5. Dunia Lain
Kata-kata itu memang terdengar berlebihan, namun karena yang mengatakannya adalah naga yang telah hidup jauh lebih lama dari umur manusia yang singkat, jelas kata-kata itu lebih nyata untuk terjadi. Fiksi menjadi realitas, yang tidak mungkin menjadi mungkin, jadi kata-kata naga itu sudah pasti kredibel.
Dokkaebi di belakang Kim Namwoon berusaha untuk mendudukkannya kembali ke kursi dengan panik.
Raja Dokkaebi bersikap seolah-olah hal itu tidak pernah terjadi dan melanjutkan, "Tuan <Abyssal Black Flame Dragon> tinggal di Jurang Terdalam, Benua Hitam; hanya keluar ke permukaan sekali dalam setahun. Karenanya, ini adalah situasi yang langka karena Tuan <Abyssal Black Flame Dragon> keluar dua kali tahun ini."
Haruskah namanya sepanjang itu? Tidakkah nama itu terdengar terlalu berlebihan? Yoo Joonghyuk merasa dunia ini pasti tidak punya kreatifitas dalam membuat nama.
"Nama itu terdengar seperti seorang chuuni." Bahkan Han Sooyoung satu pemikiran dengannya.
Setelah banyak basa-basi yang tidak jelas, Raja Dokkaebi pun mengakhiri pidato panjangnya. "Sekarang perjamuan dimulai!"
Sepertinya semua orang sudah menahan rasa lapar selama ini. Setelah mendengar kalimat itu, mereka segera mengambil garpu dan pisau di samping piring makan. Tidak ada nasi sebagai makanan pokok, jadi bagi mereka yang suka makan lauknya saja tanpa nasi pasti tidak keberatan, tapi bagi mereka yang tidak bisa kenyang tanpa nasi pasti tidak akan terbiasa. Incaran pertama mereka adalah makanan yang berada di tengah meja, yaitu daging sapi panggang berukuran besar. Tidak, apakah itu benar-benar daging sapi?
Di sisi lain, Dokkaebi Baram menjelaskan menu yang disajikan. "Ini adalah daging tikus tanah yang ditangkap oleh para inkarnasi saat menjalankan skenario, dimasak menggunakan … ."
Mendengar kata 'tikus tanah', nafsu makan semua orang yang sebelumnya sangat tinggi mendadak turun drastis. Mereka menurunkan garpu yang memiliki potongan daging dengan tatapan menahan mual. Pada akhirnya, daging besar yang tampak lezat tidak laku, tetapi sayuran yang sebelumnya diabaikan yang habis tak bersisa.
Dokkaebi yang melihat ini dengan bingung bertanya, "Apakah pahlawan dunia lain lebih suka makan sayuran?"
Yoo Joonghyuk bisa menebak menu makan malam yang akan disiapkan nanti adalah sajian aneka hidangan sayur. Tapi, bukan salah mereka juga karena memilih hidangan sayur. Lagipula, siapa juga yang ingin makan daging tikus? Mungkin bagi penghuni dunia ini tidak masalah, tapi bagi manusia bumi, daging tikus sangat menjijikkan untuk dimakan.
Sepertinya Yoo Sangah memahami titik masalah ini juga, jadi ia menjelaskan pada para Dokkaebi perihal perbedaan budaya antara bumi dan dunia ini.
Lain halnya dengan orang-orang yang makan sayur, Han Sooyoung terus menenggak wine hingga beberapa botol kosong menumpuk di bawah kursinya.
Yoo Joonghyuk hanya bisa geleng-geleng kepala melihat wanita di sampingnya ini. "Jangan banyak minum anggur ketika perut sedang kosong."
"Hah? Siapa kau yang mengaturku? Memangnya kau itu ibuku?" gerutu Han Sooyoung meletakkan gelas wine dengan keras. Dilihat dari warna merah di pipi dan lehernya, sudah pasti ia sedang mabuk saat ini.
"Bajingan Yoo Joonghyuk itu, tiga belas tahun tidak bertemu, tapi masih saja peduli harga diri." Ia mulai mengoceh hal-hal yang selama ini disembunyikan di pikirannya.
Mendengar namanya disebut, alis Yoo Joonghyuk berkedut. Seperti yang diharapkan, wanita ini memang suka blak-blakan kalau berbicara.
"Si bodoh itu, dia berbohong! Padahal dia sudah berjanji untuk menjadi pembaca pertama novelku, tapi dia malah pergi lebih dulu!" Han Sooyoung menjatuhkan kepalanya ke meja, membuat suara 'buk' yang menarik beberapa perhatian. "Aku benci Kim Dokja!"
Kim Dokja.
Kapan terakhir kali Yoo Joonghyuk mendengar nama itu? Sepertinya sejak tiga belas tahun yang lalu, waktu di mana pemakaman yang diadakan setelah tiga hari kematian anak laki-laki idiot yang selalu mengekornya di belakang.
Anak laki-laki yang menderita di dalam, namun selalu tersenyum pada dunia seolah-olah tidak terjadi apa pun. Ketika melihat kucing liar di pinggir jalan, ia akan berhenti sejenak dan memberikan remah roti di tangannya; atau saat membaca novel kesukaannya, matanya akan bercahaya seolah menemukan hal baru yang belum pernah ia lihat. Terkadang ia akan merengek pada Han Sooyoung untuk membuat cerita baru, atau menjahili Yoo Joonghyuk dengan memanggilnya 'ikan mola-mola'.
Ah, Yoo Joonghyuk bahkan masih mengingat detail kecil sederhana yang dulu ia abaikan karena tidak peduli. Seperti ketika anak itu berbohong, lubang hidungnya melebar; ketika mengkhawatirkan anak kucing di rumah, ia akan memiringkan kepala; ketika punya ide licik, ia akan tersenyum nakal … Semua ekspresi anak itu terukir jelas di ingatan Yoo Joonghyuk.
Kesenangan itu berakhir ketika di depan batu nisan dingin, terpajang foto anak muda yang masih berusia lima belas tahun tersenyum hangat pada kamera. Kerabat dan teman datang melayat dengan pakaian hitam, tapi tidak ada satu pun yang merasa sedih dengan kepergiannya. Di kejauhan, berdiri seorang wanita kurus dengan seragam tahanan bersama beberapa polisi, berusaha menahan air mata yang mengalir; gadis kecil yang selalu memarahi anak itu jika bertindak bodoh, jatuh berlutut dengan air mata membasahi wajahnya; dan tepat di depan makam, seorang anak laki-laki dengan tangan terluka menundukkan kepalanya, tidak berani menatap wajah cerah di bingkai foto.
Karena begitu melihat wajah itu, ia akan teringat kembali wajah berdarah yang menatapnya dengan hampa.
【Tetap hidup … .】
" … Yoo Joonghyuk? Yoo Joonghyuk!" Suara Han Sooyoung menariknya kembali ke kenyataan. Wajah wanita itu kini sangat dekat dengannya, sementara kedua tangannya mengguncang bahunya. "Hei, kau dengar tidak apa yang Raja Dokkaebi katakan?"
Yoo Joonghyuk mengedipkan matanya beberapa kali sebelum benar-benar tersadar. Ia menatap sekeliling yang entah sejak kapan sudah sepi. Orang-orang bumi telah pergi dari ruang makan, hanya menyisakan para Dokkaebi yang merapikan alat makan di atas meja. Satu-satunya manusia yang tersisa hanyalah Han Sooyoung―yang sepenuhnya sudah sadar dari mabuknya―dan Yoo Joonghyuk―yang mengenang kejadian buruk di masa lalu―.
" … Ada apa?" Melihat emosinya yang tidak stabil, Han Sooyoung bertanya dengan kerutan di keningnya. Apa Yoo Joonghyuk terlalu memikirkan masalah yang dikatakan Raja Dokkaebi?
Pria di depannya terlihat sedikit pucat, namun suaranya sangat tenang saat berkata, "Tidak apa-apa, bukan masalah besar." Mata hitamnya menatap ke kursi Raja Dokkaebi yang kosong. "Aku tidak mendengar dengan jelas. Apa yang dikatakan Raja Dokkaebi?"
Tentu saja Han Sooyoung tidak mempercayainya semudah itu. Sangat jelas situasi Yoo Joonghyuk tidak baik saat ini, tapi ia tetap mengulang perkataannya. "Skenario pertama akan dimulai lusa."
" … Skenario?"
"Sudah pasti kau tidak mendengarnya tadi." Han Sooyoung mengacak-acak surai rambutnya dengan kesal. "Yah, skenario itu … anggap saja seperti dungeon di dalam game."
Dungeon. Kata yang sangat familiar di telinga Yoo Joonghyuk yang seorang gamer sejati. Tampaknya dunia ini menyebutnya sebagai skenario … Mengapa disebut seperti itu?
Yoo Joonghyuk melihat jam di ponsel, juga menyadari persentase baterai di bawah enam puluh persen. Tidak ada listrik di dunia ini dan tidak mungkin untuk mengecas ponsel tanpa ada daya listrik. Kecuali … ada sihir yang berhubungan dengan listrik.
Memikirkan hal ini, ia bangkit dari kursi dan menghampiri Dokkaebi Bihyung yang masih membersihkan meja makan. Dokkaebi itu menyadari kedatangannya dan bertanya, "Apa ada yang Anda butuhkan?"
"Antarkan aku ke perpustakaan." Tanpa basa-basi, Yoo Joonghyuk langsung ke topik utama. Ia masih ingat tentang percakapannya dengan Dokkaebi ini sepanjang perjalanan ke ruang makan.
Bihyung segera mengingat apa yang dikatakannya tentang perpustakaan, kemudian meletakkan serbet dan menunjuk ke luar ruangan. "Silakan ikuti saya."
"Hei, tunggu! Kau mau ke mana? Aku ikut!" Han Sooyoung―yang tidak ingin ditinggalkan sendirian―mengejar satu manusia bumi dan satu makhluk terbang dunia ini.
Keduanya mengikuti Dokkaebi di belakang, diiringi dengan suara Han Sooyoung yang menanyakan berbagai hal jika ada benda di sekitar yang menarik perhatiannya.
"Dokkaebi, benda apa ini?" tunjuk Han Sooyoung pada sebuah benda panjang berbentuk seperti ranting pohon. Ukurannya sekitar tiga puluh sentimeter, berwarna hijau, dengan ujungnya yang tajam memiliki batu permata kecil bercahaya ungu.
Ia menebak benda itu pasti tongkat sihir yang memiliki energi sangat kuat. Tapi, seharusnya benda berharga semacam itu disimpan di ruangan khusus, bukan di pajang di dinding seperti ini.
"Ah, itu hanya alat penggaruk punggung milik Dokkaebi Dokgak."
" … " Ternyata benda yang terlihat luar biasa hanya sebuah alat penggaruk punggung? Dunia ini sungguh luar biasa.
"Lalu, bagaimana dengan yang itu?" Ada benda lain berupa kapak perak bermata dua, dengan gagangnya terbuat dari kayu coklat tebal, dan dipenuhi aura yang sangat kuat.
Senjata itu pasti digunakan untuk menghancurkan musuh dalam satu kali ayunan! Han Sooyoung berkata dalam hati dengan penuh keyakinan.
"Itu? Hanya kapak untuk menebang kayu."
" … " Han Sooyoung memutuskan untuk berhenti bertanya.
Setelah berjalan beberapa saat, Dokkaebi Bihyung berhenti dan menunjuk ke arah pintu di depannya. "Kita sudah sampai."
Tidak seperti pintu ruang makan, pintu perpustakaan tidak terlalu besar. Setidaknya cukup untuk dilalui tiga orang bersamaan. Bihyung membuka pintu dan mempersilahkan dua tamunya untuk masuk.
Mata Yoo Joonghyuk dan Han Sooyoung dibuat takjub dengan isinya. Ruang perpustakaan ini sangat luas, jauh lebih luas daripada ruang makan dan ruang altar pemanggilan. Langit-langit ruangannya sangat tinggi, bahkan nyaris tidak bisa melihat lampu gantungnya; ada banyak rak buku yang berjejer dengan rapi membentuk labirin, buku-buku diatur sesuai kategorinya, dan meja-meja disediakan di tengah ruangan untuk membaca. Beberapa Dokkaebi terbang melewati rak buku, sementara di bawahnya ada sosok yang cukup familiar bagi keduanya.
"Bukannya itu Yoo Sangah?" Han Sooyoung segera mengenali sosok itu. Ia bergegas menghampirinya dan mereka berdua mengobrol dengan akrab.
Yoo Joonghyuk meninggalkan kedua wanita itu dan pergi ke sisi lain rak buku. Ia dengan jeli membaca setiap judul kategori yang tertulis. Anehnya, kata-kata dengan tulisan yang tidak bisa ia pahami akan berubah menjadi hangeul di matanya.
Misalnya, salah satu buku berjudul "Tiga Cara Bertahan Hidup di Dunia yang Hancur" adalah sebuah novel yang menceritakan tentang dunia apokaliptik dengan protagonisnya yang memiliki kemampuan untuk regresi. Yoo Joonghyuk sekilas melihat sinopsis cerita dan merasa aneh karena nama protagonisnya mirip dengan namanya.
Ada buku lain berjudul "Sudut Pandang Pembaca Mahatahu" yang memiliki tema serupa, namun protagonisnya mengetahui segala hal yang akan terjadi di masa depan karena dunianya tiba-tiba menjadi novel yang telah ia baca, dan ia satu-satunya pembaca yang telah membaca novel itu sampai tamat. Kali ini, nama protagonisnya mirip dengan nama temannya yang sudah mati.
Menyebutkan hal itu, Yoo Joonghyuk tiba-tiba teringat kalau temannya itu sangat suka membaca, sama seperti protagonis novel ini yang juga suka membaca. Seandainya masih hidup, ia pasti akan tertarik untuk membaca novel sejenis ini.
Yoo Joonghyuk menyimpan kembali kedua novel itu dan pergi ke rak buku yang lain. Akhirnya, ia menemukan buku yang dicari. Judulnya terdengar berlebihan, tapi setidaknya buku ini memiliki informasi tentang dunia <Star Stream> yang akan ia butuhkan untuk ke depannya.
Hobinya bukan membaca buku, dan dahulu ia benci hal-hal yang berhubungan dengan buku. Temannya yang sudah mati―Kim Dokja―adalah kebalikan dari dirinya. Segala apa pun yang membuatnya bisa membaca adalah hal yang sangat ia sukai. Terkadang anak itu akan menarik Yoo Joonghyuk untuk duduk di sampingnya, kemudian mengajaknya untuk membaca bersama. Jika tidak seperti itu, maka ia yang akan membacakannya dengan keras.
Mungkin karena sedikit merindukan masa-masa itu―setelah kepergiannya―Yoo Joonghyuk sesekali akan mengambil waktu untuk membaca buku. Ini tumbuh berkembang menjadi suatu kebiasaan, dan setiap kali ia menyentuh buku, kenangan tiga belas tahun yang lalu akan berputar di pikirannya.
Seperti sekarang.
Yoo Joonghyuk mengacak pelan surai rambutnya, bisa-bisanya ia teringat kejadian lampau saat ini. Setelah mengembuskan napas dan menenangkan emosinya, ia membuka buku itu dan perlahan membacanya.
Yang ia pelajari saat ini adalah sejarah <Star Stream>. Kata-kata Raja Dokkaebi yang menyebutkan tentang seseorang yang bisa mengabulkan keinginan sedikit mengganggunya, jadi Yoo Joonghyuk ingin mencari tahu keberadaannya dalam sejarah seperti yang dikatakan.
Benar saja, hal itu memang disebutkan dalam sejarah, walau tidak terlalu lengkap. Sama misteriusnya dengan kemunculan 'orang yang memecahkan daratan', keberadaan 'orang yang mengabulkan keinginan' juga tidak diketahui darimana sumbernya. Tapi, kenyataan kalau sosoknya ditulis dalam sejarah membuktikan bahwa orang seperti itu benar-benar ada, setidaknya ada orang yang pernah melihat keberadaannya.
【Dengan tubuhnya yang kecil, ia memegang cahaya bintang yang bersinar di kedua telapak tangannya. Tanah berguncang hebat dan langit bergetar, seakan mengakuinya sebagai dewa yang menciptakan dunia ini. Makhluk dari semua ras bersujud di bawah kakinya, memohon pengampunan dari Yang Kuasa. Dialah … .】
[ … Mimpi Paling Kuno, <Oldest Dream>.]
•••
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top