16 - Darah Pertama
Gustav menoleh pelan ke arah Atristan. Katanya, "Aku sedang diincar."
"...." Atristan terdiam, sekarang dia mengerti akan kondisinya. Dia menjadi was-was.
"Menurutmu apakah dua iblis yang kita tidak tahu namanya itu akan menyerangku di keramaian ini?" Gustav meminta pendapat Atristan.
"Bila kita tidak berhati-hati, kemungkinan buruk itu bisa saja terjadi. Seperti yang kita tahu, iblis itu makhluk yang nekat," jawab Atristan.
Atristan kemudian memanggil salah seorang pelayan dan bilang kalau mereka sudah selesai mandi. Pelayan itu sempat menghalangi mereka karena sayang mereka baru menghabiskan waktu sebentar, namun Atristan bilang kalau mereka ada pekerjaan mendesak.
Gustav dan Atristan akhirnya mengganti baju dengan buru-buru di ruang ganti. Setelah itu, terdengar suara teriakan dari ruang sauna.
"Sial, sepertinya iblis-iblis itu sudah memulai aksinya!" geram Atristan.
Atristan mengeluarkan belati genggam miliknya dari saku ikat pinggang karena dia tidak membawa tombak kapaknya untuk saat ini. Di sisi lain, Gustav selalu siap dengan pedang prajurit bayarannya.
Selesai mengganti baju, mereka berdua saling mengangguk, lalu mereka kembali ke ruang pemandian. Dan benar saja sesuai insting mereka. Di lantai sudah ada banyak darah beserta beberapa mayat baik mayat pelanggan ataupun pelayan. Sementara sisanya yang masih hidup tampak terpojok dengan ekspresi teror.
Sebuah pemandangan yang mengerikan, dan sangat-sangat membuat mereka berdua marah. Terutama Gustav yang merasa bersalah karena memikirkan bahwa ialah yang membawa marabahaya ke tempat sosial ini.
"T-tuan-tuan, selamatkan kami!" seru korban-korban yang ada di sana, sebelum bola mata mereka satu per satu keluarkan darah. Tubuh-tubuh hidup itu sekarang dikendalikan sepenuhnya oleh iblis tak punya hati. Mereka kini berdiri lesu bak orang mati.
"Gustav Oliver," sebuah suara wanita yang mendayu dan menenangkan memanggil namanya dengan sedikit serak, "Saya sudah menantikan pertemuan langsung denganmu, Manusia Terpilih Ketiga," katanya seraya ia menampakkan sosok dirinya yang telanjang dari kabut uap air panas.
Wanita itu punya penampilan persis seperti wanita yang dilirik penuh curiga oleh Gustav. Surai panjangnya yang berwarna abu-abu lavender terlihat sangat indah dengan kulitnya yang agak pucat, dan netranya seratus persen selaras dengan penampilannya.
Wanita itu menatap Gustav dan Atristan yang sedang dalam posisi kuda-kuda mereka dengan intens. Tersurat jelas aura membunuh dari pancaran matanya.
"Saya bukan iblis yang didesain untuk membunuh tetapi, bila lawannya adalah manusia rendah seperti kalian," iblis wanita itu meluruskan tangannya, menunjuk ke arah Gustav dan Atristan, "Maka kalian tetap bukan tandinganku."
Dengan begitu, manusia-manusia yang tadinya berdiri lemas di sekitar mereka, kini menunjukkan perilaku agresif dan menyerbu mereka berdua.
Tidak ingin membunuh sesama manusia, Gustav dan Atristan memasukkan kembali senjata mereka dan memutuskan untuk bertarung dengan tangan kosong. Pukulan demi pukulan, tendangan demi tendangan mereka terima, dan mereka masih mampu bertahan dengan gigih. Sembari membuka jalan untuk mendekati iblis wanita yang sekarang duduk manis di tepi bak mandi.
"Tidak ingin membunuh sesama manusia, heh? Sepertinya kemanusiaan kalian perlu saya hargai," ucapnya dengan nada merendahkan.
Iblis wanita itu lalu berdiri di pinggir bak tanpa kehilangan keseimbangan, ia kini mengangkat telapak tangannya sembari mulutnya mengeluarkan suara yang menggema, "Tumpahkan."
Dalam waktu sepersekian detik setelah perintah dikeluarkan, orang-orang yang tadinya menyerbu Gustav dan Atristan sekarang mengganti target. Mereka menumpahkan semua bak mandi berair yang ada sehingga air-airnya menggenangi seluruh bagian lantai.
Gustav dan Atristan kemudian saling merapatkan tubuh mereka. Tahu ada yang tidak beres, Gustav memberi kode kepada Atristan lewat kode isyarat prajurit.
'Hati-hati.'
Dengan begitu Atristan dan Gustav mengeluarkan senjata mereka yang tadi sempat mereka simpan.
'Berpencar setelah aba-aba.'
Suara gemuruh lalu terdengar dari bawah. Dari genangan air yang tercipta itu, muncul lingkaran sihir.
'Ada musuh bersembunyi.'
Dua buah tangan kurus kering bersisik yang ukurannya sebadan dengan tiba-tiba menjelma dari lingkaran sihir di kedua sisi mereka. Tangan itu lalu dengan cepat hendak bertepuk untuk meratakan mereka berdua.
Akan tetapi monster itu kalah cepat, pasalnya Gustav sudah terlebih dahulu memberi kode dan sekarang mereka terpisah di dua sisi.
Sudah menduga hal itu akan terjadi, monster yang keluar dari lingkaran sihir berair itu lalu mengeluarkan tentakel-tentakel dari siripnya, hendak menangkap dan memerangkap.
Namun, agaknya karena terlalu merendahkan, monster itu tidak memperhitungkan kecepatan mereka. Ia kalah cepat. Sementara Gustav dan Atristan telah mengelak dan memotong tentakel monster itu dengan senjata mereka.
Cipratan darah hitam seketika menghiasi lantai tempat mereka berpijak, bercampur dengan genangan air. Terdengar suara monster itu teriak kesakitan, dan wanita iblis tadi kini menjadi semakin berang.
"Berani-beraninya manusia seperti kalian menyakiti suamiku!" gertaknya. Dengan seketika wajah lembut nan cantik miliknya berubah menjadi mengerikan sampai tidak terdefinisi. Matanya hampa dan mulutnya menganga kosong. Suaranya jadi semakin serak dan semakin menggema di ruang sauna.
Sementara Gustav dan Atristan telah selesai memotong semua tentakel yang mereka lihat. Mereka kemudian saling menempelkan punggung mereka kembali saat wanita iblis itu terlihat akan mengamuk.
Akan tetapi, Atristan tiba-tiba menyadari sesuatu.
"Gustav, apa kamu ingat waktu kamu baru datang ke istana? Saat itu kamu meminum sebuah ramuan kan?"
Gustav bertanya balik, "Mengapa kamu mengungkit hal itu saat ini? Jangan bilang...."
"Sepertinya iblis wanita itu adalah iblis yang mengontrol pejabat-pejabat dan rakyat kerajaan selama 10 tahun. Aku tidak pernah tahu rupanya sampai saat ini, dia menyembunyikan dirinya dengan baik," ungkap Atristan, terlihat butiran keringat dingin menetes di pipinya.
"Ramuan yang pernah kamu minum... sebenarnya adalah darah tumbal yang sudah diproses sedemikian rupa dengan alkimia sebagai media sihir pengendalian.
Atristan melanjutkan, "Aku tahu hal ini karena seluruh pasukan dipaksa untuk meminum ramuan itu setiap seminggu sekali. Aku dan bahkan kedua Pangeran juga termasuk."
"Namun, entah mengapa saat dekat denganmu. Pengaruh sihir pengendaliannya terhadap diriku jadi berkurang," ucap Atristan sambil mempererat genggaman belatinya.
"Maka dari itu, Gustav, jangan biarkan aku jauh darimu."
GRRRRAAAAAAH!
Iblis wanita itu mengeluarkan semua kemurkaannya. Dengan itu orang-orang tak bersalah yang tadi dikendalikannya mengamukmelukai diri mereka sendiri, menambah takaran darah yang tumpah tercampur dengan air di lantai sauna. Seiring dengan semakin banyak darah manusia, tentakel-tentakel yang tadi sudah terpotong kini kembali beringas.
Kejadian itu terjadi hanya dalam hitungan detik saja, membuat Atristan dan Gustav terperangah.
"Sial!" umpat Gustav dengan marah, merasa tercurangi, "Kalau kau mengincarku jangan mengorbankan orang lain dasar iblis!" Ia menguatkan genggaman pedangnya lalu berlari tanpa aba-aba, membuat Atristan mau tak mau mengejar langkahnya.
"Tunggu, Gustav!" Atristan ingin mencegatnya, tetapi ia dihalangi oleh tentakel-tentakel iblis yang membentengi jalan. Ia terpisah dari Gustav. Matanya tidak bisa melihat sosok pria itu lagi karena dihalangi oleh tirai tentakel yang gelap.
Jantungnya berdegup kencang tatkala ia mendengar suara teriakan lantang. Sontak tentakel itu berhenti bergerak. Meleleh menjadi cairan hitam kental.
"G... Gus, kamu...."
Darah mengalir deras dari potongan kepala yang tergeletak di lantai. Terlihat senjata dan tubuh sang penjagal bersimbah darah bercampur keringat penuh amarah.
Gustav memegang senjatanya erat-erat lalu menoleh ke arah Atristan dengan manik birunya yang melotot tajam.
"Atristan... aku-"
Namun belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, sebuah tentakel menarik kaki membuatnya terjungkal ke belakang. Bagian belakang kepalanya terbentur keras, membuat ia kehilangan kesadaran dengan cepat.
"GUSTAV!"
Atristan meneriakkan namanya dengan panik. Seolah kehilangan kendali, tubuhnya bergerak sendiri untuk mendekati tentakel yang menyerang Gustav.
Naas, dia harus terlempar begitu jauh tatkala berusaha mendekat karena amukan iblis tentakel itu. Atristan terhempas setidaknya sekitar sepuluh meter. Tubuhnya membentur tiang ruangan dengan keras sampai membuatnya berdenging.
Atristan berusaha berdiri, tetapi ia benar-benar merasa pusing. Pandangannya buram dan ia bisa merasakan darah mengalir dari kepala dan lubang hidungnya.
"Agh ... uh... sakit sekali, brengsek...!" Atristan mengumpat dengan pelan seraya ia terjatuh. Lututnya sudah tidak kuat untuk dipaksa menopang badannya lagi.
Sementara cairan kental hitam bekas lelehan tentakel berkumpul menjadi satu di hadapan Atristan lalu berubah menjadi wujud monster perairan yang mengerikan, benar-benar menunjukkan jati dirinya sebagai iblis.
Jika harus dideskripsikan, dia memiliki sirip kepala berbentuk tentakel yang menjalar bak akar. Sementara sirip sampingnya lebih menyerupai tangan manusia yang kurus kering dan bersisik seperti sisa tubuhnya. Ekornya panjang dan tajam bak kapak bermata dua.
Monster itu lalu menengok ke arah Atristan, ia meraung-raung tidak jelas seperti menahan amarah dan tangisan. Setelahnya monster itu menarik tubuh Atristan yang sudah lemas dengan tentakel lalu melemparnya ke arah ia menyekap Gustav.
"Ini adalah takdir yang harus kalian terima setelah membunuh istriku! Narelle!" Suara iblis itu menggema dengan nada penuh kesedihan. Ia lalu mengangkat sirip ekornya, bersiap untuk menghabisi mereka dan seluruh sisa-sisa manusia yang ada di sana.
Sementara itu, Gustav perlahan-lahan mendapatkan kesadarannya kembali. Ia membuka matanya dan mendapati Atristan terbujur bersimbah darah di bawah kakinya.
Seketika saja Gustav merasa tak berdaya. Meski bukan pertama kalinya ia melihat hal yang mengerikan, detik-detik ini terasa jauh lebih menakutkan daripada pengalaman-pengalaman Gustav yang lain semasa ia aktif mengambil misi prajurit bayaran.
Jantungnya berdetak pelan. Ia merasakan seluruh tubuhnya menjadi kaku. Gemetaran. Gustav sudah tidak fokus dengan sekitarnya lagi, bahkan kepada monster yang sudah membulatkan tekad untuk membunuh mereka yang lengah.
Ia hanya memandang Atristan. Menatap wajah tampan yang terluka itu dengan perasaan yang tidak dapat dijelaskan.
Bergejolak. Gustav menyadari dan menyesali apa yang yang ada di pikirannya.
Jika mukjizat sungguh terjadi, aku mohon... ya, Dewi, aku ingin benar-benar menjaga dan melihat senyumannya kembali.
Gustav menggigit bawah bibirnya. Ia menahan lara sambil terus menatap wajahnya dengan sayu.
Namun, bagaikan tetesan air di padang gurun, tiba-tiba saja Gustav melihat secercah cahaya dari balik tubuh besar monster iblis itu dan hembusan angin segar menerpa seolah menyentuh jiwanya.
Cahaya itu terlihat sangat menyilaukan bagi sang monster, sampai bisa membuatnya kepanasan dan merasakan sakit yang amat sangat dari dalam tubuhnya.
"JANGAN! JANGAN ARAHKAN KEKUATAN SUCI PADAKU! TIDAK!"
Monster itu perlahan-lahan berubah dari wujud monster kembali ke wujud manusia. Membuat Gustav dan Atristan lepas dari genggaman tentakel.
Iblis tersebut kemudian berusaha berlari dari sinar cahaya suci sambil membawa kepala istrinya. Apa daya saat hendak keluar ia dihadang oleh seekor kuda bersayap yang menghalanginya dengan tatapan ganas.
Veronika! Gustav terkejut, kuda miliknya yang sombong itu tak disangka akan membantu di saat seperti ini.
Bersamaan dengan dilumpuhkannya iblis itu, seorang wanita muda berlari menghampiri mereka berdua seperti dikejar waktu. Ia segera memberi penolongan pertama sambil komat-kamit supaya dirinya tidak panik.
Perlahan namun pasti, luka luar dan luka dalam mereka sembuh. Dengan begitu Gustav dan Atristan tidak perlu meregang nyawa. Setidaknya untuk kali ini.
"Terima... kasih."
Alih-alih menerima ucapan itu, sang wanita muda justru memintanya untuk tidak berisik dan menyimpan tenaga.
"Saya akan menerima rasa terima kasihmu setelah Anda pulih, Yang Mulia."
Setelah itu, Gustav menutup matanya kembali dengan tenang.
Doanya dikabulkan.
o==[]::::::::::::::::> TBC
A/N :
Punya kekuatan suci ✓
Kenal dengan mereka berdua ✓
Seumuran ✓
Kira-kira siapa, ya, yang menyelamatkan mereka?
Spoiler : salah satu teman masa kecil Atristan yang kemarin menyambut mereka saat masuk ke kuil
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top