[13]

Pemandangan malam kota metropolitan dibawah tampak sangat indah dari tempat yang lebih tinggi. Itu jauh lebih menakjubkan daripada tempat pesta sebelumnya dilakukan. Tapi yah sama seperti halnya tempat tinggi lainnya, angin akan selalu berhembus lebih keras dan kuat.

Suara gema pakaian yang mengepak terhembus angin dan juga rambut panjangnya terbang tak beraturan sungguh sedikit menyebalkan. Khun tidak ingin rambutnya berantakan dan menghalangi pandangan, jadi dia sengaja memilih untuk berdiri menghadap arah angin dan menguncir rambut panjangnya dengan bandana biru yang selalu dia bawa.

Menghela nafas puas dengan hasilnya, Khun mengangkat pandangannya pada lawan bicaranya. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan sekarang?”

Terpisah beberapa meter jauhnya, Baam berdiri dengan selusin senjata terhunus mengancam disekelilingnya. Mata emas itu sejak awal tidak lepas menatap Khun di hadapannya. Sama sekali tidak mempedulikan bahaya yang mengancamnya.

“Bagaimana keadaanmu?”

“Huh? Kenapa aku mulai merasa itu adalah pertanyaan yang selalu kau ajukan tiap kali kita bertemu?” Khun menatap Baam sedikit mengejek. “Aku baik, apalagi yang bisa terjadi padaku.”

Mengabaikan respon tak ramah Khun, Baam tetap menyuarakan pertanyaannya dengan suara datar. “Darah itu,…”

“Ah, ini bukan darahku. Aku sama sekali tidak terluka jika itu yang kau pikirkan.”

“Aku tahu,” Baam menjawab langsung, kakinya melangkah mendekati Khun dengan langkah pelan. “Aku hanya penasaran, kenapa kau masih belum membersihkannya? Kecintaanmu akan kebersihan sedikit unik, aneh melihatmu bertahan dengan kondisi berlumuran darah dalam waktu lama.”

Khun sangat acuh saat dia mengibaskan tangannya, “Bukan urusanmu tentang hal itu, apa hanya itu yang menjadi tujuanmu untuk berbicara dengan ku sekarang?”

“Tidak, tentu saja tidak.” Baam menghentikan langkahnya saat salah satu pedang yang mengancamnya tadi maju membuat goresan merah di leher. Melihat masih ada jarak beberapa meter kurang antara dia dan Khun, Baam sedikit tidak puas dengan jarak yang cukup jauh ini.  “Aku ingin bicara tentang hal lain, ini terkait dengan masa lalu.”

“Oh sudah kukatakan aku tidak ingin bernostalgia-…”

“Kau tidak ingin karena kau merasa bersalah?”

“……”

“Apa aku benar? Kau selalu memanggilku dengan panggilan formal seperti ‘Tn. Viole’, tidak pernah sekalipun kau memanggilku dengan namaku.” Baam mengunci tatapannya dengan mata kobalt itu, “Itu karena kau merasa bersalah, kau merasa bersalah pada ‘Baam ke- 25’. Karena itu kau selalu memanggilku dengan nama ‘Tn. Viole’.”

Khun menatap Baam dengan tatapan menyelidik saat dia kemudian mengalihkan pandangannya kearah kota dibawah. “Aku tidak mengerti apa yang bicarakan. Kau sendiri tahu aku adalah makhluk berhati dingin, aku tidak akan merasa bersalah akan semua tindakanku.”

“Mungkin kau mencoba membohongi diri mu sendiri, sama seperti dulu kau membohongi dirimu sendiri akan motif Rachel mendorongmu. Membohongi dirimu dan terus menerus mengejarnya.”

Baam menggepalkan tinju di kedua sisi tubuhnya, “Tapi itu nyata, Rachel pada akhirnya benar-benar memiliki alasan yang baik dan berniat melindungiku!”

“Ya, itu nyata.” Aku Khun enteng, “Tapi saat ini pengkhianatan dan semua sikapku padamu juga nyata. Tidak ada akting tidak ada lagi kebohongan. Ini adalah kenyataan.”

“Khun, aku,…”

“Kau mungkin memaafkan ku, dan aku yakin semua orang akan mengikuti apapun pilihanmu.” Potong Khun acuh memainkan anting biru di satu telinganya, “Tapi dikemudian hari, akan sampai waktu dimana kau muak dan benar-benar membenciku. Sama seperti kau yang membenci dan berniat membunuh Rachel setelah beberapa kali tindakannya yang membuatmu kecewa, kau juga akan begitu pada ku setelahnya.”

“Aku tidak!” seru Baam keras, maju mendekati Khun tak mempedulikan selusin senjata yang mengancamnya. “Aku tidak akan membenci mu, aku tidak pernah bisa.” Karena kau adalah teman pertamaku, orang pertama yang menawarkan pertemanan dengan ku di menara ini.

“Kau akan, Tuan Viole, sekuat apapun kau menolaknya.” Khun menjawab masih sama acuhnya, mata kobalt itu bahkan sedikit bersinar dengan ejekan. “Bukankah kau mencoba membunuhku di medan perang beberapa bulan lalu? Itu adalah buktinya.”

Nafas Baam sedikit tercekat, rasa bersalah menjalar keseluruh tubuh saat mengingat darah Khun yang tumpah dan tubuh ramping itu jatuh. “Aku tidak berniat begitu, aku hanya berpikir untuk membuatmu lengah sehingga yang lain bisa melarikan diri,…” gumannya pelan membela diri.

“Dengan sengaja menggunakan kekuatan sebesar itu? Sepertinya kau terlalu menyanjung kemampuan ku untuk bisa menahan kekuatan luar biasa milik anda, Tuan Viole.” Khun menatap Baam yang sekarang berlumuran darahnya sendiri, sang Slayer tampak tidak mempermasalahkan semua luka yang ditimbulkan dari selusin senjata yang mengelilinginya. “Kau menggunakan kekuatan sebesar itu membuktikan bahwa di kedalaman hatimu, kau ingin agar aku mati. Itu tidak akan butuh lama sampai kau menyadari dan benar-benar berniat untuk membunuhku.”

“Aku tidak, kenapa kau tidak percaya.” Baam menundukkan kepalanya rendah, wajah sang slayer membawa udara seperti anak yang dianiaya. Dimasa lalu Khun selalu lemah dengan tampilan itu, dengan segera akan mengabulkan apapun keinginan Baam ketika Baam membuat tampilan begitu.

Tapi dimasa ini, Khun sama sekali tidak tergerak. Mata kobaltnya dengan dingin mengawasi Baam, pegangannya terhadap belati di tangannya sama sekali tidak dilonggarkan. Selalu awas akan setiap perubahan.

Tiba-tiba, Baam mengangkat wajahnya, menatap Khun dengan mata emas yang berkilau dengan tekad yang jelas tidak akan bisa digoyahkan setelah keputusan di buat. “Kalau begitu ayo bertaruh, kita lihat apakah aku benar-benar akan membencimu di masa depan atau tidak.”

“Betapa kekanak-kanakan, untuk apa bertaruh pada sesuatu yang sudah pasti.” Ejek Khun.

Dia berbalik baru saja melangkah hendak pergi saat tiba-tiba Baam menangkapnya. Memeluk Khun erat dari belakang. “Kita bertaruh, oke?”

Suara slayer yang digadang-gadang memiliki kekejaman dan akan membawa perubahan di menara itu terdengar memohon, seperti seorang anak yang takut di marahi lebih lanjut. Dari balik pakaiannya Khun bisa merasakan hangat, bukan karena suhu tubuh Baam tapi karena darah Baam yang merembes hingga bercampur dengan noda darah yang sejak awal sudah menodai pakaian Khun.

Sesuatu terasa bergolak panas di tubuh Khun , dan dia tahu itu bukanlah ulah ikan api. Sesuatu itu terasa panas tak terkendali berkumpul pada satu pusat, membuat dirinya merasa lemas. Sialan, racun itu masih belum reda juga!

Menghirup nafas dalam menenangkan diri, Khun mencoba melepaskan pelukan Baam. Tapi semakin dia mencoba semakin Baam mengetatkan pelukannya. Yang juga semakin membuat panas dalam tubuhnya terasa membara. “Tuan Viole, lepaskan aku!”

Baam menyandarkan kepalanya di bahu Khun, menggeleng menolak untuk mematuhi. “Tidak sampai kau berjanji.”

“Tuan Viole, aku musuhmu jadi berhentilah bermain-main!”

Khun menggeliat mencoba membebaskan diri, dia terus memberontak tapi kekuatan fisiknya jauh dibawah Baam. Efek racun yang sebelumnya sudah reda sementara juga membuat dia semakin lemas. Kakinya terasa seperti jeli tidak bisa menahan, lemas dan tak bertenaga.

“Khun, kau baik-baik saja?” suara Baam halus terdengar khawatir. Pegangannya pada Khun mengerat, menahan agar pemuda biru itu tidak jatuh.

“Tidak, Tuan Viole, lepaskan aku, aku harus pergi.” Nafas Khun mulai terasa tersumbat, dia mulai terengah-engah. Perlawanan secara perlahan semakin melemah hingga dia benar-benar kehilangan kekuatan sepenuhnya. Bersandar pada Baam. “Lepaskan aku,…”

“Kau tidak terlihat baik, aku akan membawamu untuk beristirahat. Oke?” pujuk Baam, melihat mata kobalt itu menatapnya dengan peringatan Baam kembali bersuara. “Tak apa, aku tidak akan membuat kita menjadi topic pembicaraan lagi. Aku janji akan membawamu dan tidak akan ada yang tahu, aku juga tidak akan mengurungmu lagi, kau bisa pergi setelah kau merasa lebih baik.”

Mata kobalt Khun masih menatap Baam dengan peringatan di dalamnya, dia tidak ingin percaya tapi pengalamannya dan pengetahuannya terhadap Baam cukup membuat dia yakin bahwa Baam tidak membohonginya.

Pada akhirnya dia terlalu lemah untuk menolak. Membiarkan Baam mengendongnya dalam gendongan pengantin –yang mana Khun benar-benar akan menolak dengan keras jika dia memiliki kekuataan saat ini. dia tidak ingin menatap Baam secara langsung, jadi dia mengalihkan pandangannya sambil menutup matanya erat, bermain mati.

Membuat dia melewatkan seringai kemenangan di wajah Baam yang tersembunyi di bawah bayang-bayang malam.

“Ya, aku benar-benar tidak akan melakukan apapun. Selama kau tidak meminta, kurasa.”

.

.

.

.

.

.
Tbc~

04 August 2020
***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top