[8]
***
"Tuan Viole,..."
"Kau ingin kopi, Khun? aku akan menyiapkannya."
"Tuan Viole, aku..."
"Apa kau ingin tambahan gula atau susu? Aku bisa saja,..."
"Jue Viole Grace!"
Seru Khun memotong ucapan Baam. Wajah pemuda biru itu dingin dan serius saat dia menatap orang lain, tatapannya menuntut perhatian. Ini adalah hari ketiga setelah Baam datang mengeluarkannya dari sel. Dan selama tiga hari ini Khun ditahan di sel barunya. Kamar Baam.
Walau mungkin Baam memberinya lebih banyak privasi karena sang Slayer itu memutuskan untuk selalu tidur di sofa. Khun sama sekali tidak merasa nyaman. Itu karena dia tetap tidak di izinkan keluar dan tidak peduli berapa kali dia mencoba dia tidak bisa menghubungi orang-orang di pihak Zahard lewat pocket. Dia ingin meretas keamanan di sini dengan lighthouse supaya bisa kabur. Tapi Baam hampir tidak pernah meninggalkan sisinya selain saat dia harus menggunakan kamar mandi. Dan itupun Baam akan menunggu di luar pintu.
Bahkan walau terkadang Baam pergi keluar untuk mengurus masalah FUG, akan ada Wangnan atau kalau tidak Hwaryuun yang akan datang menemani –mengawasi.
"Tuan Viole, apa begini caramu memperlakukan musuh mu? Apa kau menikmati bermain-main dengan cara seperti ini?"
"..."
Khun mendengus jengkel, "Apa yang kau inginkan dariku? Informasi atau sesuatu yang lain? jika tidak ada maka seharusnya..."
"Apa kau tidak bisa memanggilku dengan namaku lagi?" potong Baam, manik emasnya menghujam menatap manik kobalt Khun. "Apa kau harus memanggilku dengan sebutan 'Viole' tiap saat?"
"..." Khun terdiam sejenak, jelas dia mengerti apa yang dimaksud Baam, Tapi Khun malah berkata, "Lalu apa? Kau ingin aku memanggilmu dengan gelarmu? Beast?"
"Khun!"
"Kenapa kau menahanku? Itu adalah hal yang ku ingin kau jawab sekarang."
"Apa aku tidak di izinkan? Apa kau ingin aku mengambil keputusan yang sama sepertimu dengan mengirimmu pergi? Jauh dari ku?" suara Baam sedikit naik saat menanyakan pertanyaan terakhir, dia berdiri dari duduknya menatap Khun serius.
"Ya! Jika kau tidak berencana membunuhku maka kau harus melepaskanku!" jawab Khun tegas, sama sekali tidak merasa terancam saat Baam berjalan lebih mendekat padanya. "Kenapa kau menahanku disini? Apa kau berpikir aku ini mainanmu? Aku lebih suka menusuk mati diriku sendiri dari pada menjadi mainan!"
"Khun Aguero Agnes!"
"Jue Viole Grace! Kau harus melepaskan aku!"
Tangan Baam baru saja terangkat hendak menarik Khun saat suara ketukan di luar menyentak. Menoleh cepat dia melihat pintu kamarnya terbuka pelan dan Wangnan berada di ambang pintu dengan senyum di paksakan. Jelas dia mendengar perdebatan mereka.
"Itu, maaf menganggu kalian berdua. Tapi Baam, Karaka dan Yamah tengah menunggu mu sekarang. Satu veteran FUG juga datang. Sepertinya ada diskusi penting." Wangnan mengutuk Hwaryuun yang seharusnya menyampaikan pesan ini tapi malah di tukar dengannya. Pantas saja gadis pemandu itu terlihat tersenyum tipis saat meminta Wangnan bertukar tugas.
"Aku mengerti, terima kasih Wangnan." Baam menghela nafas menekan emosi. Dia menoleh pada Khun yang lebih memilih membaca buku yang dibawa oleh Baam sebelumnya dari pada mengatakan hal lain. "Aku akan segera kembali."
"Aku lebih suka kau mengembalikan ku ketempat yang seharusnya." Sahut Khun acuh.
"Khun,..."
"Baam, tidak apa." Potong Wangnan memanggil sang Slayer, jangan sampai dia menjadi saksi bisu perdebatan dua orang mantan sahabat ini. "Aku akan menjaga Khun disini, kau bisa percaya padaku."
Baam menatap Wangnan ragu, tapi dia tidak menprotes lebih lanjut saat dia mengangguk setuju. Meninggalkan Khun yang acuh tak acuh dengan buku di pangkuannya bersama Wangnan yang akan tetap berjaga-jaga di pintu. Mata kobalt Khun melirik kepergian Baam sekilas sebelum kembali kebacaannya, mengabaikan keberadaan Wangnan di sana.
***
Setelah perdebatan itu, suasana keduanya jauh lebih canggung dari sebelumnya. Walaupun Baam masih perhatian seperti sebelumnya, Khun jauh lebih sedikit memberi respon. Pemuda biru itu lebih banyak diam dan lebih tenggelam dalam bacaannya, mengabaikan Baam.
Baam mencoba memperbaiki hubungan mereka dengan mengajak Khun berkeliling tapi reaksi yang didapatkannya jauh lebih dingin yang dia duga.
"Berkeliling? Oh, kau ingin memamerkan peliharaanmu ini ke seluruh pulau. Bagus sekali." Ucap Khun saat itu menatap Baam dingin nan tajam.
Baam mencoba menjelaskan bahwa bukan itu maksudnya, tapi Khun terus mengabaikannya. Dan malah balik bertanya, "Lalu? Kau ingin membiarkan ku mengambil sebanyak mungkin informasi di tempat ini sebelum memulangkan ku ke Istana Zahard, begitu?"
Baam hilang akal. Dia tidak bisa mengajak Khun berbicara dengan baik. Membuat Baam sendiri sadar kalau dimasa lalu adalah Khun yang mencari topik dan selalu mengajak Baam dalam suatu pembicaraan. Baam tidak pernah benar-benar berinisiatif dulu, dia terlalu sering mengikuti arus dimana Khun atau pun Rak memimpin percakapan.
Itu adalah pagi ke-lima setelah keluarnya Khun dari sel. Karena pengaruh lantai tempat Istana terapung milik FUG itu terletak di lantai dimana Administrator nya sangat menyukai senja. Langit di sana selalu saja berwarna merah sedikit orange khas senja hari tidak peduli itu siang atau malam. Mengharuskan semua orang untuk selalu melihat waktu di pocket mereka sendiri.
Baam meregangkan tubuhnya yang kaku akibat terus tidur disofa belakangan ini. Walau sofa itu sendiri memang empuk, tetap saja tidak nyaman karena tidak dapat menampung tubuhnya secara menyeluruh. Seharusnya dia menempatkan sofa yang lebih besar sehingga bisa digunakan untuk tidur lebih nyaman.
Melihat ke ranjangnya. Dia mendapati Khun masih tertidur. Yah, memang ini masih terlalu dini untuk bangun, jadi wajar saja Khun masih tidur. Lagipula Khun sering bergadang dan tidur larut. Pemuda biru itu selalu menghindari agar dia tertidur lebih dulu. Mungkin khawatir Baam akan melakukan sesuatu.
Senyum sendu terukir di wajah Baam. Dia merindukan hari-hari saat dia masih menaiki menara dengan Khun dan juga Rak. Walau tidak selalu mereka rukun, setidaknya hubungan mereka masih baik tidak peduli pertengkaran apa yang terjadi. Tapi di saat sekarang itu adalah mimpi, bahkan apa yang terjadi di masa lalu hanyalah ilusi.
Baam sudah tidak tahu lagi. Apakah semua kekhawatiran Khun dimasa lalu padanya hanyalah sebuah kepalsuan? Apakah semua kesulitan yang mereka lewati bersama hanyalah sebuah rencana? Apakah hubungan persahabatan mereka selama beberapa tahun itu hanyalah sebuah kedok belaka?
Lalu apa? Bahkan walau Baam tahu itu hanyalah kepalsuan, dia sudah terlalu candu dengan kehangatan yang ditawarkan. Dia tidak bisa berhenti berharap bahkan walau kebencian dan kemarahan ada didalam hatinya, dua perasaan negatif itu seakan hanya angin lalu tidak mempengaruhi kerinduannya akan kehangatan.
Baam mengusap lembut surai panjang milik Khun, merasakan perasaan halus saat helaian rambut sewarna es melalui jemarinya. Baam tidak berencana membuat Khun bangun. Dia tidak tega, disaat yang sama dia juga tidak ingin melihat mata kobalt itu memandangnya dingin.
"Setidaknya aku yakin, kau masih mempedulikan ku. Bahkan walau itu sedikit." Guman Baam saat tangannya membelai pipi Khun. Merasakan betapa lembut dan halusnya kulit orang lain. Sangat aneh dimiliki untuk seseorang yang hidup di kemiliteran yang keras dan kasar. Tapi itu tidak aneh jika dilihat dari garis keturunan. Lagipula keluarga Khun selalu terkenal dengan keindahan dan kecantikan rupa mereka.
Mungkin merasa terganggu dalam tidur. Alis Khun sedikit mengerut saat dia bergerak sedikit. Kelopak mata itu perlahan terbuka menampilkan mata kobalt yang masih linglung belum fokus. Berkedip beberapa kali hingga dia sedikit terjaga melirik Baam dengan mata setengah mengantuk.
"Baam, tidurlah. Ini masih dini,..." guman Khun di tengah kesadarannya. Tidak menyadari respon diam Baam yang membeku terkejut, tangan ramping yang seputih giok itu terulur. Membelai sisi wajah Baam saat senyum malas terukir di wajah Khun yang masih nampak mengantuk. "Istirahatlah, ujian lantai nanti masih lama."
"... baik." Baam berusaha untuk tidak tersedak.
Itu hangat. Terlalu hangat untuk diabaikan. Bahkan walau itu adalah sesuatu yang dilakukan oleh Khun secara tidak sadar. Baam tidak bisa begitu saja menoleh acuh bersikap itu tidak pernah ada.
"Kau akan bersama ku saat ujian kan?" Baam bertanya pelan, mendekatkan wajahnya pada orang yang masih setengah tidur. "Kau tidak akan meninggal kan aku lagi kan?"
Hanya gumanan tidak jelas yang menjadi respon. Khun masih mengantuk, kesadarannya masih belum semuanya terkumpul sehingga dia mengigau. Tidur mengancam akan mendatangi nya lagi saat kemudian dia tersentak bangun dengan paksa. Hangat nafas Baam menyapu wajahnya cukup untuk mengembalikan rasionalitasnya.
Mendorong Baam menjauh, Khun segera turun dari ranjang. Tubuhnya kaku saat dia mengingat apa yang barusan dia lakukan membuatnya tidak mau menatap Baam langsung.
Baam yang terdorong cukup kuat tampak juga terkejut, menatap Khun yang membelakanginya dengan sedikit sedih. "Khun,..."
"Aku akan kamar mandi, maaf merepotkan mu." Potong Khun saat dia langsung melarikan diri ke kamar mandi. Meninggalkan Baam sendiri dengan perasaan hampa.
Baam membenamkan wajahnya ke bantal. Merasakan bagaimana aroma miliknya di sana sudah hampir menghilang di gantikan aroma Khun. Dia ingin selalu seperti ini, dan akan lebih baik jika Khun bersikap ramah padanya. Tapi itu hanya sekedar angan-angan. Seberapa keraspun dia mencoba untuk membangun kembali hubungan baik dengan Khun, semua itu berakhir sia-sia.
Bahkan walau Khun masih memiliki sedikit kepedulian pada Baam, itu benar-benar hanya mementingkan nyawa Baam saja. Khun tidak terlalu peduli dengan bagaiamana Baam menjalani kehidupannya atapun bagaimana perasaan sang Irregular. Dia benar-benar hanya peduli akan hidup dan mati Baam saja. Tidak lebih dan tidak kurang.
Suara ledakan keras terdengar disusul dengan guncangan keras. Baam sontak bangun dan mencari Khun yang juga tampaknya bergegas keluar setelah mengenakan pakaian lengkap. Tatapan penuh tebakan saling bertemu di udara hingga pintu kamar terbuka menampilkan Rachel yang tampak terengah-engah.
"Baam! Pasukan Zahard datang!"
.
.
.
Tbc~
Jujur aku ngk menyangka cerita satu ini banyak peminatnya juga, dan mungkin aku harus memperingatkan (slow update) di judulnya ya karena cerita ini sejujurnya paling berat bagi aku karena harus mikirin strategi perang ini itu.
Yah tentu di draft sendiri cerita ini udh cukup panjang, tapi aku ngk yakin bakal bisa bikin lanjutannya dalam waktu cepet. Harap maklumi juga. Ini hard lho genre nya bagi aku yg seorang fans Khun tapi malah bikin fanfic kayak gini.
Sungguh ujian sekali.
23 April 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top