Night
***
Lantai 2 : Lantai Neraka EvanKhell
Baam berdiri gemetar.
Blackmarch ditangannya dipegang erat saat diarahkan pada makhluk bermata banyak yang tidak dia ketahui apa itu.
Dia harus bertarung. Dia harus bertemu Rachel bagaimanapun juga. Dan untuk itu dia harus bertarung. Bahkan walau berarti dia harus membunuh, dia akan melakukannya untuk bisa bertemu dengan Rachel lagi.
Tempat yang terang dengan langit biru yang selalu dia bayangkan selama berada di gua ada bersamanya sekarang, namun dia abaikan. Dia tidak memerlukan mereka. Dia hanya membutuhkan cahayanya. Dia hanya membutuhkan Rachel.
"Dengan pegangan yang seperti itu, kau bahkan tidak akan bisa menangkap satu kelinci."
Tekadnya baru saja dia tangguhkan, itu goyah saat mendengar suara dalam namun lembut seseorang. Menoleh kearah suara, mata emasnya sedikit membola.
Sebelumnya dia sudah bertemu dengan kecantikan. Bukan seorang namun dua. Pertama adalah wanita yang dipanggil sebagai Putri Yuri. Dia cantik dengan Surai hitam panjang dan mata merah. Kali kedua adalah seorang wanita yang tiba-tiba muncul dari Blackmarch. Dia juga merupakan kecantikan dengan surai kuning emas cerah yang sangat berbeda dengan surai kuning kusam Rachel.
Tapi tidak ada dari keduanya yang membuat Baam tertegun. Baginya mereka tidak bisa mengantikan betapa indahnya Rachel di hidupnya.
Tapi orang yang ini berbeda. Senyum di paras rupawan itu tampak sedikit mengejek geli menatap Baam. Mata kobaltnya dengan jelas memperlihatkan tawa.
Surai biru dengan kilau perak itu nampak mengalahkan indahnya langit biru yang sebelumnya dia abaikan. Mata sewarna batu permata yang dulu pernah Baam temukan di gua bersinar membawa kehidupan sang pemilik.
Walau Baam bisa tahu kalau pemuda biru itu tampak mengejeknya, tapi dia adalah orang yang membuat Baam hampir melupakan cahaya milik Rachel walau itu hanya beberapa detik saja.
"Siapa kau?"
***
Dia duduk di anjungan. Memeluk lututnya saat dia menatap orang-orang yang mencoba menembus barier yang disebut shinsu.
"Tuan Baam, bagaimana kalau kita membuat permainan?"
Baam menyanggupi, bermain dengan sang Ranker Lero Ro menebak siapa yang akan menebus barier lebih dahulu.
Mata emasnya menyusuri semua orang, diam-diam dibalik tekadnya untuk bertanya akan Rachel dia bertanya-tanya, kenapa Tuan Khun tidak ikut berbaris untuk masuk segera.
Baam berhasil seri menebak siapa yang akan masuk terlebih dahulu. Dia berterimakasih karena sang Ranker mau memberi dia kesempatan untuk bertanya.
Dan seperti tujuan asli, dia menanyakan tentang keberadaan Rachel. Tapi jawabannya membuat Baam kecewa. Rachel tidak ada disini.
Mengalihkan pertanyaan. Baam bertanya tentang menara dan Irreguler. Terkejut dan bingung karena dia adalah seorang yang berasal dari dunia yang berbeda dengan menara.
"Baam."
Panggilan itu menyentak Baam, dia berdiri melambai semangat saat senyum cerah terukir diwajahnya. Melupakan masalahnya sejenak. "Tuan Khun, Tuan Rak."
"Omong-omong Tuan Baam, sebaiknya kau tidak terlalu dekat dengan rekan sekelompok mu, Tuan Khun." Nasihat Lero Ro sebelum Khun dan Rak sampai menghampiri.
"Eh?"
"Dia berasal dari keluarga yang berbahaya, berhati-hati lah."
Lero Ro pergi dengan meninggalkan kata-kata itu. Membuat Baam sadar, dia tidak seharusnya terlalu naif. Dia harus mencari Rachel.
***
Baam menatap Khun lamat. Dia masih tidak mengerti kenapa Lero Ro menyuruhnya untuk berhati-hati pada Khun.
Tentu Baam sadar dengan kemampuan Khun yang lebih dari padanya. Dan dia juga sadar betapa manipulatif nya Khun karena Khun sendiri tampak tidak ingin menyembunyikan fakta itu.
Tapi Baam sama sekali tidak merasa ada bahaya di sana. Justru dia merasa lebih nyaman dan tenang. Bersama dengan Khun dan juga Rak, Baam merasa sangat senang dan tidak lagi merasa kesepian.
Khun adalah orang pertama di menara yang menawarinya pertemanan. Terlepas dari apa motif yang mengawali, Baam bisa melihat bagaimana setelahnya bocah biru itu benar-benar berniat mengantar Baam kepuncak menara.
Dengan Rak yang selalu mengomel ini itu, tim tiga anggota mereka menjadi lebih hidup.
Terlebih Khun adalah orang yang mau melompat membantunya di Crown Game saat Anaak mencoba membunuhnya. Baam tidak mengerti kenapa Khun mau.
Khun mengatakan itu karena dia ingin menaiki menara bersama dengan Baam dan karena dia berpikir Baam menarik untuk diajak bersama. Tapi Baam tidak merasa puas dengan itu. Baam tahu betul bagaimana dirinya. Dia lemah dan tidak tahu banyak. Dia hanya akan menjadi beban bagi tim. Khun seharusnya bisa mencari orang lain yang lebih baik.
Tapi disini lah mereka. Tetap bersama dalam satu tim. Baam masih belum mengerti, tapi dia sadar dia tidak ingin kehilangan hal ini.
***
Sebelumnya hanya lah kegelapan. Ditemani dengan kebaikan dari Rachel, hanya itulah yang Baam ketahui. Namun sekarang disini dia bertemu banyak orang baru.
Ada orang yang mau duduk bersamanya. Berbagi makan dengannya dan saling berbicara. Ada kelas dimana mereka saling membantu dalam pelajaran dan saling bercanda disana. Dan di setiap akhir hari, Baam bisa mendengar suara lembut nafas Khun yang tertidur di sampingnya. Mengingatkan dia tidak lagi sendiri.
Itu adalah kebiasaan. Kebiasaan yang entah sejak kapan Baam miliki. Walau mereka memiliki kamar masing-masing. Baam akan selalu berlari ke kamar Khun.
Alasan awal adalah karena dia ingin berbicara tentang menara. Dan kemudian berubah menjadi obrolan bebas seputar orang-orang yang mengikuti ujian bersama mereka.
Sering Rak akan ikut, tapi buaya itu tidak pernah tinggal terlalu lama. Memilih untuk tidur di kamarnya sendiri.
Hanya Baam yang tetap tinggal. Tidur di ranjang yang sama dengan Khun bahkan tanpa meminta izin. Khun tidak pernah mempertanyakan alasan pasti Baam. Membiarkan Baam tidur bersamanya.
Baam hanya tidak ingin tinggal sendiri di kamarnya. Itu seakan mengingatkannya akan kesendirian yang dia miliki.
Baam tidak tidur cepat malam itu seperti malam-malam sebelumnya. Dia termangu menatap orang yang tidur disampingnya.
Khun tidur berbaring membelakangi Baam dengan selimut menutupi hingga bahu. Lampu sudah dipadamkan sehingga kamar menjadi gelap. Tapi entah itu karena penglihatan Baam yang memang terbiasa dalam gelap karena hidup di gua selama awal-awal tahun hidupnya.
Baam melihat Khun masih tampak bercahaya dalam gelap. Rambut biru peraknya seakan berkilau lembut dalam gelap, kulit leher yang seputih giok itu nampak seakan disinari cahaya rembulan.
Jemari Baam bergerak sedikit karena ingin tahu. Menyentuh helaian biru perak membiarkannya melewati jemarinya. Itu lembut dan halus seperti yang terlihat.
Mungkin merasa terganggu dengan kontak yang tiba-tiba. Khun bergerak dalam tidurnya. Membuat Baam tegang karena takut.
Tapi, dia takut karena apa?
***
Baam tahu dia egois. Dia egois karena meminta orang-orang yang baru dia kenal untuk membantunya menaiki menara dengan Rachel. Meminta mereka mempertaruhkan nyawa dalam ujian hanya untuk Rachel. Baam sadar keegoisannya itu.
Namun apa dikata. Baam, walau dia peduli dengan kehidupan barunya, dia masih lebih peduli pada Rachel. Rachel lebih penting baginya daripada apapun. Lebih penting bahkan daripada udara dan makanan.
Dia senang saat Khun mengiyakan permintaan Baam dengan mudah.
Baam berlatih keras. Ditemani dengan Endorsi, Putri Zahard lainnya. Sama seperti Yuri, dia juga sangat cantik. Berkali-kali Endorsi menanyakan, kenapa Baam lebih memilih mengejar Rachel yang jelek. Berkali-kali Endorsi menyarankan agar Baam lebih baik mengejarnya (Endorsi) saja.
Berkali-kali juga Baam menolak dan menjelaskan betapa pentingnya Rachel untuknya. Dan jelas Endorsi sama sekali tidak puas.
Sejauh ini hanya Khun dan Rak menerima apa adanya penjelasan Baam. Bahkan walau Baam sendiri tahu Khun tampak tidak mengerti terlalu banyak alasan dari tindakan Baam.
***
Pelatihan FUG
Baam sudah mati.
Itu selalu Baam tanamkan dalam pikirannya sendiri. Karena Baam sudah mati di lantai ujian, dan jika Baam tidak mati dan terus berusaha untuk hidup, maka teman-teman nya yang lain lah yang akan mati.
Karena itu Baam setuju dan memilih untuk mati. Dia sekarang adalah Jue Viole Grace. Seorang calon pembunuh dari sebuah organisasi FUG.
Dia dilatih dan ada untuk dijadikan sebagai dewa. Itulah yang selalu di doktrin kan padanya setiap waktu. Tapi bagi Baam sendiri, dia hanya boneka. Boneka yang hidup karena keinginan orang lain. Boneka yang hidup untuk melindungi teman-temannya yang tidak mengetahui keberadaan nya sekarang.
Baam tidak dapat mengerti. Kenapa dari semua orang Rachel adalah orang yang mengkhianati nya. Kenapa Rachel menjual dirinya ke organisasi berbahaya ini. Apa hanya untuk bisa naik mencapai bintang?
Tapi Baam sudah berjanji akan membantu Rachel, dia sudah mengatakan kalau dia akan menjadi kaki gadis itu. Apakah bantuannya masih belum cukup?
Walau begitu, Baam ingin bertemu lagi dengan Rachel. Dia masih mempedulikan gadis itu diatas semua, dan dia juga harus bertemu dengan Rachel tak peduli apa. Dia ingin jawaban atas kenapa Rachel mendorongnya.
Dia harus mendapat jawaban langsung.
Menjalani hari dalam latihan yang menyiksa setiap waktunya. Menjalani hari dengan dirinya sekali lagi terjebak di tempat yang gelap. Kali ini ditambah dengan rasa sakit karena latihan paksa, dan ancaman pembunuhan yang mengancam tiap temannya.
Baam selalu mencoba dengan gila untuk bertahan. Berusaha menjaga kesadaran nya bahkan walau rasa sakit menyiksa seluruh tubuhnya.
"Kenapa kau begitu keras kepala? Apa yang ditawarkan oleh FUG sehingga kau begitu gila seperti ini?"
Jinsung Ha bertanya pada Baam yang berbaring di tanah. Bersimbah darah dengan semua luka ditubuhnya. Mata emas pemuda itu sedikit menerawang, jelas dia berada di ambang pingsan. Namun tetap dengan keras kepala untuk bangun.
Dalam kegelapan yang samar. Baam tiba-tiba merindukan langit. Merindukan biru yang walau hanya berlaku dalam waktu singkat sudah membuat Baam candu.
Merindukan biru yang menemaninya saat siang. Biru yang menemaninya di gelap malam.
Baam merindukan sosok biru itu.
"... Agu... ero..."
Jinsung baru saja melangkah pergi, hendak memanggil pihak medis saat langkahnya terhenti. "Kau mengatakan sesuatu?"
Jinsung kembali mendekati Baam. Diantara darah yang menodai wajah bocah itu, Jinsung mengidentifikasi adanya air mata disana. Baam mengigau akan sesuatu, tapi itu terlalu pelan.
Mendekatkan telinganya ke mulut Baam, Jinsung mendengar sebuah nama.
***
Baam tidak pernah peduli dengan orang lain selain teman lamanya dari lantai EvanKhell. Dia mencoba acuh seiring perannya sebagai seorang calon slayer.
Tapi kemudian itu sedikit berubah saat dia bertemu dengan Wangnan dan kelompoknya. Dia masih acuh, tapi dia kembali peduli pada orang lain. Sikap Wangnan yang peduli pada orang lain mengingatkan Baam akan masa lalunya.
Mereka membentuk tim bersama. Walau Baam tidak pernah menyetujui tapi dia juga tidak pernah menolak mereka yang mencoba masuk dalam hidupnya.
Tim itu sangat hidup dan meriah. Bahkan itu lebih heboh dibandingkan dengan Khun dan Rak yang selalu bertengkar.
Itu membantu Baam tidak lagi merasa terlalu kesepian. Membantu Baam merasakan kembali hangatnya bersama orang lain. Tapi ada saat yang sama juga menambah daftar orang yang ingin Baam lindungi.
Jinsung Ha menghela nafas lelah. Dia selesai menasihati -read:mengancam- Wangnan dan tim nya agar menjauh dari Viole. Melihat anak didiknya terbaring tak sadarkan diri benar-benar membuat nya frustasi.
Sudah cukup dengan tekanan untuk melindungi sekelompok teman lama, sekarang ditambah dengan sekelompok orang baru. Jinsung Ha ingin memangkas jumlah orang yang hendak dilindungi ini hingga Viole tidak lagi berusaha terlalu keras.
"... Ag... uer...o..."
Ah, nama itu lagi.
Rasa ingin tahu Jinsung Ha sudah lama terpecahkan. Sejak saat pertama kali dia mendengar Baam mengigau kan nama itu, Jinsung Ha langsung mengecek kertas list pertemanan Baam. Menemukan satu nama disana yang cocok.
Seorang Khun?
Itu aneh. Jinsung berpikir begitu. Bagaimanapun keluarga Khun merupakan keluarga paling apatis di menara. Bagaimana mungkin anak didiknya bisa terikat dengan orang seperti itu?
***
Tangan Arlene
Setelah bertahun-tahun dia akhirnya melihat Khun lagi. Tapi kenapa harus dalam situasi seperti ini?
Baam ingin berlari menghampiri Khun. Memeluk pemuda itu mengatakan kalau dia masih hidup. Tapi alih-alih melakukan nya Baam mengusir Khun segera namun Khun terlalu pintar untuk di bohongi.
Disaat dia dengan tegas mengikuti kemauan FUG. Wanita kelinci itu malah meledakkan bom, kembali pada kata-katanya.
Baam kacau. Dia tidak peduli dengan tatapan menyelidik dari Ran ataupun Novick. Dia hanya ingin berteriak keras.
Dia marah. Dia marah pada FUG yang tetap mencoba membunuh teman-teman nya padahal Baam sudah mengikuti keinginan mereka. Dia marah pada dirinya sendiri yang begitu lemah sehingga hanya bisa dikendalikan oleh mereka yang kuat diatasnya.
Baam hanya berharap agar Wangnan dapat menemukan Khun segera diantara reruntuhan. Pocket nya sudah sengaja dia tinggalkan bersama dengan Khun. Seharusnya itu tidak masalah.
Dengan kepribadian Wangnan, pasti Khun akan tertolong segera.
***
Lantai 30 : Workshop
"Kau memotong rambut mu, Baam?"
Nama itu, namanya yang sudah lama hampir dia lupakan. Setelah sekian lama, dia dipanggil lagi dengan namanya. Itu menyenangkan. Bam mengukir senyum saat dia memainkan kunci-kunci rambutnya yang sudah kembali dipotong pendek.
"Ya, bagaimana menurutmu?"
Khun memandang rambut pendek Baam, tangannya terulur ikut menyentuh rambut coklat itu. Pandangannya sedikit menerawang sebelum kemudian senyum tipis terukir di parasnya yang rupawan. "Hm, kau tampak lebih baik."
Khun baru saja hendak menarik kembali tangannya saat Baam menahannya. Mengenggam tangan ramping milik sang Lightbearer dan menangkup nya di sisi wajahnya.
Itu sejuk dan nyaman. Sama seperti yang dulu pernah Baam bayangkan. "Terima kasih, terima kasih sudah mau mendapatkan aku kembali. Terima kasih karena tidak menyerah pada ku."
"Baam,..."
"Kau tahu Tuan Khun, aku selalu merasa sepi. Bukan berarti aku tidak menghargai Tuan Wangnan dan yang lain. Tapi aku lebih nyaman bersama dengan kalian." Ujar Baam mengencangkan genggaman pada tangan Khun. "Aku selalu merindukan kalian semua, selalu merasa bersalah karena aku kalian dalam bahaya."
"Hm, aku mengerti. Tidak apa Baam, kami aman disini bersama mu sekarang." Bujuk Khun membiarkan Baam meringkuk dalam pelukannya.
***
"Kenapa kura-kura itu begitu jinak?" Tanya Rak melihat kepergian Khun dari ruangan.
Baam diam. Secara garis besar dia tahu kenapa. Dia sudah mendengar apa yang terjadi pada tim yang dibentuk Khun dari Dann dan Wangnan.
Baam mengerti kemarahan Khun pada Rachel. Baam tahu Khun akan melakukan apapun untuk membalas. Karena sedingin apapun Khun bersikap, dia sangat peduli pada mereka yang merupakan anggota timnya.
Karena itu Baam tidak mencoba menghentikan Khun, tapi Baam juga tidak akan membiarkan Khun membunuh Rachel. Bagaimanapun dia harus bertemu dengan Rachel. Dia harus mengetahui alasan dia didorong di masa lalu. Dia harus mengetahui kenapa dia dikhianati.
Jadi ini adalah tentang siapa yang cepat. Entah itu Khun yang lebih dulu menemui Rachel dan membalaskan dendam nya. Atau itu Baam yang menemui Rachel terlebih dahulu.
"Tuan Khun,..."
Sapa Baam saat memasuki kamar Khun. Dia tidak mengetuk karena dia tidak pernah mengetuk pintu Khun di masa lalu. Tidak dimasa lalu ataupun sekarang.
Khun tengah mengemasi barang-barang nya. Berbalik menatap Baam dengan senyum diwajahnya. "Ada apa Baam? Butuh sesuatu?"
Menggeleng pelan, Baam menghampiri Khun. "Apa kau harus pergi begitu cepat?"
"Lebih cepat lebih baik, aku ingin segera memutuskan ikatan kita dengan FUG."
Baam berguman sebagai persetujuan. "Mari, Aku bantu."
Keduanya mengemasi barang-barang milik Khun yang ternyata sangat banyak, mengejutkan Baam saat dia melihat beberapa model baju yang terlihat sama tapi begitu diperhatikan ada detail yang berbeda.
Itu selesai ketika hari sudah mulai gelap. Ehwa juga sudah memanggil untuk makan malam.
"Eh? Kau juga akan pergi Khun?" Wangnan bertanya terkejut. Mata dengan jelas menyiratkan kenapa Khun harus pergi secepat itu saat dia baru saja kembali bersama dengan Baam.
"Ini untuk mengurus kalian. Kereta Neraka memiliki stasiun pertamanya di lantai 35, kita harus menaiki menara dengan cepat. Dan kalian harus meningkatkan kemampuan kalian dengan tidak bergantung dengan Baam terus menerus." Ujar Khun menjelaskan acuh.
Wangnan tersenyum canggung saat Akraptor mewakili permintaan maaf yang lain. Sepanjang makan malam Khun mengatur orang-orang yang akan ikut dengannya, mengingatkan agar mereka bersiap-siap agar bisa berangkat pagi-pagi.
Baam berbaring di ranjang, menatap lekat Khun yang mencoba untuk tidur. Tapi tatapan intens Baam yang melekat padanya menahan Khun untuk tertidur.
"Ada yang ingin kau bicarakan Baam?"
Baam tertegun, mata emasnya menatap lekat mata kobaltnya yang berjarak dekat. Sudah lama sekali sejak mereka tidur bersama, dan Baam sejenak tidak terbiasa.
"Aku hanya khawatir saja, kau tidak akan menaiki menara bersama ku dan Tuan Rak. Padahal setelah sekian lama akhirnya kita bersama lagi."
Khun mengeluarkan tawa pelan saat mata Kobaltnya menatap Baam geli. "Tidak apa Baam, itu hanya satu tahun. Dan kali ini kita akan tetap terhubung dengan pocket. Hubungi aku ketika kau luang."
"Aku mengerti." Baam mengangguk patuh, membiarkan dirinya terbujuk untuk segera tidur setelahnya.
***
Arc Kereta Neraka
Rachel mendorongnya lagi. Dan kali ini tepat dihadapan teman-temannya yang lain. Baam tidak dapat mengerti. Dia hanya ingin menaiki bersama Rachel, membantu gadis itu untuk mencapai impiannya. Tapi kenapa dia ditolak?
Dia ingin menanyakan alasan kenapa Rachel melakukan itu, tapi sebelum pertanyaan meninggalkan bibirnya, Rachel sudah lebih dulu bersuara.
"Kenapa kau masih hidup, Baam? Seharusnya kau sudah mati."
Baam terlalu shock. Dia marah dan tidak terima kalau Rachel kembali pergi darinya. Samar-samar Baam bisa mendengar suara teriakan Khun. Memperingatkan Baam untuk tenang karena duri yang lepas kendali.
Baam tidak mendengar kan. Dia ingin membawa Rachel kembali bersamanya, dan hasilnya dia dorong jatuh. Lagi.
Sejak saat itu dia membenamkan dirinya dalam latihan dan terus berlatih. Mereka harus segera menaiki Kereta Neraka di stasiun Kuda Kayu. Waktu mereka tidak banyak.
Mungkin karena dia terlalu memaksakan diri, Baam pada akhirnya jatuh. Dia pingsan karena kelelahan dan efek buruk duri buatan itu semakin memperburuk keadaan.
Jinsung Ha datang tepat pada saat itu. Dia baru saja akan berbicara tentang keadaan kasar Baam saat matanya menangkap sosok pemuda berambut biru yang menyebutkan kejahatan masa lalunya.
"Oh kau anggota keluarga Khun, kau mirip sekali dengan ayah mu." Komentar Jinsung saat diam-diam dia mencatat kalau orang inilah yang sering di igaukan muridnya dalam ketidak sadarannya.
Pemuda biru itu tentu rupawan, bagaimana pun dia adalah keturunan langsung dari Khun Eduan. Tapi itu adalah hal yang wajar bagi keturunan 10 keluarga untuk tampak begitu cantik dan menawan.
Jadi Jinsung Ha tidak melihat hal yang spesial sama sekali pada diri Aguero. Atau mungkin, dia tampak spesial bagi Viole seorang.
***
"Aku yang maju, aku mendapat 10 Dallars." Ucap Khun memberitahu mereka semua. "Aku akan segera kembali Baam."
"Hm, hati-hati Khun."
Baam menatap kepergian Khun lamat sebelum kemudian mata emasnya beralih pada Rachel yang juga ikut turun.
Gadis gendut yang memakan lolipop -Baam lupa siapa namanya- mulai menyerang dengan ganas pada seorang pria yang dikatakan sudah membunuh anggota timnya.
Melihat kemarahan gadis itu karena kematian rekannya, Baam bertanya-tanya, apakah Khun juga semarah itu dan juga sama ingin membalas Rachel seperti yang dilakukan gadis gemuk itu sekarang.
Khun dan Rachel tampak diam tak bergerak. Keduanya tengah berbicara entah apa karena jaraknya begitu jauh Baam tidak bisa mendengarkan.
Tapi melihat raut wajah Rachel yang terlihat marah, Baam yakin Khun pasti mengatakan sesuatu yang menyinggung gadis itu.
Rachel mengatakan sesuatu dengan sikap tegas pada Khun, saat tangannya terangkat mengendalikan lighthouse kuningnya untuk menangkap sweetfish. Boro disisi lain sudah mengomel karena Khun tidak bertindak, membiarkan Rachel mengambil sweetfish dengan mudah.
Baam melihat bagaimana Khun tersenyum, mengatakan sesuatu tepat pada saat Lighthouse milik Rachel tidak bisa menahan dengan tepat. Sweetfish yang semua berukuran kecil tiba-tiba membesar dan bergerak mengamuk hendak menyerang Rachel.
Ikan itu sudah terkompresi.
Baam tanpa sadar hendak pergi ke sana membantu tapi dia menahan diri. Khun memiliki urusan dengan Rachel, jadi dia harus memberi Khun kesempatan untuk itu.
Ikan sweetfish itu berhasil Khun dapatkan dengan mudah setelahnya. Kembali ke tempatnya dengan ikan itu yang tiba-tiba menjadi jinak mengikuti Khun.
"Aku tidak tahu mengapa tapi dia mengikuti ku terus." Khun menghampiri Baam, berbisik dengan nada serius. "Aku tidak melakukannya karena dirimu Baam, aku tidak pasti di kesempatan lain. Mungkin aku benar-benar akan membiarkannya mati."
"Khun,..."
Terima kasih sudah memikirkan ku, dan maaf membuatmu harus menanggung amarah itu.
***
Arc Lantai Tersembunyi
"Khun, kau baik-baik saja?"
Rasa takut menyebar dalam hati Baam. Melihat darah tumpah saat Khun meringkuk menahan sakit. Dia ingin membantu meringankan rasa sakit nya, tapi tidak tahu harus bagaimana.
Gadis yang mengaku sebagai musuh bebuyutan administrator itu menawarkan diri untuk membantu. Baam panik dan saat itu langsung mengiyakan, senang melihat sahabat birunya kembali sehat tanpa ada darah.
Mereka melewati jalan selanjutnya. Mengalahkan musuh Abadi mereka hingga kemudian satu administrator lain yang lebih kuat dibandingkan yang sebelumnya muncul. Beruntung saat itu Data Khun Eduan muda datang membantu.
Khun Eduan menawarkan mereka untuk melatih shinsu khusus mereka, tapi Khun tidak ingin ikut pelatihan, terlebih saat Khun Eduan terlambat menyadari Khun sebagai putranya. Dia memilih hendak pergi saja tapi Baam menahannya. Menyakinkan agar si Biru juga ikut berlatih bersama sehingga mereka bisa berkembang bersama juga.
Mereka berlatih mewujudkan shinsu khusus mereka hingga kemudian dengan seenaknya Khun Eduan membuat mereka harus bertempur dengan musuh abadi mereka.
Baam menatap gadis yang tampak hampir mirip dengan Khun didepannya. Gadis itu berteriak kenapa dia harus melawan Baam, berteriak menyuruh Baam untuk menyingkir dan membiarkan Khun datang.
Khun sudah bercerita tentang masa lalu sebelumnya. Dan Baam mengerti kemarahan gadis itu. Tapi bayangan Khun bersimbah darah benar-benar tidak bisa diterima oleh Baam.
"Aku mengerti kemarahan mu, tapi jika kau mencoba menyakiti Khun lagi, aku akan melakukan apapun untuk menghentikanmu."
Kontrol shinsu nya masih belum sempurna, tapi itu sudah cukup kuat untuk menghalau Kiseia.
Selagi dalam pertarungan Baam terus mencoba menyempurnakan orb shinsu ya. Terus dan terus hingga itu berhasil mengeluarkan serangan yang kuat.
Hasil pertarungan itu berhasil dia mereka menangkan dengan Baam yang hampir mengalahkan hampir semua musuh abadi.
"Baam, bisa kau bantu aku menerapkan obat ini? Tangan ku tidak menjangkau nya."
Pada malam harinya Baam menatap punggung Khun lekat. Kulit punggung yang semula sehalus batu giok putih itu tampak begitu buruk dengan luka disana.
Memikirkan bagaimana kalau luka itu dibuat oleh musuh abadinya yang juga merupakan dirinya sendiri membuat Baam marah.
"Ugh! Baam! Tolong sedikit lebih lembut! Kau menekannya terlalu kuat!" Seru Khun kesakitan menyentak Baam dari lamunan.
Dia begitu marah hingga tanpa sadar menerapkan terlalu banyak kekuatan, membuat luka yang sebelumnya sudah mengering kembali mengalirkan darah. Oh bagus! Dan aku membuatnya semakin buruk!
"Maaf Khun, aku benar-benar minta maaf." Baam mengambil kapas baru, membersihkan darah yang ada.
"Ugh, Baam. Aku katakan padamu untuk lebih lembut!" Desis Khun mendelik Baam dari balik bahunya.
Baam sedikit tertegun melihat mata kobalt Khun sedikit berkilau karena air mata. Tangan yang menekan kapas tanpa sadar ditekan pada luka Khun.
"AKH! Baam!!!" Teriak Khun.
BRAK
"Putra V! Apa yang kau lakukan pada Putra ku?!" Teriakan Khun Eduan terdengar keras.
Baik Baam dan Khun sontak menoleh ke arah pintu kamar yang sudah rusak karena di tendang. Disana didepan pintu Khun Eduan berdiri sembari berkacak pinggang dengan mata marah sementara dibelakangnya Baam bisa melihat Asensio dan Mascheni.
"Ah, aku hanya membantu Khun merawat lukanya." Ujar Baam menjelaskan.
Khun Eduan menatap perlengkapan kit pertolongan pertama, dan juga pada Khun yang duduk membelakangi Baam. Memperlihatkan punggung telanjangnya yang terluka.
"Oh benarkah, aku mengira kau melakukan sesuatu yang buruk pada putra ku."
Baam tanpa sadar menautkan alis bingung, "Melakukan sesuatu?"
"Tch, padahal kau tidak sadar aku putramu di awal pertemuan." Ejek Khun saat dia melirik kearah lain sembarang arah.
"Terlepas dari itu semua aku masih ayahmu! Cepat rawat luka itu dan segera istirahat! Asal kalian tahu saja tidak alasan untuk cuti berlatih, besok kita tetap lanjut berlatih." Khun Eduan memberi tatapan tajam pada Baam, "Dan Putra V! Sebaiknya kau tidak melakukan hal-hal yang aneh pada Putra-ku!"
BLAM
Pintu kamar yang sudah setengah rusak ditutup rapat, hebat sekali pintu masih bertahan menjaga fungsinya.
"Kau memiliki ayah yang baik, Khun."
Khun berguman pelan, "Dia memang ayah yang hebat,..."
"Omong-omong Khun, apa kau mengerti maksud pertanyaan Khun Eduan sebelumnya?" Baam menerapkan obat, kali ini lebih lembut. "Apa maksudnya kita melakukan sesuatu buruk?"
"Abaikan saja Baam, pria tua itu hanya kelebihan hormon."
***
Baam berlatih hingga sore hari bersama dengan Khun Eduan. Saat dia kembali, Rak sudah tertidur di kamarnya dan Endorsi tampak sibuk dengan riasannya.
"Endorsi, kau melihat Khun?" Tanya Baam saat tidak mendapati kehadiran Khun di antara mereka. Khun bahkan tidak berada di kamarnya.
"Mana aku tahu, aku bukan pengawalnya." Ujar Endorsi jengkel.
Mereka tinggal di istana milik Khun Eduan, dan masing-masing memilih kamar yang saling berdekatan. Mungkin saja Khun mengambil kamar secara acak saat dia kelelahan mengingat ada banyak kamar kosong.
Baam berkeliling disekitar istana. Mencoba mencari Khun di setiap sudut.
Dia berkeliling hampir setengah jam sampai kemudian matanya melihat kehadiran satu pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Berpikir mungkin Khun ada disana, Baam membuka lebar pintu itu tanpa ketukan.
"Khun, aku menca-"
Mata emas itu melebar terkejut melihat pemandangan didepannya. Khun memeluk seseorang, dan itu adalah sosok yang sangat Baam ketahui. Khun terlihat terkejut saat melihat Baam. Pemuda biru itu dengan cepat mendorong Viole menjauh, "Baam?! Aku ..."
"... apa yang sedang kalian lakukan?"
Khun hendak menjelaskan tapi melihat tatapan kosong dari mata emas Baam membuatnya kehilangan semua kata yang hendak dia ucapkan. Khun selalu tahu bagaimana Baam terus tumbuh menjadi sosok yang mengerikan, tapi Baam tidak pernah mencoba mengintimidasi Khun ataupun teman-teman yang lain, dan sekarang Baam melakukannya. Khun tanpa sadar mundur menyusutkan diri menghindari tatapan Baam.
Viole dari awal sampai akhir hanya diam menatap kedepan. Dia sama sekali tidak menoleh melihat Baam yang datang. Mata emas Viole pindah mendapati tangan Khun sedikit gemetar. Khun sedikit tersentak terkejut saat Viole mengambil tangannya, mata kobalt nya menatap Viole.
BLAR
Itu berlalu terlalu cepat. Khun hampir tidak bisa mendaftarkan apa-apa saja yang terjadi. Dia baru kembali ke pikirannya saat Khun Eduan dan yang lain datang.
Endorsi melihat kekacauan yang ada sebelum kemudian melihat dua orang yang ada disana. Baam tampak baru saja menyerang habis-habisan sementara Khun terduduk bodoh di lantai. "Uhm, apa yang terjadi? Kalian tidak mungkin bertengkar kan?" kalian berdua bisa bertengkar?
"Hah? Kura-kura! Kalian bertengkar karena apa?!" seru Rak keras.
"Ah, tidak tidak, kami tidak bertengkar." Ujar Baam menjelaskan. "Musuh abadi ku tadi mendatangi Khun, jadi yah itu semua terjadi."
"Dia berhasil menyusup masuk?" Khun Eduan menautkan alis saat dia menoleh menatap Asensio dan anak-anaknya yang lain. "Kalian, apa kalian tidak mengerjakan tugas kalian dengan baik?"
Mengabaikan keributan karena kemarahan Khun Eduan atas kecerobohan anak-anaknya, Baam menghampiri Khun. Khun baru saja bangkit berdiri, merapikan sedikit pakaiannya saat Baam datang mengambil tangannya. "Aku akan membawa Khun kembali dulu."
"Oh, pastikan saja kalian tetap datang latihan nanti." ingat Khun Eduan sebelum kembali pada anak-anaknya yang lain.
Pintu kamar di tutup rapat, Baam menguncinya memastikan tidak akan ada yang datang masuk menganggu. Tatapan emasnya menatap keras Khun. "Khun, kau baik-baik saja?"
Mengangguk, Khun kembali pada sikapnya yang biasa saat menjawab. "Aku baik-baik saja, Baam."
"Oh baguslah." Baam mendekati Khun, duduk disamping Khun saat mata emasnya menyelidik menatap. "Apa yang musuh abadi ku katakan?"
"Hm, hanya suatu omong kosong tentang dia membenci dirimu saja. Tidak ada yang lain." ujar Khun acuh mengangkat kedua bahu. Baam bersandar lebih dekat menatap Khun tepat di matanya, "Benarkah? Lalu kenapa kau memeluknya? Tidak, kau sudah menghilang sejak beberapa jam, jika kau bertemu dengannya sejak awal waktu, apa saja yang kalian lakukan selama beberapa jam itu?"
"Menurutmu apa yang dia lakukan?" Khun menoleh kearah lain, menghindari tatapan Baam. Jelas Khun ingin mengubur masalah ini begitu saja. Tapi Baam selalu berbakat mendesak jawaban dan Khun akan selalu menjawab.
"Dia adalah aku, aku yakin dia tidak akan melukai mu jika pertarungan tidak terjadi. Tapi,... 'aku' yang pada saat itu mampu melakukan apapun... Apapun yang aku sendiri tidak berani lakukan..." tangan Baam terulur memangku wajah Khun, memaksa agar si biru balik menatapnya. "Tapi aku selalu sadar ini, 'diriku' saat itu sangat kesepian... merindukan kalian... merindukan dirimu. Khun, apa yang dia lakukan padamu?"
Khun menghirup nafas dalam saat dia mengumpulkan fokusnya, dia bisa saja mendorong Baam pergi sekarang. Fisik Khun lebih tinggi dan besar daripada Baam, jadi dia bisa menggunakan keuntungan itu untuk mendorong Baam pergi. Tapi,
Sama seperti Viole yang menahannya tadi. Khun tidak bisa menolaknya karena suatu alasan yang dia sendiri tidak ketahui. Dia hanya memiliki firasat, jika sampai dia mendorong Baam/Viole. Mereka akan hancur entah bagaimana.
"Seperti yang kau katakan, Dia menceritakan bagaimana rasa sepinya, bagaimana susahnya dia dilatih oleh FUG, dan pelukan. Hanya itu,..."
"Dia memaksa memeluk mu?"
"Tidak!" tukas Khun cepat, "Aku... aku yang berinisiatif. Bagaimanapun dia memiliki wajah mu, dia juga memiliki memori mu, dia menangis jadi aku memeluknya..."
"Hanya pelukan?"
"... hanya pelukan."
Baam berguman dengan sedikit nada, mata emasnya menatap Khun menyelidik.
Semua orang selalu menganggap Baam naif dan bodoh. Baam tidak menyalahkan karena dia memang begitu. Tapi ada saatnya Baam akan membuang dua sifatnya itu. Contohnya saat dia masih menjadi Jue Viole Grace dulu, Baam mampu membuang semua sikap naifnya dan bersikap kejam dan tajam.
Sama seperti sekarang, Baam tahu ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang dicoba oleh Khun untuk disembunyikan. Memperhatikan wajah Khun yang tampak masih acuh dan biasa saja saat balas menatapnya, Baam mendapati detail kecil. Ah, aku ingin membunuhnya.
"Khun, apapun yang kau lakukan dengan Musuh Abadi ku tadi. Sebaiknya kau juga melakukannya dengan ku setelah kita keluar dari sini."
"..." mata kobalt itu sedikit melebar beberapa mili saat menatap Baam, jelas terkejut. Baam tahu?!
***
Baam mengurung dirinya di kamar selama beberapa hari. Dia sudah memutuskan untuk berhenti mengejar Rachel, dia sudah memutuskan untuk tidak lagi mempedulikan wanita itu. Semua yang dilakukan Rachel sudah tidak bisa Baam toleransi lagi. Lebih baik bagi mereka untuk tidak saling bertemu lagi dimasa depan.
Tapi Rachel memegang rahasia masa lalunya. Rachel tahu siapa Baam yang sebenarnya. Rachel juga mengenal Arlene entah bagaimana caranya.
Fakta ini memaksa Baam untuk tetap melihat wanita itu. Memaksa Baam untuk tetap memperhatikan dimana wanita itu karena Baam ingin mengetahui siapa dirinya bagaimanapun juga. Dia ingin tahu apakah dia ada memang hanya untuk menjadi alat pembalas dendam saja? apakah dia tidak berhak untuk menentukan jalannya sendiri?
***
Arc Pertempuran Kandang
Baam sangat senang Khun akhirnya kembali bangun. Dia sangat senang hingga dia memeluk sahabatnya itu erat, membuatnya langsung tersadar betapa dirinya sendiri sudah berkembang mengejar ketinggalan fisiknya dulu. Khun terasa jauh lebih kecil didalam dekapannya. jauh lebih ramping dan itu sebenarnya terasa begitu pas.
Sikap Khun masih sama seperti yang Baam ingat. Tidak ada perubahan berarti kecuali bagaimana mata kobalt itu kadang nampak memancarkan sinar seperti nyala api yang mungkin Khun sendiri tidak sadari. Mungkin itu efek samping dari api yeon yang membangunkan Khun kembali. Baam tidak tahu pasti. Tapi dia yakin itu tidak akan menyakiti Khun.
Karena masalah yang mendesak, keduanya hanya saling bertanya keadaan masing-masing secara kasar sampai kemudian Khun beralih pada Deng-deng dan Louie. Otak jenius sang penyusun strategi itu nampaknya mulai bekerja menyusun bagaimana Baam bisa berhasil memenangkan negosiasi dengan Yamah nanti.
Saat Baam mengajukan idenya untuk membantu Deng-deng, Khun menolak dengan mengingatkan Baam prioritas utama yang ada. Keduanya berdebat cukup keras dan itu membuat Baam sama sekali tidak senang. Mereka baru saja bertemu setelah terpisah dan malah berdebat, terlebih perdebatan itu adalah perdebatan mereka yang pertama setelah sekian lama mereka saling mengenal.
Baam mengerti apa yang dikatakan Khun adalah fakta. Tapi dia berharap akan lebih baik bisa mendapatkan kepercayaan Yamah dan juga menyelamatkan Deng-deng di saat yang sama.
"Rak, dimana Khun?" tanya Baam pada Rak, bagaimanapun dia ingin meminta maaf. Dia sudah terlalu keras saat berbicara tadi, membuat Baam tidak tenang.
"Dia pergi bersama Kura-kura berbintik tadi, entah kemana."
"Dengan Shibisu?" Baam menautkan alisnya tidak suka, memutuskan untuk keluar mencari sendiri.
Menyusuri koridor-koridor yang luas dan banyak. Baam hampir berpikir untuk menyerah dan menunggu Khun saja, tapi dengan cepat pikiran itu ditepisnya saat mengingat Khun yang saat ini bersama dengan Shibisu. Bukan tanpa alasan juga, Baam tidak akan pernah melupakan nama kontak Khun di pocket Shibisu saat dia tidak sengaja melihatnya dulu sekali.
Walau Khun tampaknya tidak memiliki hubungan apapun dengan siapapun selain Baam. Tetap saja itu membuat hati tidak tenang.
"Ah, Baam! Kau belum tidur?" seru Shibisu dari ujung lorong di depan Baam. Shibisu berjalan sedikit di belakang Khun yang mana mereka mengambil jalan berlawanan arah dengan Baam. Alis biru Khun bertaut heran saat melihat Baam menghampiri mereka –menghampiri dia lebih tepatnya. "Baam? Jika kau disini untuk membahasa soal Deng-deng maka itu,..."
"Aku ingin kau membayar hutangmu sekarang!" potong Baam segera membungkam semua ucapan Khun.
Shibisu menatap Khun tidak paham, "Kau punya hutang Khun? dengan semua kekayaan mu itu?"
Khun terdiam beberapa saat, jelas tidak mengerti hutang mana yang dibahas oleh Baam saat ini. "Hutang ku? Yang mana?" tanya Khun serius. Sungguh dia selalu merasa berhutang pada Baam. Baam yang selalu menyelamatkannya. Dan juga absen dirinya selama beberapa tahun membuat Baam berjuang seorang diri, Khun menganggap dia berhutang untuk waktu yang dia lewatkan itu.
Baam mengukir senyum tipis saat dia menatap Khun penuh arti. "Musuh abadi ku."
"Hah?" Shibisu bengong tidak mengerti. Karena dia tidak pernah menaiki kereta dan karena aturan untuk tidak membahas tentang lantai tersembunyi, Shibisu tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud Baam.
Lain hal nya dengan Khun yang langsung tampak terkejut. Menatap Baam dengan mata membola sempurna. "K-kau ingat itu?"
"Hm~ kau ingin aku melupakannya?"
"Ah, hanya saja aku sudah mengatakannya padamu. Tidak ada yang lain, sungguh!" ujar Khun serius. "Jadi mungkin hanya pelukan kurasa,..."
"Apa yang kalian bicarakan disini?" Shibisu yang tidak mengerti pembicaraan keduanya.
Baam tidak tertarik untuk berbagi cerita saat dia menarik Khun pergi setelah mengucapkan selamat tinggal pada Shibisu. Membawa Khun ke kamarnya, Baam memaksa si biru untuk duduk di tepi ranjang.
"Kau yakin hanya pelukan? Atau itu kau yang memberinya pelukan?"
"Aku yang memberinya pelukan, aku tidak melakukan hal yang lain." ujar Khun, diam-diam Khun bingung kenapa dia harus menjelaskan hal-hal ini seakan dia baru saja ketahuan selingkuh.
"Umm, Aku mengatakan sebelumnya. Apapun yang kalian berdua lakukan saat itu, Khun, kau harus melakukannya bersama ku saat kita sudah keluar. Kita sudah, bukankah kau harus melakukannya?"
"Oke oke, sesuai keinginan mu kalau begitu." Khun menarik Baam, memeluk bahu lebar sang Irregular. "Sudah kan?"
"Belum, kalian tidak hanya berpelukan bukan?" Baam memeluk Khun menahan agar si Biru melepaskan diri. "Khun, ada sedikit luka di sudut bibirmu saat itu."
"Eh?!" Khun tersentak, Baam bisa merasakan bagaimana detak jantung pemuda biru itu semakin cepat. "Itu karena aku tidak sengaja tergores saat pertarungan saja."
"Benarkah? Tapi kenapa itu tampak sedikit basah saat aku pertama kali masuk?" Baam sedikit melonggarkan pelukannya, menatap Khun dengan senyum dimatanya. Satu tangannya terulur mengusap lembut bibir Khun. "Saat itu, bibirmu tampak sangat merah. Berbeda sekali dengan saat biasa dimana itu biasanya hanya berwarna merah muda lembut. Aku penasaran pertarungan apa yang kalian lakukan?"
"Mungkin kau salah ingat Baam, dan aku rasa aku harus pergi dulu. Kau tenang saja, aku pasti akan mencari cara untuk membantu Deng-deng jugmmph...!?"
Ciuman itu canggung. Sangat canggung dan jelas membawa rasa gugup si pelaku. Baam memisahkan diri tapi dengan segera mengambil ciuman lain. Terus begitu hingga dia perlahan belajar sendiri, membuat ciuman lebih lama dan lebih dalam.
"...amph.... Baam...mmph... tunggummph..."
Khun mencoba mendorong Baam menjauh beberapa kali. Tapi usahanya sia-sia. Membuat si Biru kemudian diam menerima nasib. Nafasnya terengah-engah saat Baam akhirnya memisahkan diri, memberinya waktu cukup lama untuk mengambil nafas.
"Baam, kau, kenapa kau begini?" guman Khun pelan, dia menutup matanya erat karena Baam sama sekali tidak berniat memberi jarak aman. "Lakukan apapun padaku, kau bisa lukai aku atau tinggalkan aku. Tapi tolong jangan lakukan hal seperti ini, oke?"
"Kenapa? Kau menyukainya, dan aku juga."
"Baam! Tolong jangan bermain dengan perasaanku! Sungguh jangan lagi!" seru Khun sedikit keras.
"Khun, aku melakukannya karena aku menyukaimu. Apa itu salah?"
"Tetap saja kau,... tunggu apa?"
"Aku menyukai mu, karena itu aku melakukannya." Ulang Baam lagi, "Musuh Abadiku mencerminkan perasaanku yang terdalam, mencerminkan kesepianku, kebencianku akan kelemahanku, dan juga,...
"Dan juga?"
"...keinginan ku padamu." Baam menatap Khun dengan mata sedih, "Aku tidak menyadarinya dimasa lalu, tapi 'aku' yang hanya tercipta dari sisa-sisa emosi pasti menyadarinya. Dan itu juga yang membuat aku terlambat menyadari betapa aku menginginkan mu."
"...."
"Khun, aku menyukaimu. Sungguh, aku sangat menyukaimu. Karena itu, bisakah kau tidak menolakku lagi?"
"Kau bajingan licik, sejak kapan kau menjadi seperti ini?"
"Sejak kau koma?"
"Jangan bermain denganku!" tukas Khun menoleh kearah lain selain Baam. "Yah, kau sendiri tahu aku tidak bisa benar-benar menolakmu. Selain itu, aku... kau tahu sendiri."
"Hm, aku akan lebih senang kalau kau mengatakannya langsung." Baam tertawa pelan menghujani pipi Khun dengan kecupan-kecupan pelan.
Khun sedikit cemberut saat dia mundur menghindar. "Baam, kita masih memiliki masalah yang harus diurus."
"Belajar dari masa lalu, menunggu hingga masalah berakhir jelas bukan hal yang baik. Sebaiknya kita selesaikan pembicaraan ini sekarang saja." ujar Baam meletakkan satu tangannya di belakang kepala Khun, menahan agar tidak bisa menghindar terus.
"Baik-baik lah! Kau menang, aku juga menyukai mu sejak lama. Sekarang biarkan aku pergi."
"Kenapa tidak tidur bersama?"
"Baam?! Sebenarnya apa yang sudah kau pelajari selama aku koma?!"
"Salahkan Hansung Yu yang sering mengajakku dalam topic tentang hetero dan homo dalam setiap kesempatan." Baam mengangguk khidmat. Selama ini saat dia berlatih di temani oleh Hansung Yu, laki-laki pengemar kopi instan itu selalu berbicara tentang hal-hal yang berbau R18+ tentang berbagai jenis hubungan yang bahkan walau Baam tidak ingin dengar dia juga tidak bisa menolak.
"Khun, bisakah..."
"Tidak! Besok ada kemungkinan perang terjadi! Jadi tidak!"
Malam itu gelap, namun Baam sudah tidak lagi takut akan kegelapan malam. Dia sudah lama berdamai dengan nya. Karena kegelapan itu selalu membawa cahaya terang setelahnya. Membawanya menemukan Siang yang cerah dan hangat. Hanya untuk nya.
.
.
.
The End
Yah ini hanyalah oneshot gaje yang aku bikin saat mereview ulang membaca webtoon. Beberapa poin diambil dari webtoon sendiri dan beberapa benar-benar hanya sebuah karangan aku aja.
Sungguh gaje sekali fic ku satu ini. Bahkan endingnya aja gaje. Tapi ya udah lah, yang jelas semua unek-unek ku udah masuk kesana semua.
16 April 2020
Kamis
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top