8 - Tupai yang Tidak Bisa Melupakan Rubah
Barak Ksatria Istana
Tenda Kapten Atristan
"Kapten, apa mungkin istana (iblis) berniat untuk membunuhmu?"
Atristan terdiam saat mendengar ucapannya. Gustav melanjutkan, "Bila ada berita kematian seorang ksatria saat pembasmian monster, orang-orang tidak akan begitu curiga dengan pihak penyelenggara pembasmian kan? Mereka bisa saja memutar fakta kalau tragedi itu terjadi karena kecelakaan atau kecerobohanmu sendiri."
"Kemudian, bila dilihat lagi dari pemilihan pimpinan regu. Dari informasi yang kutahu, Tuan Muda Lucas dan Lady Vesia, mereka adalah orang-orang yang paling mengancam kedudukan iblis di istana bukan?"
Atristan tampak heran sekaligus terkesima dengan pengetahuannya. "Kamu benar. Tuan Muda Lucas adalah keturunan naga Percyval yang tidak terpengaruh oleh kekuatan manipulasi iblis. Dia juga adalah suksesor Duke selanjutnya. Sementara itu, Lady Vesia adalah wanita penyihir yang sangat kuat. Ia pun sama, tidak terpengaruh oleh manipulasi iblis."
"... Mereka pasti mengalami kesusahan yang serupa dengan kita. Sekarang kita hanya bisa berharap supaya mereka baik-baik saja," ucap Gustav, "Namun, jikalau begitu. Apa artinya kamu tidak terpengaruh oleh kekuatan manipulasi iblis juga?"
"Itu lah keanehannya," ungkap pria yang berkulit lebih tan itu, "Faktanya, aku tetap terpengaruh oleh kekuatan sihir iblis. Hingga kamu datang."
Gustav melihat Atristan yang kini tampak sedikit gelisah. "Jika demikian, kira-kira mengapa mereka mengincarmu?"
"Mungkin karena... aku dekat dengan mereka berdua," jawabnya dengan jujur.
"Benarkah? Seberapa dekat?"
Gustav kemudian merasakan udara yang berembus di sekitar mereka menjadi panas. "... Kapten?" Ia melirik ke raut wajah pria yang menjadi lawan bicaranya dengan penasaran.
Atristan membalas pertanyaannya dengan monoton, "Saking dekatnya sampai kami pernah berniat untuk membuat aliansi pemberontak."
"Pasti akan sangat hebat bila itu benar-benar terjadi."
"... Bila seandainya hal itu terwujud, apa kamu tertarik untuk ikut, Gus?" tanya Atristan untuk memastikan tekad pria di sampingnya.
Gustav membalasnya sambil tersenyum mantap, "Tidak hanya ikut bergabung saja. Aku akan menggiring seluruh anggota gilda prajurit bayaran untuk bertempur bersama kalian."
Pria bersurai jingga yang mendengar perkataan itu melihatnya dengan mata berbinar. Pembawaan Gus kini tampak jauh lebih bersinar daripada sebelum-sebelumnya dari pandangan Atristan.
"Kalau begitu, sebaiknya kamu pegang kata-kata itu," Atristan lalu menggenggam tangan Gustav dan bersalaman dengannya sambil tersenyum miring, "Rekan."
Gustav yang mendapat pengakuan, dalam hatinya hanya bisa melonjak girang. Apakah dia bisa kembali dekat dengan Atristan lagi meski menjadi orang lain? Gustav merasa harus bersyukur karena ia menerima tawaran Atristan untuk menjadi representatif. Kalau tidak begitu, dia tidak akan tahu kebenaran sampai sejauh ini.
"Apa itu artinya aku boleh mengetahui kebenaran lebih dalam lagi mengenai pemerintahan iblis sekarang ini?" tanya Gustav untuk memastikan setelah mereka bersalaman.
"Tentu. Tanyakan saja semaumu. Aku akan menjawab dengan segala hal yang kutahu," kata Atristan.
"Kemarin, ramuan apa yang kamu dan ksatriamu berikan kepada kami?" tanya Gustav.
Atristan kemudian menjawab pertanyaannya. Dia bilang kalau ramuan itu sesungguhnya mengandung segel perintah iblis.
Sehingga bila ada korban yang menghina atau menentang perintah dari iblis secara terang-terangan, jantung mereka akan terasa sakit dan bisa menyebabkan komplikasi lainnya. Namun, efek ramuan itu hanya sementara dan bisa hilang dalam tiga hari, tidak sekuat sihir manipulasi iblis yang ditujukan kepada bangsawan-bangsawan kerajaan (selain Duke Percyval).
Dia juga berkata bahwa seluruh ksatria istana dipaksa untuk meminum ramuan itu setiap kali mereka bertugas, termasuk dirinya. Saat ini pun, sebetulnya dia masih berada dalam pengaruh obat itu... seharusnya.
"Jadi, mengapa kamu baik-baik saja saat kau maju ke depan untuk menantang monster tadi?"
"Karena aku diperintahkan untuk memimpin kalian," jawab Atristan, "Artinya, para bawahanku tidak diperintahkan untuk itu."
"Mereka pasti takut mati," komentar Gustav, "Tapi perlu kuakui mereka memberi sinyal, kode yang bagus untuk kami saat mereka menyeret salah seorang rekan. Setidaknya dengan begitu, kami jadi tahu ada sesuatu yang tidak beres dan kami jadi lebih menurut," lanjutnya sambil mengingat sewaktu para ksatria dengan sengaja membuat mereka curiga saat itu.
"Akan aku apresiasi mereka dalam hal membaca ekspresi kami. Namun, bukan berarti aku mengakui kalau kemampuan membaca situasi mereka bagus. Buktinya mereka sudah tahu, mereka sudah curiga, mereka sudah takut, tapi mereka malah meninggalkan kamu!" kesal Gustav.
Atristan tertawa kecil. "Astaga. Kamu sudah terdengar seperti atasan yang marah-marah saja. Lalu apa yang kamu katakan barusan tadi? Apa kamu mengkhawatirkan keselamatan kapten yang hebat ini?" tanyanya dengan sedikit menggoda Gustav.
"Aku pernah baca dari buku kalau orang yang sombong matinya cepat," jawab Gustav sambil tersenyum jahat, ia membalas godaan dari Atristan.
"Haha! Aku sangat suka orang sepertimu, Gus!" Atristan menepuk pundaknya, "Ah, aku jadi berharap kita bekerja di tempat yang sama. Dengan begitu kita pasti bisa lebih saling kenal juga."
"Yah," balas Gustav, "Aku sendiri berharap kita kenal lebih awal."
"Oh, ngomong-ngomong, Gus, apa kau sudah punya pacar?" tanya Atristan dengan tiba-tiba dan sangat keluar dari topik pembicaraan mereka lima menit lalu.
Ia mengalihkan topik resmi ke topik pribadi dengan cepat, batin Gustav yang masih belum siap dengan pertanyaan yang seolah menanyakan apakah dia sudah menikah atau belum di umurnya yang matang.
Gustav menggeleng. Ia menjawab dengan jujur, "Sebetulnya aku sering mendengar kabar kalau ada banyak orang yang suka dan kagum padaku. Mungkin aku hanya belum tertarik, dan belum menemukan wanita yang sesuai saja."
"Hooh, benar-benar tipe orang yang perhitungan, ya," timpa Atristan.
Pria bermanik api itu lalu melanjutkan dengan semangat, "Kalau aku, sebetulnya aku sudah pernah punya pengalaman sih, ekhm. Lebih tepatnya sepuluh orang."
"...."
"Apa-apaan reaksimu yang biasa-biasa saja itu? Kamu sekarang tengah berhadapan dengan salah seorang pria dari kalangan rakyat biasa yang populer di Kerajaan, lho!"
"Jika aku adalah seorang gadis, aku tidak akan terhasut dengan kata-kata dan wajah sok tampanmu saat ini," ujar Gustav sambil menyilangkan lengannya di dada.
Atristan memasang wajah kecewa. "Padahal semua pria yang mendengar ceritaku akan merasa iri. Sudah kuduga kamu pasti akan berbeda."
Ia lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Gustav. "Tapi, jika nanti kamu berubah pikiran dan ingin mencari gadis, kamu bisa datang padaku untuk bertanya. Aku hapal dengan orang-orang di sini, apalagi yang dari daerah bukit."
"Tawaran yang tidak buruk meski aku tidak butuh," balas Gustav sambil mendorong wajah Atristan agar mereka tidak terlalu dekat.
"Oh ya, ngomong-ngomong, sebagai representatif gilda nanti, tugasku akan seperti apa?" tanya pria bermanik biru cerah itu--yang juga berperilakuan sama, tengah mengalihkan topik.
"Apa kamu tau pekerjaan duta?" pria di sampingnya bertanya balik.
"Ya, aku tahu. Seperti perwakilan atau jaminan untuk terhubung dengan pihak luar dalam hal mengatur logistik, perjanjian, dan keamanan masing-masing."
"Kok kamu bisa tahu?" Sekarang Atristan heran, tetapi ia juga terlihat terkesima.
Benar juga, tidak ada banyak rakyat jelata tahu hal detail seperti itu. Gustav terlihat seperti ingin menepuk-nepuk kepalanya sendiri saat ia menyadari kalau dirinya sudah salah ucap.
"Aku... suka membaca buku," jawab Gustav dengan tidak sepenuhnya berbohong, "Biasanya kalau ada waktu luang, aku akan membeli buku lalu membacanya saat aku pulang dari misi."
Aslinya karena dulu aku pernah mengikuti kelas politik. Namun, asal dia percaya, aku rasa tidak apa-apa.
"Jika aku mengajakmu untuk jalan-jalan ke perpustakaan istana, apa kamu akan setuju?"
Gustav kemudian melihatnya dengan pupil melebar. "Tentu. Aku akan sangat setuju. Namun, mari kita lakukan itu nanti. Untuk sekarang, ayo fokus ke tugas resmi kita terlebih dahulu," ingatnya.
"Aku akan mengingat permintaanmu, Gus," ujar Atristan. Ia tertawa kecil. Gustav benar-benar menunjukkan ekspresinya dengan jelas.
"Ngomong-ngomong tentang tugas resmi sebagai representatif, kamu mungkin akan diminta untuk tinggal di sini selama sebulan," ujar Atristan setelahnya.
"Lalu apa ada masalah?"
"Ah, itu...." Atristan sedikit menggaruk kepalanya. "Masalahnya adalah... istana tidak akan memberi kalian modal untuk hidup di sini."
Gustav langsung saja terbelalak. "Itu sangat-sangat jahat!"
"Ya! Benar kan? Masa mereka mengambil kebijakan seperti itu dengan alasan hemat biaya?"
"Sepertinya bagian internal istana harus dirombak lagi."
"Aku setuju!"
...
...
Waktu benar-benar tidak dirasakan oleh Gustav. Pasalnya dia baru keluar dari tenda setelah dua jam lebih mengobrol panjang dengan kawan lamanya.
Ditambah ia merasa sedikit canggung. Saat ia keluar dari sana, ia langsung diperhatikan oleh para penjaga yang bertanya-tanya. "Apa yang dia lakukan dengan Sir Atristan malam-malam begini?" Begitulah mungkin isi pikiran mereka.
Entah kenapa aku merasa seperti seorang gadis yang ketahuan menyusup ke kamar kekasihnya, batin Gustav seraya ia berjalan dengan berusaha mengabaikan tatapan curiga orang-orang yang berjaga di sana. Ia mencubit pipinya sendiri di tengah jalan.
Oh, apa yang aku pikirkan. Kekasih? Mana ada yang seperti itu. Mereka paling hanya curiga karena aku yang adalah anak baru bisa tiba-tiba dekat dengan kapten mereka. Yah, pasti karena itu. Aku terlalu berprasangka.
Gustav segera menghapus pikiran anehnya lalu pergi kembali ke tendanya di camp sementara prajurit bayaran. Ia bersiap-siap untuk tidur setelah merapikan beberapa barang. Namun, tatkala ia ingin memejamkan mata, sebuah bayangan pria terlihat di luar tenda.
"Gus...." Bayangan tersebut memanggil namanya sebelum menghilang. Gustav yang familiar dengan gaya panggilan itu pun terbangun untuk pergi ke luar tenda. Ia menghampiri sang pria pemilik suara di balik semak-semak yang lebat di belakang tendanya.
"Derrick, apa urusanmu memanggilku malam-malam begini?" tanya Gustav kepada pria yang adalah pengantar pesan sekaligus mata-mata gilda itu.
"Kau harus mengetahui hal ini."
Derrick kemudian menceritakan segala hal yang dilihat dan didengarnya selama ia mengamati Sungai Ayden.
"Dua petinggi iblis penguasa perairan, Narelle Vepar dan Cessair Forneius akan mengincar nyawamu," Derrick memperingati, "Aku hanya ingin bilang padamu untuk berhati-hati selama ada di istana."
Gustav menatapnya dengan datar. Ia lalu membalas ucapannya, "Nyawaku sudah sering diincar berkali-kali dalam setiap misi. Ini bukan apa-apa
Aku janji pada kalian kalau aku tidak akan mati dengan mudah. Bahkan jika lawanku adalah iblis murni sekalipun."
"Sebaiknya kau pegang kata-katamu, Gus. Jangan kecewakan kami, terutama Ketua Lydia. Lalu ingatlah, kami selalu ada di belakangmu. Jangan sungkan untuk meminta bantuan kami jika ada apa-apa," ucap Derrick untuk menguatkan Gustav.
Mata hijaunya kemudian menatap ke arah Gustav setelah pembicaraan utama mereka selesai. Derrick tersenyum miring. "Bukankah masih ada hal yang ingin kau ketahui dari informan terbaik ini?"
Gustav tidak membalas apa-apa. Ia membenarkan ucapan Derrick. "Tolong, apakah kau bisa menyelidiki soal Kapten Atristan termasuk hubungannya dengan Lucas Percyval dan Lady Vesia?"
Derrick melihat Gustav untuk sesaat. "Aku memang menduga kau ingin menanyakan sesuatu, tapi aku tidak tahu kalau kau akan menunjukkan ketertarikan yang sangat gamblang seperti sekarang ini," komentarnya sambil tersenyum kecil.
"Nanti aku akan suruh bawahan untuk mengantarkan hasilnya padamu setelah semuanya selesai," ujar Derrick sambil mengedip-kedipkan matanya.
Gustav mengangguk mengerti. "Aku akan membayarmu sengan setimpal."
Pria bersurai hijau coklat sedagu itu lalu tersenyum dengan yakin. "Kau akan mendapatkan hasilnya minggu ini. Sekarang, izinkan aku untuk pamit undur diri."
Sekejap sebelum Gustav sempat berpamitan, pria itu sudah menghilang dengan cepat dari tempatnya.
"...."
Kalau dipikir-pikir lagi, sepertinya tindakanku untuk mencaritahu tentang Atristan itu sangat impulsif.
Gustav akhirnya tidur sambil menyesali nasib dompetnya.
Atristan... sebetulnya aku ini bukan orang yang sangat perhitungan seperti yang kau kira.
o==[]::::::::::::::::> TBC
***
A/N :
Wow, update double! Sungguh pergerakan yang nekad sekali saudara-saudari!
Tapi yah, seperti yang bisa kalian lihat sendiri, inti dari dua chapter ini mirip-mirip : pembangunan interaksi antara Gustav dan Atristan.
Aku pikir, pasti akan membosankan bila kalian membaca hal yang sama tapi harus menunggu satu sampai dua minggu. Jadi, aku publish saja dua-duanya sehingga kalian bisa maraton dan tidak ketinggalan informasi, hehe.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top