18 - Ambisi
"Apakah kamu bisa mengajarkan tentang kekuatan suci yang mengalir di setiap keturunan keluarga kita kepadaku?"
Gustav bertanya dengan sorot mata ingin tahu. Sementara wanita berambut pirang panjang di hadapannya termenung sebentar sebelum menjawab permohonannya.
"Tetapi, mengapa harus saya?" Magdalena bertanya balik, "Saya baru menerima kaul suci dan menjadi biarawati tiga bulan yang lalu, saya merasa saya tidak punya cukup pengalaman untuk dapat mengajari Anda."
Akan tetapi Gustav meyakinkannya dengan sepenuh hati, "Kamu punya bakat alami, maka dari itu aku lebih membutuhkan pengetahuanmu. Ditambah kamu tidak sesibuk Bunda Elsie, jadi aku rasa kamu akan lebih cocok untuk menjadi tutorku saat ini."
Magdalena tampak ragu-ragu, tapi ia mengerti maksud perkataan Gustav. "Sebelumnya, apa Anda tahu tentang sejarah keluarga Cleric?"
"Saya tahu garis besarnya bahwa Cleric adalah keturunan malaikat yang diutus oleh Dewi, tetapi hanya sekedar itu," jawab Gustav.
"Kalau begitu, akan saya ceritakan lebih banyak, tentang keluarga dari pihak Ibunda Anda ini."
Ini adalah bagian dari kisah legenda ratusan tahun yang lalu.
Berdasarkan ramalan yang ada pada kitab suci Dewi Penciptaan, Denstorste, di hari artifak Kubea turun ke dunia Galathea, seorang malaikat juga ikut turun menjadi pelindung barat.
Malaikat yang mengambil wujud seorang wanita berparas bidadari itu, diberi tugas mulia oleh Dewi untuk menjadi perantaranya dengan dunia. Demikian, malaikat itu menikah dengan Raja January Oliver I yang adalah Manusia Terpilih Pertama. Lalu ia diberi rahim yang akan melahirkan keturunan penguasa mahsyur, dan orang-orang suci, termasuk Manusia Terpilih generasi berikutnya.
Keluarga Cleric adalah keluarga inti keturunan malaikat itu, yang berpisah dari takhta kerajaan demi fokus membangun kepercayaan agama. Dengannya, setiap anggota keluarga terlahir dengan potensi kekuatan suci.
Para pria Cleric akan menerima berkah perlindungan suci, membuat mereka tahan banting dalam setiap pergelutan mereka dan dapat beregenerasi dengan cepat. Namun, kekuatan ini hanya bisa digunakan ke tubuh mereka sendiri.
Sedangkan para wanita menerima berkah penyembuhan suci yang sangat hebat yang dapat menyembuhkan luka fisik--atau variasi langkanya, dapat menyembuhkan luka psikis orang lain--tetapi tidak untuk dirinya sendiri.
Khusus Manusia Terpilih, kekuatan suci yang diterima sesuai jenis kelamin akan ditambah dengan kekuatan primordial suci tak terbatas. Membuat mereka dapat menggunakan kekuatan suci untuk menyerang fisik lawan (berkebalikan dengan keturunan biasa yang kekuatannya hanya bersifat defensif).
Selain kekuatan suci, keluarga Cleric juga dikenal akan keawetmudaan anggota keluarganya. Meski begitu, mereka tetap punya masa hidup seperti manusia normal pada umumnya.
"Lalu, walau berkah yang Manusia Terpilih, pria, dan wanita Cleric terima berbeda, pada dasarnya prinsip mengeluarkan kekuatan suci itu sama saja," Magdalena lanjut menjelaskan.
"Berbeda dengan kekuatan sihir yang bangkit di usia tertentu atau karena melakukan kultivasi, kekuatan suci dikeluarkan dari keyakinan dan ambisi penggunanya. Kekuatan suci tidak perlu dibangkitkan karena adalah kekuatan alami. Namun, untuk kekuatan lain yang mengikutinya perlu dibangkitkan." Wanita itu lalu menunjukkan tangannya. Sebuah aura cahaya muncul dari jari jemari, membentuk untaian benang indah yang menari-nari di atas telapak.
"Apakah selama ini Anda pernah merasakan kekuatan suci mengalir pada tubuh Anda?" Magdalena bertanya untuk memastikan.
"Sepertinya... saya pernah tanpa sengaja mengeluarkannya beberapa kali. Namun, saya kira itu adalah sihir api," jawabnya.
"Kapan Anda pertama kali menggunakannya?" tanya biarawati itu lagi.
Gustav menjawab, "Saat saya membunuh monster di Sungai Ayden, dan saat saya menebas kepala iblis pengontrol."
"Apa yang Anda pikirkan saat itu dan seperti apa ambisi Anda?"
"...."
Keselamatan Atristan, pikir Gustav, tetapi dia terlalu malu untuk mengungkapkannya.
"Apapun itu, Anda harus terus berlatih untuk menguatkan ambisi Anda. Sehingga ketika ambisi itu sudah terukir permanen dalam hati, kekuatan suci yang Anda miliki dapat mengalir secara alami," jawab Magdalena dengan tatapan serius, "Anda juga bisa menyelingi dengan memperdalam pengetahuan Anda tentang teologi."
Mendengar perkataan Magdalena soal ukiran hati, Gustav menutupi mulut dengan tangannya. Dia berdehem. "Saya... akan berusaha melakukannya, Guru."
"Tolong panggil saya senyamannya saja. Saya agak canggung karena saya seumuran dengan Anda," pinta Magdalena.
"Kalau begitu, biasanya kamu dipanggil siapa?"
"... Lena."
"Baiklah, Lena. Lalu karena kita juga masih keluarga, kamu boleh memanggil saya Gus. Sesuai permintaanmu, kita berkomunikasi senyamannya saja," ujar Gustav sambil tersenyum. Ia lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat.
"... Aku tidak keberatan," balas Magdalena. Meski ragu, ia mengulurkan tangannya juga kepada Gustav.
Namun, alih-alih saling bersalaman. Saat itu juga Gustav merasakan ada sebuah tangan memegang pundak kirinya dari belakang. Setelah itu, tangan kanan orang misterius di belakangnya malah menjabat tangan Magdalena.
"Baiklah, Lena, kalau begitu kau juga harus kembali memanggilku dengan nama Tris!" ujar orang yang menengahi mereka berdua.
Mata Gustav berbinar untuk sesaat saat dilihatnya orang tidak sopan itu. "Atristan... kamu sudah bangun?"
Seketika Magdalena menepis tangannya sambil menatapnya dengan jijik. Tetapi Atristan hanya tertawa.
"Kau tidak sopan," tegas Magdalena sambil merapikan tudungnya, "Kita kan sudah janji untuk bersikap formal setelah aku menerima kaul suci."
"Kau tidak asyik, ah, kau terlalu kaku. Lagipula kalau Gus bisa memanggil nama panggilanmu, mengapa aku tidak? Benar kan?" Atristan memasang muka cemberut, seakan-akan meminta Gustav untuk membelanya. Magdalena seketika menolehkan kepala ke arah lain.
Magdalena menahan rasa kesalnya. Ia bergumam kepada dirinya sendiri, "Sabar. Sabar. Pria ini semalam hampir mati. Dia pasti habis membenturkan kepalanya dengan keras."
"Huft, sikap dinginmu itu tidak berubah, ya. Kadang kau menakutiku, S-a-u-d-a-r-i M-a-g-d-a-l-e-n-a," celetuk Atristan sambil merangkul pundak Gustav.
"Berisik." Demikian biarawati muda itu melangkah pergi dengan ketus.
"...." Gustav memandangi Magdalena yang semakin jauh, lalu ia teralihkan ke Atristan.
"Di informasi yang aku dapat dari Derrick, dijelaskan kalau kalian saling kenal, tetapi sepertinya kalian lebih dekat dari itu," komentarnya.
Mengingat Atristan yang seperti sudah biasa membuat Magdalena kesal di situasi tertentu, maupun Magdalena yang diam-diam mengkhawatirkannya (Gustav bahkan masih ingat waktu mereka sekarat, ekspresi yang Magdalena buat saat itu sangat menggambarkan ketakutannya). Mereka pasti sudah sangat dekat.
"Ah, aku belum memberitahumu soal ini, ya." Atristan memasang ekspresi yang sulit diartikan. Senang? Sedih? Entahlah. Yang pasti senyumannya terlihat getir.
"Kami memang berteman sejak lama, tetapi satu tahun yang lalu, aku naksir padanya," ungkap Atristan dengan dramatis. Sementara Gustav mendengarkannya dengan cermat.
"Kamu ditolak?"
"Sangat," jawabnya, "Dan itu pertama kalinya aku ditolak oleh wanita. Jadi rasa sakitnya masih bisa kurasakan sampai sekarang."
"... Aku ingin berbela sungkawa tetapi mengingat selama ini kamu suka gonta-ganti dan dengan beraninya kamu menyatakan perasaanmu kepada calon biarawati, sepertinya pukulan seperti itu memang pantas buat kamu," jawab Gustav dengan datar. Dia menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Haha," Atristan terkekeh seraya mata jingganya melirik wajah Gustav dengan dalam, "Sisi baiknya gara-gara itu, sebagai akibatnya aku bertobat. Tetapi sialnya sekarang aku malah... menyukai orang lain lagi. Dasar diriku ini."
"Ngiikk ngiik."
Suara kuda yang menderap mengakhiri percakapan canggung mereka berdua. Kuda itu lalu berdiri di sisi Gustav.
"Kalian tidak ingin pulang?" tanya kuda itu, Veronika. Atristan tampak terkejut.
"Kudamu... bicara?" tanya pria dengan rambut jingga itu sambil membelalakan mata.
"Apa kamu tidak diberitahu oleh Lady Vesia saat kamu bangun?" Gustav bertanya balik. Dia bersikap seolah-olah kuda yang bicara adalah hal biasa, membuat Atristan jadi merasa linglung sendiri.
"Lady Vesia sudah tidak ada di ruangan saat aku bangun," jawab pria yang lebih tinggi itu, masih terkejut.
"Aku akan jelaskan detailnya padamu saat kita sampai ke rumah," jawab Gustav. Mereka lalu keluar dari kuil bawah tanah itu setelah mengkonfirmasi kepulangan mereka kepada biarawan yang berjaga di luar gerbang.
"Oh ya, aku lupa bilang, kudamu mati saat kita melawan iblis kemarin. Jadi kita akan pulang naik kudaku."
"... Hah?"
***
Kediaman Keluarga Ignatio
Sepulangnya mereka ke rumah, mereka langsung disambut oleh sepak terjang Felicia yang memeluk kakak satu-satunya dengan erat. Dia tampak sangat ketakutan. Wanita muda itu bilang kalau dia diberitahu oleh kuil suci bahwa mereka terlibat dalam sebuah insiden pertarungan melawan iblis murni.
Felicia tampak hampir menangis saat dia memeluk tubuh Atristan. "Gila, aku kira aku akan kehilanganmu lagi," ujarnya tanpa bisa menahan isak. Dia terlihat panik.
"Feli, tenanglah. Aku masih di sini kok." Atristan tersenyum simpul. Tangan kokohnya menepuk pundak sang adik dengan lembut. Sebuah pemandangan yang sangat berbeda karena biasanya mereka selalu berkelahi.
Gustav yang melihatnya merasakan haru. Syukurlah Atristan punya banyak orang yang menyayanginya.
"Ah, untuk merayakan keselamatan kalian aku sudah membuat santapan spesial!" kata Felicia sambil tersenyum lebar, tetapi matanya masih mengeluarkan air mata.
Mereka bertiga lalu masuk ke dalam rumah yang hangat, bersiap untuk makan siang.
Akan tetapi betapa terkejutnya Atristan saat dia masuk, karena di meja makan sudah ada satu orang yang duduk menunggui mereka. Orang yang ia kenal dengan sangat baik.
Pria itu memiliki surai ungu panjang dan manik kuning emas yang memicing tajam. Dia mengenakan baju bagus dengan nada warna hijau yang terbuat dari linen, dihiasi motif akar dan daun bunga.
"Tuan Muda Lucas Percyval, apa yang Anda lakukan di sini?" Gustav bertanya sebelum Atristan angkat bicara.
"Aku menghibur Felicia, kebetulan aku lewat jalan ini setelah aku dapat kabar dari Kuil Suci," tutur Lucas, meski bagi Gustav kebohongannya tampak dengan jelas. Dia tahu Felicia menyukai Lucas, dan tidak ada yang bilang kalau Lucas tidak bisa menyukai Felicia juga.
Meski akan sulit karena perbedaan status mereka.
"Keluar." Atristan mengeluarkan senyum jahat yang biasa dia tunjukkan kepada bawahannya sambil menunjuk pintu keluar.
"Kalau Tuan Muda Lucas memang mau ada di sini, aku rasa tidak apa-apa kalau dia ikut makan," ujar Gustav sambil berkedip ke arah Felicia, membuat wanita muda itu memerah malu.
"Baiklah." Senyuman Atristan seketika berubah menjadi lebih lembut.
Wah, dia langsung jinak.
Akhirnya mereka menghabiskan waktu makan siang bersama. Begitupun dengan Veronika yang menghabiskan sekantung stroberi pemberian Gustav yang dibelinya sewaktu mereka dalam perjalanan pulang.
Hari itu berjalan dengan tenang, melupakan sejarah maut semalam.
***
"Apa yang ingin Anda sampaikan sehingga Anda mengajak saya untuk bicara secara privat, Yang Mulia?" Lucas bertanya sembari berdiri tegap, menunjukkan rasa hormatnya kepada sang lawan bicara.
Halaman belakang rumah itu sepi. Hanya ada pohon-pohon dan beberapa bunga semak yang menghiasi seraya terdengar suara mengerat tupai.
"Saya ingin menitip pesan untuk Nona Yuno. Sebagai atasannya, kemurahan hati Tuan Muda pasti bisa menyampaikan pesan saya dengan lebih cepat." Gustav menyodorkan sebuah surat yang disambut baik oleh sang putra Duke Naga.
"Mana mungkin saya menolak permintaan bantuan yang sederhana ini, Yang Mulia," balas pria bersurai ungu lavender khas itu. Lucas menerima surat tersebut sambil sedikit menunduk. Dia tidak menyembunyikan fakta kalau dia tahu posisi sebenarnya Gustav. Gustav juga sepertinya mulai terbiasa dengan perlakuan khusus dari orang-orang tertentu yang tahu identitas aslinya.
Lalu mengingat Lucas bukan bagian dari keluarga kandungnya, sama seperti Lady Vesia, Gustav memang sengaja tidak menyuruh mereka untuk bicara senyamannya.
Semata-mata karena dia tidak mau kehormatan "dirinya" terasa "diremehkan". Pria berwajah indah itu memang sudah berada di kehidupan prajurit bayaran liar selama 10 tahun, tetapi dia tidak sepenuhnya buta politik.
"Saya harap Tuan Muda juga menyampaikan rasa terima kasih saya kepada Yuno karena sudah membantu saya menghubungi desainer gaun wanita untuk Yang Mulia Pangeran Pertama," lanjut Gustav setelahnya yang secara tak disangka, dijawab dengan nada terkejut oleh Lucas.
"Yang Mulia Pangeran Angellio? Setahu saya Pangeran Pertama tidak mempunyai kekasih," ujar Lucas, sekarang di wajahnya terlihat ekspresi ragu-ragu.
Gustav meletakkan tangan di dagunya. "Benarkah?"
"... Kita tidak pernah tahu," jawab lelaki dengan manik kuning tajam itu dengan tidak yakin. Setelahnya, terjadi keheningan di antara mereka, seraya Gustav mencoba untuk membaca ekspresi sang lawan bicara.
"Anda sepertinya punya banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan kepada saya." Gustav memandangnya, agak penasaran juga. Meski dia tidak berencana menjawab dengan detail, karena ini baru pertama kali mereka bertemu, sebagai sesama bangsawan.
"Benar, bila Anda tidak keberatan untuk menjawab, Yang Mulia." Lucas sedikit menunduk, sekarang dia memasang ekspresi datar yang sulit untuk dibaca.
"Apa hubungan Anda dengan Sir Atristan? Bukankah Anda berdua baru seminggu bertemu?"
o==[]::::::::::::::::> TBC
A/N:
Dari sini dan chapter sebelumnya kita bisa lihat kalau Gustav mulai memberi batas interaksi ke orang-orang tergantung seberapa "dekat" mereka dengannya, as a royal's heir should 🤨 Kira-kira apa rencana Gustav selanjutnya?
.
.
Bonus
"Omong kosong," katanya. Lena yang masih waras lalu meninggalkan Atristan seorang diri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top