[17] I Want To Like the Past
***
Koridor itu luas dan besar. Selain beberapa ranker yang tampak menjadi prajurit yang berjaga di tiap sudut, hanya ada beberapa penerangan di dinding. Sepi dan lengang membuat suara tapak sepatu terdengar begitu jelas.
Sosok Marshal kebanggaan sang Raja Menara berjalan dengan wajah dingin, menyusuri koridor besar tersebut. Langkahnya berhenti hingga di sebuah pintu besar yang megah. Membiarkan penjaga di pintu tersebut mengumunkan kehadirannya sebelum masuk saat pintu tersebut terbuka.
Itu adalah ruangan besar yang luas. Sebuah altar terletak tinggi di ujung sana. Tampak sosok dengan rambut kuning keemasan duduk disana dengan sikap malas namun tidak menutupi keagungan dan dominasinya. Dirinya memberi hormat pada sosok yang tampak tertidur tersebut, mengabaikan kehadiran sosok lain di ruangan tersebut.
Edhuan mendengus geli saat menyesap anggung miliknya, "Seperti biasa, kau tampaknya tidak ingin menyapa 'Ayah'mu , Putra-ku sayang."
Menahan jengkel dan keinginan untuk mengirimkan delikan benci pada sang Ayah. Khun bangkit diam, menunggu apa yang hendak di katakan oleh sang Raja Menara, Zahard.
Zahard tampaknya juga tak ingin repot-repot mengurusi temannya yang satu itu. duduk bertopang dagu malas saat mata emasnya yang bercahaya bak makhluk immortal menatap Khun menyelidik. "Aku dengar, pihak FUG berhasil di pukul mundur. Oposisi mereka di menara melemah dan sekarang tak lebih sebagai organisasi bisnis yang besar saja."
Khun melipat kedua tangannya di belakang, bersikap siap dan tegas.
"Kau berhasil menekan mereka, pemberontakan juga semakin menurun tiap harinya. Bagus sekali, bahkan jumlah regular yang bertahan hidup meningkat walau jumlah yang berhasil lulus masih kecil seperti sebelumnya."
"Untuk lulus ujian agar berhasil melewati lantai selanjutnya, itu diharuskan pada kemampuan Regular itu sendiri. Kita hanya memastikan sarana ujiannya saja. Bagaimanapun, kita membutuhkan Ranker yang berkualitas." Ujar Khun datar. Zahard mengangguk paham, "Kau benar, kondisi ujian Menara sekarang jauh lebih baik. Aku hampir berpikir kalau masa-masa saat aku masih menaiki menara terjadi lagi."
"Pfft, maksudmu saat-saat kita menaklukan menara? Pada saat itu kita melewati ujian dari Administrator tiap lantai, dan ujiannya jauh lebih sulit."
Zahard melirik Edhuan datar, "Yang aku maksudkan bukan kesulitan ujiannya, tapi bagaimana ujian itu berjalan. Kau tahu pasti apa yang aku maksudkan."
Kepala Keluarga Khun itu hanya mengangkat bahu acuh, mata ungu mudanya menatap salah satu 'putra' nya lekat. "Aku lihat, kau tampaknya masih belum mengambil langkah serius untuk menghadapi Putra Arlene."
Khun, "......"
"Dia semakin kuat, sejak dia memiliki title Slayer secara resmi setelah mendapatkan statusnya sebagai seorang Ranker. Semakin sering dia terjun ke medan perang, kekuatan nya semakin kuat dan semakin tumbuh. FUG mungkin melemah, tapi Dewa mereka sendiri semakin kuat." Memutar gelas anggur di tangannya, Edhuan menatap Khun serius.
"Katakan, Putra-ku Aguero, bagaimana kau akan menghadapi monster yang mengancam menara ini?"
***
Shinsu berderak liar. Puing-puing dari kapal yang hancur tampak melayang di udara bersama dengan mayat para prajurit dari kedua belah pihak.
Baam menatap pemandangan itu datar. Memberi arahan untuk segera mundur.
Pertempuran besar-besaran hampir tidak pernah terjadi lagi di menara sejak Khun menjadi seorang Marshal. Tapi 'hampir' berarti bukan berarti tidak ada.
Khun Maschenny Zahard. Putri Zahard yang dulu menangkap mendiang Guru-nya, Jinsung Ha, adalah pihak yang menginginkan perubahan. Dan dia ingin mencapai perubahan itu lewat pertempuran penuh darah. Hal yang kemudian membuat FUG tidak pernah absen memiliki pertarungan yang harus di lakukan.
Yamah lebih fokus mencari masalah dengan keluarga Lo Po Bia, khususnya Yasratcha. Beberapa Slayer lain masih tertidur atau tidak lagi tertarik untuk bertarung saat melihat kondisi menara saat ini. White sudah tewas di pertempuran Sarang. Meninggalkan Karaka dan Baam yang terkadang harus berhadapan dengan sang Putri Zahard dari keluarga Khun tersebut.
Walaupun tiap pertempuran itu menguras cukup banyak korban jiwa. Hal ini sama sekali tidak menggetarkan hati keras para petinggi Menara untuk terjun langsung kedalam medan perang. Mereka hanya mengawasi jalannya pertarungan dari balik layar sambil berpangku tangan.
Atau setidaknya begitulah yang beberapa orang pikirkan...
Memijat ruang diantara alisnya, Khun mencoba mengusir rasa pusing di kepalanya setelah membaca semua laporan yang dikirimkan kepadanya. Mengutuk gen suka bertarung 'ayah' nya yang mengalir terlalu kental di darah sang Putri Zahard, Maschenny. Dia sudah memutar otak mencoba berbagai pendekatan agar sang Putri berhenti melakukan tindakan gila yang hanya menambah korban jiwa di pihak mereka. Tapi tidak ada satupun yang berhasil.
"Kau tahu, A.A, aku bisa saja membunuh wanita itu sekarang."
Melirik ke samping, Ran tampak acuh menyesap minuman yogurt nya.
Itu memang benar. Setelah bertahun-tahun berkembang, Khun sangat yakin dengan kemampuan Ran sekarang dia bisa saja mengalahkan Maschenny. Hal yang ingin Ran lakukan sejak lama tapi selalu tertunda.
Khun sebenarnya sangat tidak mempermasalahkan jika Ran membunuh Maschenny sekarang. Hanya saja, Ibu Ran yang juga merupakan ibu Maschenny merupakan istri paling berpengaruh di keluarga Khun. Posisinya bukan main-main dan Khun sebisa mungkin tidak ingin terlibat dengan intrik wanita berbisa itu.
Jika Ran benar-benar membunuh Maschenny, dipastikan wanita itu akan menyalahkan Khun yang mencuci otak putra nya. Lebih buruk menuduh Khun diam-diam berkoalisi dengan FUG untuk melemahkan pihak Zahard dengan menyingkirkan salah satu Putri Zahard yang kuat.
Pada saat seperti itu, Khun hanya akan semakin di pusingkan dengan banyaknya masalah yang akan di timbulkan oleh wanita itu.
Tidak!
Cukup dia pusing dengan masalah FUG dan Baam. Dia tidak ingin menambah beban pikirannya yang lain dengan menambahkan masalah keluarga nya juga!
Malam di lantai itu datang saat sang Administrator mewarnai langit buatannya dengan warna biru gelap kehitaman. Hanya ada sedikit cahaya dari bola shinsu di atas langit yang sama sekali tidak berguna.
Baam baru saja menyelesaikan mandi nya saat dia dikejutkan dengan keberadaan Rachel di kamarnya. Menutup pintu di belakangnya, dia berjalan menghampiri sambil mengusap rambutnya yang masih basah. "Rachel, ada apa? Apa para tetua membuat mu dalam masalah lagi?"
Gadis berambut pirang itu tersenyum lembut sambil mengeleng pelan. Mengambil alih handuk dari Baam, membantu sang Irregular mengeringkan rambut kastanye panjang tersebut. "Semua baik-baik saja, walau memang para tetua itu menyebalkan, aku masih bisa mengurus mereka."
Baam berguman dengan senyum di suaranya, "Seperti yang di harapkan dari Rachel, kau benar-benar hebat."
"Ya, tapi aku masih tidak sehebat Khun di hati mu, benar bukan?"
"...Rachel?"
Meletakkan handuk tersebut di nakas, Rachel menatap Baam serius. "Baam, aku mengerti kalau kau masih tidak mempercayai ku sepenuhnya, aku juga mengerti kalau kau masih memiliki harapan pada nya, bagaimanapun, dibandingkan dengan ku, kau sudah melalui banyak hal dengan bajingan biru itu. Tapi Baam, kau tidak bisa terus seperti ini."
"..." menatap mata lemon sang gadis sejenak, Baam mengukir senyum tipis saat dia bangkit. "Apa para tetua membicarakan masalah ini dengan mu? Sepertinya mereka sangat perhatian, HwaRyun juga sebelumnya sudah memberi tahu hal yang sama."
"Ini tidak ada hubungannya dengan para tetua Baam, bahkan kalaupun benar mereka melakukannya ataupun tidak, aku masih akan mengingatkan mu!" ujar Rachel sembari mengikuti kemanapun Baam melangkah. Irregular dengan rambut kastanye itu menolak menatapnya sehingga Rachel hanya bisa melakukan hal itu untuk menunjukkan keseriusannya. "Dan kau bilang HwaRyun sudah mengatakan hal yang sama? Maka bukankah itu berarti ini masalah serius, Baam, kau tidak bisa begitu saja mengabaikan apa yang di katakan oleh dia, bagaimanapun dia adalah seorang pemandu!"
"Hm..."
"Baam! Serius, kau tidak bisa–"
"Rachel," memotong ucapan gadis pirang tersebut, Baam mengukir senyum kecil saat wajahnya menyiratkan kelelahan. "Aku lelah, pertarungan dengan Putri Maschenny tadi benar-benar menguras tenaga ku. Jika kau keberatan, aku ingin segera beristirahat."
Gadis itu tampak masih ingin membantah, tapi kemudian menghela nafas panjang saat mengukir senyum kecil. "Maaf, perkataan ku pasti semakin menambah kelelahan mu. Kalau begitu beristirahat lah, kau juga sudah terjun ke medan perang secara berkala, tidak ada salahnya untuk mengambil cuti untuk beristirahat. Aku rasa Karaka ataupun Wangnan bisa mengurus masalah yang lain selama absen mu."
"Hm, terima kasih Rachel."
"Selamat malam Baam, istirahatlah dengan baik."
KLEK—
Membaringkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Baam menghela nafas dalam sebelum berguling kesamping, memanggil pocket nya dan melihat-lihat pesan yang di terima.
Untuk My Cute Little Brother's Ex-Bestfriend
Hai disana, irregular kecil. Senang sekali kau menghubungi ku setelah sekian lama. Aku membaca pesan yang kau lewatkan kepada teman olahraga mu itu, dan harus ku jawab secara jujur, itu benar!
Adik ku yang manis itu memang berencana mengirim mu ke Wolhaiksong, organisasi netral yang tidak akan terikat dengan Zahard ataupun FUG. Dia sudah membicarakan ini sejak jauh hari sebelum kau di tangkap sebelumnya dengan Yuze. Jika rencananya berjalan lancar, kau akan tinggal bersama kami dan akan langsung berada di bawah pengawasan oleh Urek Mazino secara langsung. Kau akan menjadi bagian dari Wolhaiksong dan sepenuhnya tidak akan lagi terlibat dengan perang antara FUG dan Zahard.
Sayang sekali rencana itu tidak berjalan dengan baik. Dengan bagaimana adikku di culik oleh FUG dan kau yang berhasil kabur, rencana itu benar-benar berakhir sia-sia. Tapi yah, mengingat konflik antara Zahard dan FUG akhir-akhir ini sudah cukup mereda. Dan konflik yang ada lebih pada urusan bisnis, aku yakin adik kecil ku itu menganggap hal ini tidak lagi menjadi hal yang harus di pikirkan.
Kau juga, walau kalian memang benar masih akan menjadi musuh, setidaknya kalian sekarang tidak akan bertemu di medan perang penuh darah lagi. Itu sudah cukup kan.
––Blueberry
"... itu tidak mungkin cukup, aku ingin semuanya kembali seperti dulu." Guman Baam pelan, membuat pocketnya kedalam mode tak terlihat. "Aku ingin dia berada di samping ku lagi, sama seperti dulu."
.
.
.
.
.
TBC~
Hai, maaf ya FF yang ini agak terbengkalai, sebagai gantinya aku akan Double Up,
tapi sekali lagi aku ingatkan kalau sejak awal FF ini emang SlowUp jadi mohon pengertiannya ^^;
Happy Reading semua jangan lupa vote dan komen ya
26 Mei 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top