[32] Khun Hachuling

***

"Hei Baam, kau tampak buruk sekali."

Mata kuaci Shibisu memperhatikan keadaan Baam yang tampak tidak se-energik biasa nya. Ah, bukannya sang irregular itu tampak lesu atau apa. Hanya saja semua orang akan pasti bisa melihat bagaimana sang irregular sekarang tidak sedang dalam mood yang baik.

Lihat saja alis tipisnya yang bertaut dan bagaimana mata emas itu tampak ingin menghajar apapun yang ada di depannya.

"Kura-kura Biru, apa yang terjadi pada Kura-kura Hitam?" bisik Rak yang sama sekali tidak bisa di anggap sebagai bisikan.

Khun yang tengah menyantap sarapannya hanya mengangkat bahu acuh. Wajahnya mengukir seringai khas saat dia masih dengan sikap biasanya mengambil sayuran dari piring Baam. "Mungkin telur itu menyerap energi nya terlalu banyak~"

Endorsi disisi lain meja mengenggam erat garpu di tangannya. Dia bersumpah melihat seringai si Biru tertuju khusus pada nya!

"Khun!"

Hebat! Sang Slayer yang di katakan sebagai Dewa FUG tengah merengek saat ini!

"Ya Baam?" sang Pangeran berkedip polos. Wajahnya mengukir senyum yang jelas tampak sangat bahagia dan semua orang hanya bisa menebak-nebak kira-kira apa yang menjadi penyebab kebahagian sang Bluenette saat Kekasihnya sendiri tampak sangat tidak bahagia.

Baam ingin marah. Tapi dia tidak pernah bisa marah pada Khun. Pada akhirnya sang Irregular itu dengan cemberut mengambil alih makanan yang tidak akan di makan oleh Khun dari piring si Biru. Memilih untuk diam memakan sarapannya sendiri setelahnya. Rak menatap kedua kura-kura nya bergantian, sebelum mengangguk seakan memahami sesuatu. "Pejantan yang malang!" gumannya mengejek.

Khun mendengus menahan tawa saat Baam tersentak menatap Rak tak terima.

Shibisu yang mendengar gumanan Rak menoleh menatap Baam prihatin. Mendorong semua makanan kesukaan sang Irregular ke depan. "Putra ku yang malang, ayo ayo, makan semua ini."

Horyang menggeleng khidmat saat meletakkan lauk kesukaan Baam ke piring sang Irregular itu. "Makan lah, Viole."

"Tck tck, sungguh malang nasib mu." Wangnan sama sekali tidak tampak mengasihani jika kau melihat senyum yang bermain di wajahnya.

Ehwa tampak bingung saat dia mencolek Goseng dengan pandangan bertanya. Gadis berkaca mata bundar itu tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya, karena selain Ehwa ada juga Miseng yang tampak menatapnya bertanya. Lauroe mengangkat pandangannya dari selimut, menatap Baam selama lima detik sebelum kembali tertidur. Hatz menyuap makanannya sendiri saat mata ravennya memperhatikan bagaimana Endorsi meremas alat makan di tangannya hingga bengkok.

"Hei Wanita Tua, kau menghancurkan garpu dan pisau nya." gerutu Anaak melirik Endorsi jengkel.

"Diamlah!"

-----

"Kalian akan pergi sekarang? cepat sekali."

HwaRyun melipat kedua tangannya di depan dada, ekspresinya datar seperti biasa saat membalas. "Semakin cepat semakin baik, bagaimanapun tempat yang dituju, jalannya sedikit rumit."

Omelan Khun kepada Rak berhenti. Menoleh, dia menatap HwaRyun penuh arti.

Baam tidak memperhatikan saat dia mengangguk. "Baik, kalau begitu pastikan kalian untuk berhati-hati."

Mengangguk acuh, HwaRyun menarik Rak untuk ikut bersama nya. "Apa-apaan?! Kura-kura Merah!! Apa yang kau lakukan?! Aku akan tinggal bersama dengan Kura-kura Biru dan Hitam di sini!!" teriak buaya kecil itu mencoba memberontak.

Baam memperhatikan kepergian teman-temannya. Saat mata emasnya mendapati bagaimana Endorsi menatapnya keras, Baam memilih untuk tidak melihat dan berbalik pada kembali pada Khun. Hockney datang dari koridor lain, tampak lesu dan lelah. "Halo Baam, halo Khun."

"Tuan Hockney? Apa ada masalah?"

"Tidak apa, hanya terlalu banyak berpikir." Scout pembawa lentera itu menggeleng pelan, senyum di wajah pucatnya sedikit goyah. "Benar, Mata baru saja memberi tahu ku untuk membawa mu menemui Putri Laut Dalam. Aku sudah memberi tahunya kondisi khusus kalian, jadi dia bersedia mengizinkan Khun untuk ikut."

-----

Lelaki dengan surai hitam itu menatap kedepan dengan wajah sendu diwajahnya. Helaian putih tampak sudah berbaur di antara helaian hitam kelamnya. Akibat dari bagaimana stress dan depresi menyerang mentalnya begitu kuat.

Lelaki lain di depannya tampak tegas. Jauh berbeda dengan keadaannya. Lelaki lain tampak bugar tapi mata sewarna anggur itu tampak membawa kemarahan dan kebencian. "Apa lagi yang kau inginkan? Tidak cukupkah kau dan cinta mu itu menghancurkan hidupku, kau masih ingin mengejek dengan bagaimana kondisi ku sekarang? Tampak menyedihkan bukan begitu? Atau kau datang ke sini untuk menyalahkan ku atas kematian Putra-mu di tangan Zahard?"

Lelaki bersurai hitam itu mengukir senyum sendu, tampak maklum dengan perlakuan kasar sosok didepannya. "Tidak, aku datang bukan untuk itu. Setelah semua, aku tidak berhak untuk mendikte mu apalagi untuk menyalahkan mu."

Lelaki lain mendengus. Meminum anggur miliknya sekali tegak. "Lalu, apa yang kau ingin kan? Sebaiknya kau segera pergi dari hadapan ku, V, karena aku benar-benar tidak bisa terus melihat mu tanpa menekan keinginan untuk membunuhmu sekarang."

"......"

"Aku akan menebus dosa Nona Arlene," ujar V pelan, mata violetnya tampak memohon, "Setelah itu, ku mohon terima dia untuk bersama dengan kalian lagi."

Edhuan mencibir, "Kau tahu apa yang dilakukan oleh Arlene pada dasarnya tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu, bukan begitu V?"

"Tentu ada, ini adalah kesalahan ku karena tidak bisa membimbingnya, kesalahanku karena tidak bisa mencegah nya termakan dalam rasa dengki dan iri."

"Huh, lalu dengan apa kau akan menebus dosa mu? Kau tahu, bahkan walau kau mati membunuh diri mu sendiri, itu tidak lah cukup untuk membayar apa yang sudah Wanita itu perbuat."

Senyum di wajah lelah V menjadi semakin tipis saat dia tampak menguatkan tekad nya. "Edhuan, tahu kah diri mu tentang Perjanjian Para Dewa dan Iblis?"

-----

Batu-batuan besar dan reruntuhan bekas puing-puing bangunan tampak begitu mengerikan terendam dalam darah dan daging Administrator. Walau begitu seseorang masih bisa dengan mudah mengidentifikasi bagaimana megah dan mewahnya bangunan itu saat masih berdiri kokoh di masa jayanya.

HwaRyun menatap reruntuhan istana di depannya. "Tuan Tangan Iblis, hancurkan bebatuan di sana."

Horyang tidak banyak bertanya. Menghantam batuan yang di maksud, membuka sebuah jalan berupa gerbang yang terkubur di bawah reruntuhan. Wangnan menatap ke segala arah dengan rasa penasaran tinggi, "Istana ini pasti hancur saat Irregular Enryu menyerang lantai ini, ah."

"Aku tidak yakin pasti, tapi kau pikir siapa yang tinggal disini?"

Shibisu mengangkat bahu, "Mungkin Zahard, lihat, ada lambang Zahard di sana." Menunjuk kesalah satu puing bangunan yang memiliki ukiran Zahard disana. "Atau mungkin juga Khun Edhuan." Ujar Hatz menunjuk puing lainnya yang memiliki lambang keluarga Khun. Semua orang kemudian menyisir menatap pepuingan yang ada, mendapati selain lambang Zahard dan Khun, ada satu lagi lambang keluarga. Keluarga Arie.

"Tiga lambang keluarga, apakah mungkin mereka bertiga sempat tinggal bersama?" tebak Ehwa.

"Atau bukan mereka yang tinggal bersama, melainkan Pangeran Zahard di masa lalu." Simpul Shibisu sambil menopang dagu. Segera dia tersentak saat satu realisasi menyadarkannya. "Apa kalian ingat, Khun berkata kalau dia memiliki tiga orang Ayah?"

Rak secara mengejutkan adalah pihak yang mengingat hal ini, "Ya, Kura-kura Biru mengatakannya."

"Khun Edhuan dipastikan adalah ayah kandung nya, Zahard adalah ayah dalam nama atas posisinya sebagai Putra Mahkota Menara, dan yang terakhir..." Shibisu tiba-tiba mengerti kenapa Khun dan Haoqin tampak sangat dekat, bahkan sebelum identitas mereka terbongkar. "Arie Hon, sama seperti kasus Ran yang di baptis keluarga Lo Po Bia, Khun di baptis sebagai putra keluarga Arie!"

Ehwa tersentak saat menatap sekelilingnya dengan ragu, "Jadi maksudmu, ini adalah Istana milik Khun di masa lalu?"

Tidak ada yang menjawab. Mereka semua tidak berani menebak pasti saat kemudian serentak menoleh kepada sang pemandu yang pasti tahu lebih banyak.

HwaRyun tidak tertarik untuk memberi penjelasan. Dirinya hanya berjalan menuju jalan yang yang dia lihat dalam diam, membiarkan kelompok di belakangnya mengikuti. Melewati koridor gelap yang penuh debu dan aroma tak mengenakkan, hanya pencahayaan minim dari lighthouse Goseng dan Observer Shibisu lah yang menjadi penerangan. Bayangan mereka tampak menari seperti hantu mengirim rasa dingin menyebar di punggung.

Miseng memeluk Horyang erat saat Ehwa tanpa sadar mencari Wangnan sebagai pegangan.

Endorsi tampak menahan kejengkelannya melihat tindakan 'mesra' dua orang didepannya. Berdecak keras saat dia melangkah mendahului. "Endorsi! Sebaiknya kita tidak asal berkeliaran disini." Shibisu mengingatkan agar mereka tetap mengikuti jalan yang dipandu oleh HwaRyun. "Endorsi!"

"Oh dasar brengsek, diam saja kau!" teriak Endorsi sebal.

Langkahnya terhenti di persimpangan. Bukan karena dia menunggu yang lain ataupun HwaRyun untuk menunjukkan jalan, tapi karena lukisan besar yang terpajang di sana.

Shibisu terengah-engah berhasil menyusul Endorsi, hendak bertanya apa yang di perhatikan oleh sang Putri saat dia mengikuti arah tatapan sang Putri. Ehwa berdecak kagum saat observer Shibisu menyinari lukisan besar di depannya. Tidak tahu harus berkomentar apa melihat bagaimana awet dan bagusnya lukisan tersebut.

Itu adalah potret enam orang. Zahard, Khun Edhuan dan Arie Hon. Masing-masing dari mereka tampak membawa seorang anak remaja. Di sebelah kiri Khun Edhuan tampak mengendong seorang bacah yang jelas sangat Khun sekali, di sebelah kanan Arie Hon tampak membimbing seorang bocah yang tampak sangat mirip dengan versi kecil Haoqin. Lalu di tengah, Zahard tampak memegang pundak seorang bocah bersurai biru tosca dengan mata kobalt bersih.

Mereka semua tersenyum, tampak bahagia dalam potret tersebut tanpa melupakan untuk memamerkan aura khas penguasa mereka masing-masing.

"Tunggu, bukankah bocah di pangkuan Khun Edhuan itu tampak tidak asing?" ujar Wangnan saat memperhatikan lebih baik lagi. Mereka tidak perlu menebak siapa dua anak yang lain, jelas itu adalah Haoqin dan Khun di masa lalu, hanya saja mereka tidak bisa langsung menebak anak yang ada di pangkuan Edhuan.

"Tidak tampak seperti Ran." Guman Ehwa mencoba mengingat si Khun muda.

Dikatakan ada lebih dari dua Pangeran yang terlahir sebagai seorang Khun, dan yang mereka ketahui hanya dua Pangeran saja yang berasal dari keluarga Khun. Pada dasarnya mereka tidak tahu lagi sehingga mereka mencoba memikirkan kenalan seorang Khun terdekat.

HwaRyun menyipit menatap anak Khun yang lain.

"Itu Khun Hachuling!"

"APA?!"

***

"Ya, Putra Arlene, kau datang juga." Garaam mengukir senyum menyambut kedatangan Baam, mata biru muda keperakannya kemudian mendaftarkan kehadiran Khun. "Dan apakah ini Putra Mahkota yang di perbincangkan? Senang kau mau datang."

Khun hanya mengangguk acuh sebagai balasan. Meremas tangan Baam pelan, mengukir senyum untuk menenangkan hati sang irregular yang pasti tengah kacau.

"Halo Nona Garam, lama tidak bertemu." Ujar Baam.

"Aku tidak akan bertele-tele, aku juga tahu kalau kau terburu-buru." Ujar Garaam, memanggil pocket yang segera Baam kenali sebagai milik Arlene. "Sebelumnya aku sudah mengatakan ini, aku akan membiarkan kau mengetahui lebih banyak di masa depan, dan ini adalah masa yang aku sebut itu."

Khun merasakan remasan pelan di tangannya, mengelus tangan kuat sang Irregular menyatakan dukungan.

"Sebenarnya, aku sendiri tidak terlalu yakin. Tapi aku bisa memastikan, diari yang ada di pocket ini, di buat dengan campuran kebohongan dan kebenaran. Yang mana yang lebih mendominasi, aku tidak tahu." Garaam membiarkan pocket itu melayang ke hadapan Baam. "Aku tidak bisa memberi tahukan mu secara pasti apa isi pocket tersebut selain seperti apa yang aku ceritakan di masa lalu. Tapi aku rasa kau bisa mencari tahu sendiri."

Seringai di wajah Khun terukir, "Membaca Ingatan Shinsu, itu maksud mu?"

"Benar."

.

.

.

Tbc~

22 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top