[36] Saphire
***
Kamar itu sunyi dan hening, hanya ada suara gesekan kertas yang sesekali terdengar setiap Khun membalik halaman. Rak memperhatikan Kura-kura Hitamnya yang tampak tengah tertidur damai, melirik ke pocketnya sendiri. Menyadari bahkan sampai lima menit sejak Baam tertidur.
"Apa Kura-kura Hitam sudah bertemu dengan kau yang dimasa lalu, Kura-kura Biru?"
Mata kobalt Khun melirik waktu di pocket, menggeleng pelan. "Belum, seharusnya dia sekarang baru mencapai tahun ketika Zahard dan dua irregular lainnya menaiki lantai 135."
Rak berpikir sejenak sebelum bertanya, "Lantai 135? Bukankah lantai itu terkunci?"
"Itu terkunci, tapi sebelumnya lantai itu sama sekali belum terkunci." Ujar Khun ringan, "Sebenarnya tidak ada perbedaan antara lantai itu terkunci atau tidak. Bagaimanapun hanya 3 orang saja yang diizinkan untuk memasuki lantai tersebut. Dan sebelum 3 orang tersebut mati atau keluar dari lantai itu, tidak ada yang bisa memasuki lantai 135 tersebut."
"Hah? Aturan apa itu?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu..."
.
.
.
Ketiga petualang tersebut telah sampai di lantai 141, enam lantai diatas lantai 135 tempat mereka mulai naik. Dan Baam yang selama ini mengawasi dari pocket Arlene memahami kenapa ada aturan batasan untuk yang ditetapkan.
Anehnya, tidak seperti lantai-lantai di bawah sebelumnya. Dimana dari lantai dua pasti akan lebih luas daripada lantai satu, dan lantai ketiga pasti akan lebih luas daripada lantai ke-dua, begitu seterusnya. Akan tetapi, tepat setelah mereka menginjakkan kaki di lantai 135, Baam jelas merasakan ada hal yang aneh. Kepadatan Shinsu yang jelas lebih padat dari pada lantai-lantai di bawah tidak perlu di pertanyakan, dan keberadaan masyarakat dilantai yang tidak mengetahui tentang regular ataupun irregular juga adalah hal yang biasa sejauh pendakian.
Akan tetapi, masyarakat lantai 135 malah mengetahui dengan jelas identitas pada pendatang lantai mereka. Dan tidak seperti lantai-lantai di bawah dimana para penghuni menara akan menyambut dan mengagungkan para petualang dengan gelar kepahlawanan, di lantai 135 dan selanjutnya, semua penghuninya malah memusuhi dan bahkan mencoba membunuh Zahard dan dua orang lainnya. Seakan mencoba menghalangi agar mereka tidak menaiki menara lebih tinggi lagi.
Ini menyebabkan bahkan walau Zahard mencoba untuk berhubungan damai dan Arlene yang mencoba mendapatkan informasi lain tentang menara dari para penghuni tidak berjalan lancar. Hampir setiap waktunya mereka menjadi lebih seperti tergesa-gesa melaksanakan ujian lantai yang tak kalah susahnya sembari menghindari percobaan pembunuhan dari para penghuni lantai yang ada.
Dan kemudian, rasa janggal yang Baam rasakan terbukti setelah mereka mencapai lantai 141. Bukan hanya tingkat kepadatan shinsu yang semakin menakutkan beratnya, dan betapa kejamnya para penghuni di sana kepada para pendatang. Dia menyadari bahwa lantai demi lantai setelah lantai 135, luas areanya menjadi lebih sempit dan kecil!
"Hanya satu orang yang diperbolehkan untuk memasuki lantai selanjutnya." Ujar Arie Hon mencibir, mengelus bilah tajam pedangnya, dia dengan acuh melanjutkan. "Aku berhenti! Aku tidak tahu detailnya, tapi apapun itu yang menunggu di puncak, itu jelas bukan lah apa yang semua kita duga sebagai pengabul permintaan. Lebih baik aku kembali sebelum si bodoh Edhuan mencuci otak semua anak-anak ku!"
"Hon!" seru Arlene termanggu saat Arie Hon dengan mudahnya mundur, tanpa repot berbalik dia mengajukan keputusannya tersebut kepada administrator dan langsung diteleportasi pergi ke lantai 134. "Administrator, ini hal seperti ini bagaimana mungkin bisa terjadi?! Kami semua menaiki menara bersama dan sejauh ini jelas Ujian Lantai yang ada menegaskan butuhnya kerja sama tim! Kenapa ketika kami semua mendaki lebih tinggi kami malah dipaksa berpisah?!"
Administrator lantai 141 mendengus malas, "Itu juga bagian dari ujian, semua yang terjadi di menara ini adalah ujian apakah kau pantas berada di puncak menara atau tidak! Sudah! Hentikan omong kosong ini dan tentukan siapa diantara kalian yang akan maju ke lantai selanjutnya!"
Gadis cantik itu langsung menoleh kearah Zahard, matanya tampak berkilau saat air mata mengenang. "Zahard..."
"Arlene, kau kembalilah ke lantai 134. Biar aku yang terus naik." Potong Zahard sambil menatap gadis itu lembut. Hal ini membuat gadis itu tergagap kaku, karena sebenarnya dia ingin agar Zahard menyerah dan membiarkan dirinya yang terus naik. Bukannya di paksa turun begini!
"Tidak! Zahard, kita harus menaiki menara bersama! Kau itu ceroboh, bagaimana kalau kau terluka dan..."
"Tidak apa Arlene, aku tidak seceroboh yang kau kira." Lagipula semua kecerobohan itu aku lakukan hanya untuk menarik perhatianmu. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, dan aku pasti akan kembali jika situasi lantai di atas menjadi lebih tak tertahankan. Kau tak perlu khawatir."
Siapa juga yang mengkhawatirkanmu! , batin Arlener berteriak tak tenang, "Zahard, tetap saja walau begitu..."
"Arlene, justru kau yang lebih aku khawatirkan. Aku tidak menganggapmu lemah, sekalipun aku tidak pernah beranggapan begitu. Namun kau selalu berspesialisasi dengan sihir dan mantra, dan sejauh pendakian kita, kau pasti menyadari semakin tinggi lantai yang kita lewati semakin sedikit mana* yang bisa kau gunakan sebagai energi sihir. Aku takut, jika kau yang naik nantinya maka... haaa... maaf Arlene, kau kembali lah ketempat yang lain terlebih dahulu."
[A/N : Mana* : dibanyak novel fantasi hal ini sering di katakan sebagai sumber energi sihir]
Hal-hal yang dikatakan Zahard adalah fakta tak terbantahkan dan Arlene untuk sejenak tidak bisa menjawab. Saat otaknya kembali berjalan dan menemukan alasan yang pas, Zahard telah melangkah masuk.
Menuju lantai 142.
Administrator hanya melirik kepergian Zahard dengan malas, sebelum beralih pada Arlene, yang tanpa iming-iming langsung saja menteleportasikan Arlene ke Lantai 134, sama seperti Arie Hon. Arlene tidak menerima hal ini, bahkan jika dia memang tidak bisa terus mendaki, maka biarkan dia turun dengan caranya sendiri. Setidaknya dengan begitu siapa tahu dia akan menemukan informasi mengenai semua keganjilan yang ada selama pendakian mereka ini.
Sayangnya, administrator tidak mau membiarkan gadis irregular itu berkeliaran di lantai-lantai tertinggi ini. Bahkan walau dia tidak peduli dengan hidup dan mati sang gadis, siapa yang tahu kekacauan apa yang di bawanya karena status irregular tersebut.
Menghentakkan kaki kesal, Arlene melihat sekitarnya. Dia berada di sebua aula istana yang megah, tempat yang tidak pernah dia ingat ada di lantai 134.
"Arlene! Kau juga sudah kembali!"
Menoleh arah asal suara, dia mendapati Yurin dan Hana mendekatinya dengan semangat, diikuti di belakangnya Eurasia yang tampak masih mengantuk. "Kau kembali, Arlene."
Mengukir senyum kecil, Arlene hendak menjelaskan tapi semua wanita itu hanya mengangguk paham. Sepertinya Arie Hon telah menjelaskan semuanya pada mereka. Melihat hanya para wanita yang datang menyambutnya, bahkan Arie Hon yang seharusnya masih berada di sekitar sini tidak terlihat, Arlene tidak bisa untk tidak bertanya-tanya. "Dimana para laki-laki?"
"Ah, Hendo Lok sibuk membuat benda khusus pertahanan, memaksa Gustang dan Tperie untuk membantunya. Ari Han sibuk mengajar para anak-anak memakai jarum. Dan si mania hewan itu sedang memanjakan diri dengan hewan-hewan berbulu." Ujar Hana sebal, "Dan Arie Hon, dia sepertinya sangat terburu-buru untuk memeriksa anak-anaknya, berteriak dia akan membunuh Edhuan jika sampai salah satu dari anak-anak nya lebih tertarik pada tombak daripada pada pedang."
"Haha," Arlene tertawa kikuk, "Uhm, lalu bagaimana dengan V?"
"V? Oh dia pasti ada di Istana Edhuan sekarang. Bermain dengan anak-anak si biru brengsek itu." ujar Yurin acuh, "Terkadang aku sampai lupa kalau dia itu teman kita atau pengasuh pribadi anaknya Edhuan?"
Para wanita itu mengobrol lebih banyak selama perjalanan sebelum mereka kemudian berpisah, kembali ke tempat mereka sekarang membangun rumah mereka masing-masing. Arlene menolak ajakan Yurin untuk tinggal di Istana Ha, mengatakan dia akan mengunjungi Edhuan di lantai 111, lagipula dia juga ingin melihat bayi-bayi lucu Edhuan yang belum sempat dia lihat sebelumnya. Terlebih Eurasia mengatakan kalau sekarang Edhuan tidak hanya memiliki tiga orang anak, namun 5 orang!
Yah, setidaknya hanya bertambah dua anak saja selama 5 tahun dia mendaki menara bersama Zahard dan Arie Hon. Itu sendiri adalah keajaiban!
Arlene sempat terheran-heran saat pertama kali menginjakkan kaki nya di Istana Khun. Bangunan besar dan megah itu hampir keseluruhannya berwarna putih kebiruan, dihiasi dengan batu suspendium berwarna biru gelap yang indah yang hampir mirip dengan mata Edhuan sebelum dia menjadi sekuat sekarang. Ah, apakah dia sudah mengatakan kalau bangunan itu dibangun di pulau terapung?
Melihat ke sekeliling, ada beberapa pulau terapung kecil lainnya di sekitar pulau terapung utama tempat istana besar di didirikan. Mereka sepertinya ada untuk gudang sekaligus pabrik anggur, melihat bahwa di keseluruhan pulau-pulau kecil itu tumbuhan anggur tumbuh dengan sangat subur dan tampak sangat lezat bahkan walau kau hanya melihatnya. Hm, kesukaan Edhuan masih belum berubah malah sepertinya semakin memburuk,...
Arlene menyapa beberapa pelayan dan penjaga yang berjaga, bertanya-tanya dimana kira-kira keberadaan Edhuan ataupun para istri Edhuan. Mengantarnya sampai sebuah taman luas yang di tanami dengan berbagai macam bunga yang tengah bermekaran, indah dan romantis saat angin berhembus lembut membawa aroma harum bunga dan terasa hangat saat sinar matahari buatan saat menyinari berbagai macam warna kelompak bunga yang bermekaran.
Gadis itu untuk sejenak tertegun sebelum kemudian tersadar kembai saat sayup-sayup dia mendengar suara tawa anak kecil. Mengikuti arah suara, Arlene menjelajah taman bunga lebih dalam, akhirnya mendapati kehadiran lelaki yang selama ini dia rindukan.
V berdiri di tengah taman bunga, tersenyum kecil namun sama sekali tidak menyembunyikan kebahagian di matanya. Di dekatnya seorang anak kecil berambut tosca tampak serius merangkai mahkota bunga, tertawa riang saat melihat wajah kesusahan Edhuan yang dipaksa menjadi tempat mahkota dipajang. Edhuan di paksa duduk tegap dengan kepalanya di hiasi lebih dari satu mahkota bunga, ada yang tampak rapi dan indah dan ada juga yang tampak kusut tak beraturan. Jelas siapa-siapa saja yang membuat semua mahkota itu.
"Ayah! Jika Ayah sampai menjatuhkan satu saja mahkotanya, aku akan memberi tahu pada Mama ke-tiga kalau Ayah ingin makan masakan buatannya malam ini!" ancam anak itu dengan suara kekanak-kanakan yang terkesan imut. Sayang bagi Edhuan dia sama sekali tidak terpesona dengan kelucuan putra-nya sendiri, melainkan ancaman yang putranya berikan. Demi Dewa jika di Menara ada Dewa, semua orang tahu kalau Istri nya yang ke-tiga sama sekali tidak bisa memasak makanan yang normal! Paling beruntung dia akan terkurung di toilet selama beberapa jam!
V terkekeh melihat tubuh Edhuan yang kaku, mengusap keringat dingin yang membasahi dahi sahabatnya. "Nah, Tuan Edhuan yang terhormat, tolong jaga mahkota yang sudah susah payah aku dan Aguero buatkan untuk mu."
[A/N : Sebenarnya aku pen bikin agar nama para pangeran dan Aguero di masa lalu itu beda dengan setelah mereka terlahir kembali, tapi aku benar-benar payah dalam penamaan. Jadi pakai nama asli mereka aja deh^^;]
"V~, kau sama sekali tidak membantu!" rajuk Edhuan melirik kesal sahabatnya. Mata anggur lelaki itu kemudian beralih saat akhirnya mendaftarkan kehadiran Arlene. Tetap tak bergerak seperti patung, Edhuan hanya menggerakkan matanya memberi V isyarat. Menoleh mengikuti isyarat yang ada, V sedikit terkejut sebelum kemudian wajahnya dihiasi dengan senyum cerah yang Arlene tidak pernah tahu V miliki.
"Arlene!"
Senyum indah terukir di paras cantik Arlene saat akhirnya sang kekasih memperhatikan kehadirannya. "V, lama tidak bertemu. Edhuan juga."
Edhuan mengendong putranya sambil mengukir senyum khas, mengangguk sembari bertanya santai. "Sendiri? Zahard dan Hon tidak datang berkunjung?"
"Ah, Zahard masih mendaki, hanya aku dan Hon yang kembali." Ujar Arlene sedikit lesu.
Menundukkan kepalanya untuk lebih memudahkan putranya meletakkan mahkota bunga yang kesekian, Edhuan dengan cepat menangkap maksud Arlene. "Persyaratan menaiki lantai selanjutnya membatasi untuk satu orang."
Arlene mengangguk, mengalihkan pandangannya pada balita berumur 5 tahun di pangkuan Edhuan. Sedikit bergidik ketika mata biru transparan bak permata itu menatapnya lekat dan dalam. Sama sekali tidak mencerminkan tatapan seorang anak-anak yang seharusnya polos. Edhuan sepertinya memperhatikan, dengan ringan memukul puncak kepala putranya.
"Nah Aguero, bersikaplah baik. Sapa Bibi Arlene dengan senyum manis."
Anak itu cemberut, menatap ayahnya sanksi. Namun tetap mengukir senyum manis seperti seharusnya seorang anak, menyapa Arlene dengan sopan. "Halo Bibi Arlene, ayah sering bercerita tentang dirimu."
"Oh benarkah? Apa yang ayah mu ceritakan tentang bibi?" tanya Arlene lembut.
"Dia bercerita kalau nanti kau akan memberi ku saudara laki-laki!" seru anak itu polos, namun Edhuan sebagai seorang ayah dari anak nakal ini bisa melihat mata polos anaknya bersinar penuh siasat dan nakal.
"You Brat! Kapan aku-"
"Edhuan! Jangan kasar!" Seru V memperingatkan Edhuan yang sudah mencubit pipi chubby putranya hingga memerah. Mengabaikan Edhuan yang bertingkah kekanak-kanakan menyalahkan putranya sendiri, V mengambil Aguero dari pangkuan Edhuan dengan gerakan yang tampak sangat alami. Seakan dirinya sudah sering melakukannya. Membuat Arlene teringat perkataan Yurin sebelumnya.
'Terkadang aku sampai lupa kalau dia itu teman kita atau pengasuh pribadi anaknya Edhuan'
Kerutan halus terbentuk di kening halus Arlene. Dia tidak suka pemandangan ini.
.
.
.
Malam di lantai 110 sangat sepi namun terasa indah dan romantis. Tirai biru gelap dengan sedikit hiasan awan tipis yang menyebarkan cahaya dari pendar bola-bola shinsu di atas langit-langit lantai, menciptakan suasana yang suci dan sangat pas bagi pasangan yang hendak menyatakan lamaran ataupun kencan makan malam.
Taman di halaman istana megah itu luas dengan berbagai bunga dan tanaman hias lainnya, di terpa cahaya malam yang mistis tampak begitu indah. Pemandangan itu terasa pas ketika seorang wanita cantik duduk di salah satu bangku taman, namun pada saat yang sama juga terasa kurang karena gadis itu hanya sendiri tanpa ada yang menemani.
Mata emas Arlene menatap sendu kuang-kunang yang hinggap di daunan, wajahnya nampak begitu melankolis membawa kesedihan.
Setelah makan malam yang meriah bersama keseluruhan keluarga Khun, Arlene berniat mengajak V untuk berbicara dan mengambil waktu untuk mereka berdua. Dia tidak merasa harus berhati-hati karena itu percuma, Arlene yakin Edhuan sudah lama mengetahui bahwa dia dan V sekarang menjalin hubungan. Setelah lama berpisah dari kekasihnya, Arlene benar-benar ingin waktu untuk mereka berdua saja dan dia yakin V juga merasa demikian.
Namun, yang mengejutkan V menolak.
"Maafkan aku Nona Arlene, Jika kau tidak keberatan, aku harus membawa anak-anak ke kamar mereka." ujar V menatap penuh rasa bersalah. Edhuan yang kebetulan lewat di koridor lanjut berkata, "V, kau tidak perlu memikirkan anak-anak nakal itu. aku dan para istri ku dapat menangani nya."
Mata pemuda bersurai hitam itu menatap Edhuan tajam, menyalahkan betapa acuhnya Edhuan. "Hoo, aku ingat terakhir kali aku meninggalkanmu dengan anak-anak kau sibuk bermain dengan istri-istrimu sementara anak-anak mu melonggo menonton!"
"Eh!! Itu kecelakaan! Lagipula pada saat itu Ran masih bayi, jadi dia sama sekali tidak akan mengerti! Itu aman!" seru Edhuan membela diri, sayangnya V tidak mengambil serius pembelaan sahabatnya itu, "Baiklah, Ran masih terlalu muda, lalu bagaimana kau mau menjelaskan tentang Aguero yang menangis tersesat di koridor istana di tengah malam sementara kau enak-enaknya tidur dalam pelukan istri ke-dua mu!"
"Ah aku kelelahan...."
"Hmmm?"
"... maaf?"
V menghela nafas panjang, wajahnya menyiratkan betapa lelahnya dia dengan kelakuan sahabatnya ini. "Nona Arlene, aku akan menemui mu malam ini di taman, aku berjanji tidak akan lama."
Melirik waktu yang ditunjukkan di pocketnya, Arlene menghela nafas. Ini sudah hampir tengah malam dan V masih belum datang. "Apa aku pergi terlalu lama? Apa V sudah tidak menyukai ku sebesar dulu lagi?"
"Nona Arlene!"
Menoleh cepat kearah seruan, mata emas gadis itu mencerminkan kedatangan V, pemuda yang dia cintai, tampak berlari terburu-buru mendekati nya.
.
.
.
.
.
Tbc~
Hayoo siapa yang masih mantengin cerita gaje ini?
18 May 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top