnya diam-diam bergeser melihat orang lain dan Hoaqin mengukir senyum meremehkan.
"Halo nona Yura Ha, pertanyaan anda?" ujar Hoaqin yang dengan sangat kentara ejekan dalam suaranya.
Yura mengabaikan nada ejekan dari Hoaqin dan matanya melirik Rachel yang duduk di sebelahnya, "Aku ingin bertanya pada kalian, karena kalian tidak memiliki darah Raja Zahard seperti halnya Putri Zahard, atas kualifikasi apa sehingga kalian bisa menjadi Pangeran Zahard?"
Pertanyaan ini membuat banyak peserta di aula terdiam, mereka menfokuskan perhatian mereka ke depan panggung menunggu jawaban. Hoaqin hanya mengukir senyum dan saat dia hendak menjawab, Ran tertawa kecil.
Tawa pemuda itu cukup jernih dan menyenangkan, tapi semua orang merasa dingin di belakang leher mereka.
"Kualifikasi? Memangnya siapa kau sampai berhak menanyakan Kualifikasi kami? apa kau sendiri memiliki kualifikasi untuk bertanya?" tanya Ran dingin, mata birunya bersinar dan dihiasi aliran listrik biru. "Tapi karena kalian begitu ingin tahu, tentu akan aku katakan."
Ran mengukir senyum dingin membuat kelompok shibisu di seberang ruangan merinding, "Keberuntungan!" ujar pemuda itu lantang.
Semua mata menatapnya bingung dan Hoaqin memperlebar senyumnya saat Ran terus berbicara dan Lero Ro disamping panggung menatap lekat pemuda yang masih menutupi wajahnya dengan tirai.
"Bukankah kalian sendiri tahu benar akan hal ini? kalian tidak akan bisa menaiki menara tanpa keberuntungan!!" Ran berdiri perlahan, menatap rendah Yura dan orang-orang disekitarnya. "Beruntung memiliki tubuh kuat, beruntung memiliki bakat, beruntung mendapatkan teman yang bisa diandalkan! Itu adalah sesuatu yang kau perlukan dalam menara!"
"Dan kami," Ran menunjuk dirinya sendiri sebelum kedua tangannya di rentangkan luas, "Kami para Pangeran, kami beruntung mendapat cinta 10 Pemimpin Keluarga Agung, kami beruntung mendapatkan hati Raja Menara, dan kami beruntung karena menara mencintai kami! Dan juga,..."
Baam menyipitkan matanya menatap yang lain lekat saat Ran mengukir seringai lebar.
"Kami beruntung karena Dewa sangat mencintai kami!"
***
BLAR
BRUK
Tubuh ranker itu terlempar keras keatas tanah, nafasnya tersenggal saat dia mencoba kembali bangkit. Luka yang dideritanya tidak begitu parah, tapi shinsu di sekitarnya yang dikendalikan oleh orang lain. dia menjadi sulit bernafas dan melemah di tiap waktunya.
Kesadaran ranker itu perlahan menghilang saat dia mulai kekurangan pasokan udara, kembali jatuh tersungkur menemani belasan peserta lainnya.
Baam mengibaskan pelan tangannya, mengembalikan aliran shinsu menjadi lebih stabil. Mata emasnya melirik mereka yang berada di lantai sebelum kemudian perhatiannya kembali pada Senjata yang melayang di hadapannya.
Senjata itu berupa pedang panjang dengan ganggang berwarna onix dan bilah seputih salju. Ukiran indah namun terasa kejam menghiasi bilah besinya dan saat Baam meraihnya, pedang itu langsung merubah warna bilahnya menjadi warna emas bercahaya.
Baam meneliti pedang di tangannya untuk beberapa lama dan sampai kemudian pocket miliknya mengeluarkan suara 'ting' dan langsung menampilkan layar proyeksi.
Senjata Pemantik
Nama ; Life-Death Sword
Kelas ; A /sangat baik!
Pemilik ; Baam 25th
Kekuatan ; Dapat membuat pemilik dalam kondisi hidup-mati ketika menggunakan/pemilik tidak bisa mati ketika menggunakan pedang ini. Ketika pedang ini dinyalakan, pemilik bisa menentukan hidup atau mati nasib seseorang dalam radius 1km.
Peringatan ; Hanya bisa dipakai satu kali untuk target yang sama, bisa dipakai 2kali untuk pemilik di setiap lantainya!
Alis Baam bertaut melihat deskripsi senjata di tangannya. Dirinya tidak habis pikir kenapa senjata yang bisa merusak tatanan kehidupan ini di ciptakan, walau Baam cukup menyukainya sih. Dan sepertinya Menara juga tidak membiarkan senjata ini lolos, buktinya ada pembatasan penggunaan sehingga Pemilik senjata tidak akan berlaku ceroboh.
Baam memasukkan senjata itu kedalam gudang senjatanya, dia tidak terlalu memerlukan senjata itu karena selama ada shinsu dia bisa menyelesaikan pertarungannya. Pemuda itu menatap tangan kirinya lama sebelum kembali melanjutkan perjalanannya.
"Rak, apa kau sudah mengambil satu benda?" tanyanya basa-basi pada buaya kecil yang tengah sibuk bertarung di seberang lain.
Terdengar suara ledakan dan macam-macang lainnya, sebelum kemudia hening dan teriakan puas Rak terdengar. Baam menekan sedikit telinganya yang berdengung, tersenyum kecil saat tahu orang lain berhasil.
"Hei Kura-kura Hitam! Ya! Aku mendapatkan satu benda yang kelihatannya berguna!" seru Rak keras.
Baam menekan lagi telingannya, tertawa canggung saat kepalanya sedikit berdenyut karena suara yang lain. "Kalau begitu ayo berkumpul di tempat yang sudah kita sepakati, satu barang sudah cukup untuk babak selanjutnya bukan."
"Kau memang benar!" timpal Endorsi memasuki obrolan, "Tapi maaf! Aku akan mengumpulkan beberapa harta karun ini terlebih dahulu!!"
"Apa?! Hei Endorsi! Jangan bertindak ceroboh!!" ingat Shibisu panik.
"Aku juga!" sahut Anaak, "Aku ingin senjata 13 Bulan!"
Baam tertawa kering mendengarkan semua perdebatan teman-temannya. Dirinya kemudian mematikan fungsi alat komukasinya dan hanya akan kembali aktif jika ada yang memanggil namanya.
Mata emasnya memperhatikan pertarungan di sekitarnya, dan mengukir senyum lega bahwa dalam pertarungan ini pembunuhan tidak diizinkan. Yang berarti senjata Baam tadi juga tidak terlalu berguna. Langkah pemuda itu terhenti saat pertarungan antar para ranker berjarak cukup dekat dengannya.
Baam membuat pelindung shinsu kuat, dan memilih terbang keatas langit yang lebih tinggi. Menjauhi pertarungan tapi masih bisa memperhatikan dari atas. Matanya berkilauan saat memperhatikan dengan cermat teknik-teknik ranker yang bertarung, menyimpannya dalam otaknya.
Mata emasnya bisa melihat kotak hitam yang melayang di tengah pertarungan dan dapat menebak kalau itulah barang yang mereka perebutkan. Dan dilihat dari penghitung mundur di sekitar kotak itu, para ranker itu sudah bertarung sekitar 8 menit yang lalu. Yang berarti hanya tinggal beberapa waktu tipis sebelum benda itu berpindah tempat atau mungkin menghilang.
Salah satu ranker jelas bukan orang yang sabaran saat dia langsung mengeluarkan jurus mematikan. Membuat lawannya langsung berada dalam kondisi sekarat. Baam mengerutkan alisnya, dengan keadaan orang itu bukan tidak mungkin dia mati dalam beberapa waktu lagi.
Ranker itu sepertinya menyadari hal ini dan langsung meminta temannya untuk membuat dirinya berteleportasi mendekati dua lawannya yang sekarat. Mengangkat dua orang itu dan melemparnya kasar pada rekan dari lawannya. Rekan dari lawannya tampaknya masih belum pulih dari fokus bertarung dan secara refleks menebas senjatanya pada benda yang dilemparkan padanya.
Mata ranker itu melebar saat sadar yang ditebasnya adalah temannya sendiri, dan tanpa sempat dirinya bersedih karena membunuh temannya. Aliran deras shinsu milik administrator menyelimutinya, membuat dirinya lenyap tak bersisa dengan teriakan sakit yang menghiasi udara.
Baam menatap semua pemandangan itu dengan mata terbuka lebar dan tidak bisa menahan rasa marahnya terhadap sekelompok peserta dibawahnya. Membunuh tidak diizinkan, karena itu mereka membuat orang lain membunuh untuk mereka.
Baam ingin memberi orang-orang dibawah sana pelajaran, tapi kemampuannya hanya bisa menyamai mereka, bukannya mengalahkan mereka. Dan selain itu dia juga harus menghemat stamina untuk babak kedua. Menatap sanksi kelompok ranker yang kegirangan mengambil hadiah mereka, Baam dengan cepat menggunakan teknik untuk segera menghilang dari sana.
Memilih untuk duduk diam di koridor sepi yang merupakan tempat janjiannya berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Manik emasnya menatap atap sebuah bangunan di pulau apung seberang. Berkilat rindu dan nostalgia saat memikirkan orang lain disana.
***
Khun bersandar di kepala tempat tidur dengan mata terpejam. Di sampingnya YueXin ikut menyandarkan dirinya, mengenggam erat tangan orang lain. Satu tangannya yang bebas terulur mengalihkan surai milik Khun yang menghalangi wajah itu tampak. Menyibak surai itu lembut hingga wajah yang melebihi keindahan manusiawi itu terlihat.
Hoaqin yang duduk di sofa di ruangan itu menonton televisi besar yang menayangkan semua pertarungan yang ada dengan cermat dan sesekali dia akan memberi komentar dengan Quant. Ran diam disudut ruangan sembari menyesap minumannya tenang, tangannya tampak membolak-balik sebuah buku tebal bercover putih.
Lero Ro berdiri kaku di samping tempat tidur. Melihat semua yang dilakukan YueXin pada Khun yang tampak tertidur lelap dengan nafas stabil. Dirinya ingin mencegah tapi mengingat siapa jati diri yang lain, dirinya hanya bisa pasrah.
Bulu mata panjang itu sedikit bergetar saat YueXin membelai lembut wajah Khun. Perlahan kelopak mata itu terbuka memperlihatkan manic kobalt yang warnanya tampak semakin memudar menjadi lebih biru muda. Tampak samar ada garis-garis pendek di mata itu seolah mata itu adalah berlian biru indah. Manic yang hampir bak permata itu bergulir melihat tangan YueXin yang masih setia mengelus wajahnya.
"Kakak, aku ingat sudah melarangmu untuk tidak mendaratkan kaki babi *seperti itu." komentar Khun datar saat dirinya menegakkan tubuhnya. Dirinya menepis pelan tangan YueXin yang sama sekali tidak menjauh tapi malah bergerak membelai bulu matanya yang panjang. "Apa pertarungannya berjalan lancar?"
*kaki babi, sebuah idiom yang mengambarkan tangan cabul atau tidak sopan.
YueXin sama sekali tidak marah saat dirinya menjauhkan tangannya dari yang lain, mengukir senyum kecil dirinya menjawab "Cukup lancar, tapi ada beberapa tikus yang berhasil menemukan celah untuk membunuh secara tidak langsung."
Berguman pelan, Khun mengalihkan matanya kearah jam dinding. Waktu sudah berjalan setengah dan dirinya juga dengan jelas merasakan bahwa prop yang tersebar juga hanya tersisa seperempat dari jumlah awal yang masih tersebar tanpa pemilik. Dirinya yakin bahwa tidak akan lama sebelum semua prop itu berhasil di ambil dan seperempat waktu yang tersisa akan menjadi perebutan yang cukup brutal.
"A.A? kau mau kemana?"
Khun menoleh sedikit pada Ran yang bertanya, "Atap, mencari udara segar."
"Akan saya temani,..."
"Tidak, Tn Lero Ro." Potong Khun cepat, "Aku hanya ingin waktu sendiri."
Khun melangkah keluar dari ruangan, dirinya memastikan tidak ada yang mengikuti sebelum kemudian melanjutkan langkahnya menuju atap. Melewati tiap anak tangga dan persimpangan koridor yang ada.
Sebenarnya dia bisa langsung saja berteleportasi ketempat tujuan, tapi dia terlalu malas. Dan lagi hampir selama bertahun-tahun sebelumnya dia menjadi regular, dia selalu terbiasa dengan cara manual. Dan juga tubuhnya perlu olahraga agar tidak terlalu kaku karena dia betul-betul tidak ada kerjaan selama hampir lima tahun. Hanya tidur dan makan lalu membaca.
Sungguh benar-benar lingkaran setan.
Pintu atap itu terbuka bersamaan dengan hembusan angin yang cukup kuat. Surai panjang miliknya terkibar halus bersamaan dengan pakaiannya yang lebar dan memiliki jubah. Sedikit menutup matanya mencoba membiasakan diri, satu tangannya terangkat menyibak rambutnya yang terbang menghalangi pandangannya. Mata kobaltnya tersembunyi di balik kelopak matanya saat dia menghirup nafas dalam. Menikmati udara segar berisi shinsu mengisi tiap ruang di tubuhnya.
Matanya perlahan membuka, menatap sendu langit malam palsu yang diciptakan shinsu di atas sana. Suasana atap disana sangat sepi, hanya terdengar suara kepakan pakaiannya yang terhembus angin dan desiran rambutnya yang berkibar lembut. Suara pertarungan hanya terdengar samar tapi tidak terlalu menarik perhatian si Putra Khun.
Pandangannya masih terpaku pada langit di atas sana sampai kemudian dirinya mulai merasa malas berdiri. Tanpa melirik kearah lain, dia melompat untuk duduk di pagar pembatas bangunan. Mengacuhkan pakaian dan rambutnya yang semakin kusut karena ulah angin, dia duduk dengan kedua kakinya dibiarkan mengantung. Mata kobaltnya melihat kebawah yang dasar dibawah sana bahkan tidak terlihat, dia hanya melihatnya sekilas sebelum kembali mengangkat pandangannya kearah langit malam.
Langit palsu yang malam ini sama sekali tidak memiliki bola shinsu sebagai penghiasnya tampak begitu sepi dan hanya dilingkupi kegelapan. Hanya ada cahaya bias dari bangunan di pulau terapung dan juga percikan cahaya pertarungan dari para peserta Batle of Train saja yang membias di langit malam. Membuatnya tidak begitu menakutkan.
Sedikit terganggu dengan suasana langit palsu yang masih terasa suram. Khun mengangkat satu tangannya. Membentuk satu bang shinsu seukuran kelereng dan memainkannya di antara jemarinya. Memainkan shinsu kecil itu terbang dan turun secara acak. Tidak menyadari mata emas seseorang mengamatinya dari bangunan lain di pulau terapung di seberangnya.
".... Khun"
.
.
.
.
.
Tbc~
Last update for this year, 2019
Publish : 28 Desember 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top