[16] Cuddling

***

"Baam, bisa kau ambilkan mangkuknya?"

"Tentu Tn. Shibisu."

"Uhm, apa kau yakin ini tidak terlalu banyak?" Evan menatap semua jenis makanan yang masih berada di panci dan wajan masing-masing menunggu untuk dipindahkan ke piring untuk di hidangkan di meja.

"Seharusnya, bagaimanapun kita mengundang Tim Sachi kemari." Baam membantu Shibisu menyalin makanan kedalam mangkuk. "Aku justru ragu ini akan cukup mengingat tubuh Aka yang besar, dan juga Rak tentunya."

"Dan yah, kenapa aku bisa melupakan keberadaan Urek." Gerutu Evan. "Sudahlah, ayo cepat urus semua ini. Aku sendiri juga lapar."

Seharian ini sejak kembalinya dari kantin, Evan terjebak dengan diskusi panjang dengan Khun bersama HwaRyuun. Tentu Evan sama sekali tidak mempermasalahkan selama diskusi berlangsung, bagaimanapun ini adalah demi kepentingan mereka sendiri. Karena terlalu fokus akan semua diskusi dan hipotesis yang ada, ketiga orang itu sama sekali tidak keluar dari ruang pertemuan dan bahkan tidak makan siang hingga malam menjelang.

Jika saja Baam tidak memaksa masuk dan menyeret Khun agar berhenti sejenak, diskusi mereka pastilah masih berlanjut.

"Khun, bisa kau letakkan dokumen itu dulu? Makanannya sudah terhidang." Tegur Shibisu pada si rambut biru yang masih fokus membaca kertas di tangannya. Khun hanya berguman pelan sebagai jawaban sebelum dengan acuh mengalihkan dokumen dari pandangan dan melihat ke meja, melihat makanan yang terhidang. Alis pemuda itu bertaut heran, "Apa kita memelihara monster rakus selain Buaya disini? Kenapa begitu banyak?"

Baam meletakkan satu hidangan lagi di atas meja sebelum menarik kursi di samping Khun. "Kami mengundang teman lain, mereka seharusnya sudah datang."

Ting tong~

"Akan aku buka."

Sachi melangkah masuk diikuti oleh Boro dan yang rekan lainnya. Mereka bergantian menyapa Baam sebelum tatapan mereka jatuh pada Khun. Khun sendiri hanya menatap mereka sebentar sebelum mengangguk pelan, "Kalian yang dikantin ternyata, itu bagus, jadi siapa diantara kalian yang lolos babak selanjutnya?" tanya Khun langsung hendak mengumpulkan informasi untuk perencanaan lebih lanjut.

"Khun, kita makan dulu!" ingat Baam menghentikan niat si pemuda biru. Ehwa mempersilahkan para tamu untuk mengambil tempat duduk sebelum kemudian dirinya sendiri duduk.

Makan malam hari itu cukup meriah dan ramai. Boro dengan sangat terbuka mengungkapkan kekagumannya pada Endorsi dan ditanggapi dengan bangga oleh sang Putri Zahard itu. Lauroe makan dengan wajah mengantuk tapi semua hidangan di depannya entah bagaimana cepat sekali lenyap. Evan berteriak mengomeli Yuri dan Urek yang tidak bisa makan dengan tenang dan Wangnan bergabung bersama Shibisu untuk menggoda Ehwa. Hatz hanya berkomentar sesekali sementara Baam ikut masuk dalam percakapan dan Khun menyantap makanannya sambil menggerutu kesal pada Rak yang makan berantakan.

Terlepas dari bagaimana keributan yang terjadi di meja, semuanya nampak lebih hidup dibandingkan apa yang biasanya terjadi.

"Yang lolos ke babak selanjutnya adalah Sachi dan Daniel, keduanya mendapat item yang mudah di mengerti penggunaannya sehingga mereka bisa dengan bebas menggunakannya di babak kedua." Ujar Aka melirik dua temannya dengan jengkel. Aka adalah salah satu orang yang gagal di babak kedua karena tidak dapat menggunakan item yang didapatkannya sehingga dia terdiskualifikasi.

"Hmm, apa kalian keberatan memberitahuku kemampuan kalian? Dan juga prop yang kalian dapatkan?" tanya Khun serius.

Baik Sachi maupun Daniel tidak mempermasalahkan dan menjawab dengan langsung. Prop yang dimiliki Sachi memang terbilang mudah digunakan, secara singkatnya item itu membuat Sachi menjadi lebih leluasa menciptakan tanaman rambat yang lebih kuat dalam jangkauan yang juga makin luas. Sementara prop milik Daniel hampir sejenis seperti Bong Bong milik Endorsi, membuat pemiliknya bisa berteleportasi dengan cepat. Bedanya yang dimiliki oleh Daniel jauh lebih canggih dibandingkan dengan Bong Bong.

Baam mencuci piring di dapur bersama Shibisu saat dia sesekali menatap ke ruang tamu dimana Khun dan yang lainnya sibuk berdiskusi.

"Begitu, kalau begitu orang-orang yang lolos untuk babak selanjutnya pas."

"Pas? Maksudmu?" tanya Yuri saat dia berhasil mendaratkan pukulan keras ke kepala Urek. Khun menopang dagu dengan dua tangan yang di satukan saat dia mulai menganalisis, "Semua orang berhasil lolos untuk babak selanjutnya adalah empat orang dari masing-masing cabang stage di babak kedua. Jumlah semua peserta yang lolos pas 24 peserta, jika yang dilihat disini adalah jenis prop tiap peserta, maka babak selanjutnya adalah pertempuran dalam bentuk tim."

"Kenapa kau bisa menyimpulkan seperti itu?"

"Dari jenis divisi item yang ada." Ujar Khun menjawab pertanyaan Evan. "Ada enam divisi, yang pertama berhubungan dengan kematian dan kehidupan, yang kedua berhubungan dengan takdir, ketiga berhubungan waktu, ke-empat berhubungan dengan keberuntungan dan kesialan, lalu yang kelima dengan kesehatan, dan yang terakhir pengetahuan. Semua itu melambangkan 6 pokok hal yang pasti di miliki oleh makhluk hidup di setiap kehidupannya."

"Kalian pernah mendengar istilah Singulariti?"

Aka menjawab dengan sedikit cibiran di suaranya, "Maksudmu tentang evolusi makhluk hidup? Seperti dalam game?"

Khun mengangguk sebelum menjatuhkan pandangannya ke dokumen di atas meja. "Jika perkiraan ku benar, maka kalian akan di bagi menjadi 4 tim dengan anggota yang terdiri mewakili tiap divisi. Setiap tim akan di berikan satu jenis kehidupan yang harus di jaga dan kalau memungkinan membuatnya berevolusi. Ini adalah permainan lama di menara di zaman-zaman kuno jadi sebenarnya ini cukup gampang selama kau mendapat anggota tim yang bisa di ajak bekerja sama."

"Kalau memang seperti itu maka seharusnya aman dan tidak akan pertarungan yang terjadi." Komentar Shibisu, "Tapi, tidak mungkin sesederhana itu bukan?"

"Aku sendiri juga masih belum pasti, di permainan di zaman kuno sendiri siapapun Tim yang lebih dulu membuat Kehidupan di pihaknya menunjukkan tanda-tanda tumbuh, maka dialah pemenangnya. Di bagian ini seharusnya itu sudah di ubah sehingga bisa menjadi lebih menantang." Khun mengetukkan jarinya ke meja berirama.

Dia sudah memiliki tebakan kasar game seperti apa yang menjadi tes untuk babak ketiga. Tapi Khun selalu menjadi orang yang teliti, dia tidak bisa mengatakan apa yang masih dia kira-kira kepada orang lain sebelum semua itu terbukti akan terjadi 80%.

Baam melirik jam dinding, melihat jarum jam menunjukkan waktu yang semakin larut. "Lebih baik melanjutkannya besok, terlalu larut jika ingin dilanjutkan sekarang."

"Yah kau memang benar, istirahat sangat penting bagi para peserta yang lolos." Ujar Khun setuju, merenggangkan tubuhnya sedikit.

"Maksudmu orang yang tidak lolos seperti kami tidak membutuhkan istirahat?!" gerutu Boro kesal.

Yuri langsung menyerbu masuk kedalam kamarnya untuk segera memasuki alam tidur mengabaikan teriakan Evan tentang ada yang masih harus di urus oleh sang Putri, sementara Endorsi lebih memilih untuk mandi lebih dulu. Shibisu dan Baam mengantarkan Sachi dan tim nya keluar sementara para pemandu sudah menghilang entah kemana. Hanya ada Khun di ruangan itu masih berkutat dengan semua dokumen yang ada, dia tampak seakan ingin memastikan sesuatu.

"Khun, ayo tidur." Ajak Baam, menunjuk kearah kamar yang dihuninya bersama dengan Rak.

"Kau duluan saja Baam, aku akan menyusul setelah ini."

Baam ragu, dia hendak mengajukan keberatannya tapi urung dia ajukan. Memilih untuk mengalah saja, "Baik, tapi jangan terlalu lambat."

Shibisu melirik kepergian Baam saat dia mengambil duduk di seberang Khun. Melihat bagaimana fokusnya Khun saat sedang melakukan pekerjaannya. Ini benar-benar pemandangan yang sudah lama tidak dia lihat. Suara detak jam dan suara kertas yang saling bergesekan menjadi suara yang mengisi keheningan sebelum kemudian Shibisu memutuskan untuk membuka suara.

"Kau sudah memiliki tebakan mu sendiri? Tentang kemungkinan aturan yang diubah dalam permainan yang kau katakan."

Khun mengangguk pelan, meletakkan dokumen di atas meja saat dia mengangkat satu tangan memijat pangkal hidungnya. "Ini akan menjadi pertarungan Tim yang cukup brutal, terlepas dari aturan di larang membunuh yang kemungkinan besar akan tetap berlaku nantinya, aku tetap saja yakin banyak orang yang akan tewas kali ini."

Shibisu mencondongkan tubuhnya sedikit menyandar ke meja, menunggu Khun untuk mengatakan analisisnya. Dan semakin Shibisu mendengarkan semakin yakin pula dia akan permainan ini lebih kejam dibandingkan yang terlihat dari permukaan.

***

Khun memasuki kamar Baam dan Rak, mendapati keduanya sudah tertidur lelap. Ada tiga ranjang di kamar itu, yang sedikit mengherankan Khun pada awalnya terlebih saat dia sadar kalau dia yang dimasa ini sudah berpisah dengan Baam dan Rak sejak lama.

Baam tidur di ranjang yang berada paling dekat dengan jendela sementara Rak tertidur di lantai mengabaikan dua ranjang lainnya yang kosong tak berpenghuni. Khun hendak tidur di salah satu kasur yang kosong saat menyadari tidak ada selimut di sana. Melihat ke ranjang kosong satunya lagi, dia juga tidak menemukannya. Pandangannya langsung tertuju pada Rak, mendapati Rak memakai dua selimut. Satu di himpitnya di bawah tubuhnya sementara satunya lagi digulung erat menutupi tubuh.

Khun mencoba untuk mengambil satu selimut dari Rak tapi tidak berhasil, tidak menduga kalau tubuh kecil si buaya akan sangat berat. "Ugh! Kenapa kau bisa begitu berat padahal tubuhmu segitu kecilnya!" gerutu Khun saat dia masih mencoba untuk menarik mendapatkan satu selimut.

"Khun?"

Suara Baam terdengar mengejutkan si pemuda biru hingga dia kehilangan pegangan atas selimut yang tengah dia tarik kuat, menyebabkan efek inersia hingga dia jatuh kebelakang. Beruntung reaksi Baam cukup cepat. Dia langsung bangkit dari tidurnya dan menahan agar si biru tidak menghantam lantai. "Khun, kau baik-baik saja?"

"Oh, aku baik. Hanya sedikit terkejut." Ujar Khun sambil menegakkan dirinya sendiri. "Maaf, menganggu tidurmu Baam."

Menggeleng pelan, Baam mengukir senyum saat dia menatap si putra Khun sebelum matanya teralih pada Rak yang tertidur lelap tanpa ada tanda-tanda terganggu sama sekali. "Ah, kau tidak mendapatkan selimut. Bagaimana kalau aku tanyakan pada yang lain? kurasa di tempat Evan ada selimut lebih."

"Tidak usah, dia pasti sudah tertidur. Lagipula aku tidak mau membangunkan yang lain." Khun menolak saat dia mendudukkan dirinya di tepi satu ranjang yang kosong. "Tapi si buaya itu, kenapa dia harus memonopoli dua selimut kalau pada akhirnya dia hanya akan menendangnya terbang?"

Baam tertawa kecil, "Udara di stasiun ini semakin dingin akhir-akhir ini, jadi Rak sendiri juga mulai merasa terganggu." Baam merenung sejenak saat dia mengingat satu fakta akan teman birunya ini, "Bukankah kau sendiri sensitive dengan udara dingin? Kau tidak merasakannya sekarang?"

"Hm?" Khun memandang Baam bingung. "Aku tidak terlalu memasalahkan udara dingin, mungkin kau salah ingat saja Baam."

Baam sedikit megerutkan kening bingung sendiri. Dia dengan jelas mengingat bagaimana Khun memakai pakaian berlapis-lapis ketika berada di kereta Neraka terutama di lantai kematian. Bagaimana mungkin Khun berkata dia sama sekali tidak sensitive. Mencoba mengingat kembali beberapa detail kecil, Baam menyadari kalau Khun mulai memakai pakaian yang lebih tebal saat Khun mulai melatih shinsu khususnya.

Shinsu bertipe es yang memang Baam sendiri merasa dingin walau jarak nya cukup jauh. Mungkin karena Khun yang satu ini belum melatih kemampuan khusus itu, jadi dia masih bisa menahan dingin yang ada.

Melihat Khun membaringkan dirinya di ranjang tanpa adanya selimut, Baam berkata dengan khawatir. "Tetap saja, udara malam ini memang cukup dingin. Tidur tanpa selimut akan membuatmu masuk angin. Kenapa kau tidak tidur bersama ku saja? kita bisa berbagi selimut."

Khun berpikir sebentar, hanya sebentar sebelum mengiyakan. Bagaimanapun dia sama sekali tidak merasa aneh untuk tidur bersama Baam karena memang mereka bertiga –dengan Rak- sering tidur bersama saat berada di tempat yang tidak tersedia ranjangnya. Hanya saja karena Rak tidak ada di dekat mereka berdua secara langsung saat ini, itu tidak membuat Khun ragu untuk mengiyakan.

Berbeda dengan Baam yang sebenarnya sedikit ragu ketika mengutarakan tawarannya. Dia tidak menyangka Khun akan langsung menerima tawaran itu bahkan tanpa berpikir banyak saat sang lightbearer itu langsung saja menaiki ranjang yang ditempati oleh Baam. Mengambil sisi terluar, Khun mengambil sedikit bagian selimut. "Selamat malam, Baam."

"Uhm, selamat malam Khun."

***

Khun selalu menjadi orang tertidur dengan ringan, dia akan langsung terbangun begitu merasakan hal yang tidak biasa. Dengkuran keras Rak sudah lama menjadi sesuatu yang tidak menjadi gangguan bagi tidur Khun, sehingga itu sudah lama hilang dari daftar.

Sang lightbearer biru itu tersentak bangun saat tubuhnya terasa di tarik. Secara refleks Khun hendak melancarkan serangan untuk membekuk siapapun yang menariknya itu namun terhenti saat dia di peluk lembut namun ketat hingga ia tidak bisa bergerak leluasa.

Membuka mata awas, Khun mendapati dia dipeluk oleh seseorang dari belakang. Melihat kebawah di mana lengan kuat yang menahannya sudah cukup bagi Khun untuk mengetahui siapa pelaku dari semua ini. Dia menatap wajah tidur Baam dari bahunya, mencatat bahwa Baam benar-benar tertidur lelap. Aku tahu Baam yang ini memiliki kecendrungan untuk membuat kontak fisik, tapi aku tidak tahu akan sejauh ini dimana dia akan menarik seseorang yang terdekat dalam jangkauan dalam tidurnya.

Khun memcoba melepaskan diri selama beberapa saat, tapi dia mencoba sebaik mungkin untuk tidak membangunkan si Irregular. Berjuang beberapa waktu namun itu bahkan sama sekali tidak memberi hasil yang diinginkan. Bukannya longgar, pelukan Baam malah semakin mengetat. Membuat sang lightbearer benar-benar tak bisa bergerak.

Menghela nafas pasrah, Khun memilih mengalah. Mencoba menyamankan diri sebelum memejamkan matanya untuk kembali tidur. Tidak beberapa saat sebelum kelopak mata milik pemuda yang lain terbuka, menampilkan iris emas nya yang bersinar cerah. Baam menatap si biru di dekapannya yang sudah kembali tertidur, diam-diam bersyukur Khun tidak menyadari kebohongannya kali ini.

Tubuh tidur Khun masih sedikit tegang, tanda dia masih belum terbiasa dengan kontak fisik yang ada. Baam menunggu hingga tubuh itu rileks dalam tidurnya sebelum kemudian memberanikan diri menarik Khun lebih dekat. Membenamkan wajahnya di tengkuk sahabat birunya, membiarkan dirinya diselimuti oleh aroma khas sang sahabat.

Kau benar-benar disini.

***

"KENAPA KALIAN KURA-KURA TIDUR BERSAMA?!" teriakan keras Rak membangun kan keduanya secara langsung.

"Kau mengambil semua selimut yang ada!" Khun menguap sambil melepaskan diri dari tangan Baam yang masih melingkarinya. Turun dari ranjang saat Rak sudah lebih dulu berlari keluar kamar sembari berteriak keras seakan ingin memberitahu seluruh dunia.

"HEI KALIAN! KURA-KURA ITU TIDUR BERSAMA!!"

"BUAYA! AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUAT DIRIMU MENJADI SUP!!" teriak Khun setelahnya mengejar Rak yang langsung lari ke kamar mandi. Baam menatap kepergian kedua sahabatnya itu sebelum tertawa pelan, pemandangan ini adalah hal yang sudah lama tidak dia lihat menyapa paginya.

Dia keluar kamar hendak menuju dapur saat dia langsung mendapati beragam jenis tatapan dari semua orang. Mengabaikan semua tatapan itu, Baam hanya tersenyum saat menyapa mereka. "Selamat pagi semuanya"

Shibisu memiliki mulut yang terbuka lebar saat matanya mengikuti Baam yang pergi ke dapur. Dia baru menutup mulutnya saat Hatz mengingatkan ada lalat yang sudah keluar masuk mulutnya beberapa kali. Evan hanya menatap sejenak sebelum kembali pada pekerjaannya sendiri, membangunkan Urek yang masih tertidur. Diam-diam sepemandu itu bersyukur Yuri masih tidur tapi di kejutkan saat melihat pintu kamar sang Putri Zahard itu sudah terbuka dengan Yuri berdiri di celah pintu dengan tatapan terkejut seperti yang lainnya.

Yah, Yuri sebenarnya bukan masalah besar. Putri yang satunya adalah masalah sebenarnya. Evan melihat kesekeliling tidak mendapati keberadaan Endorsi hingga dia bernafas lega. Baguslah si bungsu Zahard satu itu belum terbangun.

"APA YANG KAU KATAKAN TADI BUAYA?!" suara teriakan kerasa Endorsi terdengar mengelegar menutupi suara pintu kamarnya yang dibuka kasar hingga terbanting keras.

Apa aku terlalu cepat untuk bersyukur? Batin Evan menghela nafas lelah.

Khun mengutuk pelan saat dia menyiapkan kopi untuk dirinya sendiri. Dia terus mengutuk Rak yang mandi di temani gedoran pintu keras dari Endorsi yang berteriak bertanya. Hwaryun kebetulan adalah orang yang sudah sejak awal berada di dapur, nampak tengah membuat sandwich untuk dirinya sendiri sebagai sarapan.

"Pagi yang meriah sekali." Sapa si pemandu merah membuat Khun semakin menambah kata-kata kutukannya, menyesap kopinya sedikit mencoba untuk menenangkan diri. "Bagaimana menurutmu? Babak ketiga untuk pertarungan kereta ini?" tanya Khun saat dia lebih tenang.

"Aku tidak merasa ada hal yang penting, jalan yang aku lihat untuk Viole semuanya bersih. Dia akan berhasil bagaimanapun juga."

"Aku tidak menanyakan apa akhir dari semua ini, aku menanyakan prosesnya!" Khun menatap Hwaryun skeptis. "Maaf saja, aku benar-benar tidak bisa mempercayai perkataanmu!"

Hwaryun mengangkat bahu acuh, "Itu juga yang dikatakan oleh dirimu 6th yang lalu."

Gerakan Khun yang hendak meminum kembali kopinya terhenti, menipiskan bibirnya saat dia meletakkan cangkir kopi di meja. "Bagaimana aku bisa,..."

Pertanyaan Khun tidak diselesaikannya saat Baam memasuki dapur. Pemuda irregular itu mengukir senyum saat melihat Khun sebelum kemudian dia melihat Hwaryun. "Sarapan sendirian lagi, Nona Hwaryun."

"Aku tidak ingin sarapan dengan suara teriakan para putri di meja makan. Aku lebih suka menontonnya dengan tenang."

Baam tertawa mendengar ucapan pemandu-nya itu. Hwaryuun tidak tinggal lama, gadis pemandu itu membawa sandwich yang telah dia buat ke kamarnya sendiri. Meninggalkan Baam dan Khun yang mengisi kembali cangkir kopi-nya. "Kau ingin kopi juga, Baam?" tawar Khun.

"Tidak terima kasih." Baam membuka lemari es mengambil beberapa bahan disana, "Aku akan membuat sarapan untuk semua, keberatan jika membantu ku?"

Khun menghabiskan kopinya saat dia mengangguk acuh. Shibisu datang memberanikan diri setelahnya, ikut membantu menyiapkan sarapan.

Dan seperti yang dikatakan oleh Hwaryun tadi. Sarapan pagi itu sangat penuh dengan drama. Terlebih dari Endorsi yang Baam mulai khawatir apakah tenggorokan gadis itu tidak sakit mengingat Endorsi sama sekali belum menyentuh gelasnya. Yuri dengan wajah seriusnya menanyakan Rak ataupun Khun beberapa hal bersamaan saat dia berteriak mengancam Endorsi untuk diam yang hanya membuat Endorsi semakin keras berteriak keras.

Singkatnya, pagi itu benar-benar sangat kacau.

.

.

.

Tbc~

Huhuhu, episode 3 tadi malam benar-benar dah aku semakin dapat feelnya masa lalu Khun. Ah readers sendiri udah pada nonton kan?! Udh dong pasti, yang belum mungkin pen download Batch yak. Lagian rencananya juga anime ToG juga hanya sampai 13 episode doang.

Yang ini gemesin banget liatnya berkali-kali💕

Btw sumpah di episode 3 ini digambarin banget bagaimana Khun mulai protektif ama Baam. Aduh aku gemes, apa lagi pas liat yang ini nih!

Before

After 💞

Before-After yang kerasa banget! Aku pen teriak!! Tapi ngak bisa karena aku nontonnya tengah malam. Hehe

Berharap anime ToG ini berhasil jadi pihak studionya mau ngelanjutin hingga season 3 karena aku pen banget liat perubahan Baam disana. Aku pen liat After yang ini ih! Pen liat banget tuh Rachel diganti ama Khun!!

Sumpah aku pen liat perubahan nya!!😭


Ya udah segitu aja berhubung aku mau lanjut ngetik yang lain juga. Happy reading dan jangan lupa vote dan sedekah komennya yak.

Kamis, 16 April 2020

01.40 am

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top