14 - Pengajuan Sekali Lagi
Beberapa hari setelah kejadian di biara, Gustav dan Atristan melanjutkan hari-hari mereka seperti biasa. Seolah tanpa beban, karena kini dinding yang membatasi mereka berdua perlahan roboh dengan sendirinya, membuat mereka jadi lebih dekat alih-alih semakin menjauhkan karena sekarang perbedaan status mereka jelas.
"Aku pergi kerja dulu, ya, Gus. Sampai bertemu lagi di permandian umum malam ini," ujar Atristan di pagi hari yang cerah itu sambil tersenyum ke arah Gustav.
Gustav membalas senyumannya dan melambaikan tangan tatkala Atristan memacu kudanya untuk pergi ke istana.
Seorang wanita muda kemudian berjalan mendekati Gustav yang terus memerhatikan punggung Atristan yang semakin jauh itu. Barangkali karena Gustav tidak fokus, dia jadi kaget saat sang perempuan tiba-tiba sudah ada di sampingnya.
"Hmm, Kak Atristan berubah akhir-akhir ini," komentar perempuan bersurai jingga itu, Felicia.
"Ah- Apa seperti itu?" tanya Gustav sambil melihat ke arahnya.
"Dia jadi lebih lembut," katanya, "Apalagi kalau saat berhadapan denganmu. Bahkan denganku saja biasanya dia tidak selembut itu. Dia biasanya menyebalkan."
Gustav tidak memberikan tanggapan terhadap pernyataan itu. Lalu Felicia mengalihkan topik pembicaraan mereka.
"Ngomong-ngomong, apa hari ini Gus akan sibuk lagi?" tanyanya.
Gustav mengangguk. "Ya... ada sedikit kendala di pekerjaanku. Jadi maaf aku belum bisa memenuhi janjiku untuk mengajarkan 'resep rahasiaku' padamu," jelasnya.
"Yah, aku tidak masalah sih toh Gus kan masih lama di sini," ujar Felicia sambil meregangkan jari-jemarinya.
"Kalau begitu aku mau berangkat dulu untuk kerja sambilanku." Felicia menepuk bahu Gustav. "Gus juga, semangatlah bekerja!"
***
Tavern Goldmann
Gustav kini berada di sebuah tavern bersama dua representatif dari gilda lain. Seperti agenda yang sudah mereka siapkan dari beberapa hari yang lalu, hari ini mereka akan melaksanakan rapat terakhir untuk menyelesaikan proposal kerja mereka sebagai syarat pemenuhan kerja sebagai representatif.
Dari gilda pedagang, ialah seorang wanita berparas cantik yang punya tubuh berisi. Rambutnya berwarna ginger dan irisnya hijau muda. Dia mengenakan pakaian bagus dan perhiasan di leher dan telinganya. Orang-orang menyebutnya Nona Yuno sekalipun dia tidak memiliki darah bangsawan karena kemampuan berdagangnya dihormati.
Kemudian dari gilda penyihir, ialah seorang lelaki muda dengan surai merah maroon seleher. Maniknya senada dengan warna rambutnya, dan konon bintang-bintang dapat terlihat saat kau menatap matanya. Namanya adalah Florian, nama yang anggun, tetapi sebetulnya ia punya kepribadian yang buruk dan sering marah sendiri--itu adalah deskripsi yang Gustav dan Yuno setujui secara diam-diam setelah mereka beberapa kali bertemu.
Dan sekarang ketiga orang itu akan benar-benar memantapkan proposal mereka untuk mendapat sponsor dan dana yang mereka butuhkan dari 'kerajaan'. Ini adalah proses revisi yang keempat kalinya setelah ditolak dua kali saat proposal gabungan mereka diantar oleh Florian dan Yuno.
"Sepertinya kita harus memotong dana untuk penelitian gilda penyihir sebanyak empat puluh persen dan menghilangkan permintaan biaya subsidi kapal barang," tegas Yuno sambil ia menunjuk bagian-bagian yang perlu direvisi.
"Dana penelitian dikurangi 40%? Dasar gila! Kalau begitu penelitian obat kami tidak akan ada ujungnya!" protes Florian, yang langsung disanggahi oleh Gustav.
"Mau bagaimana lagi? Kita semua dipersulit di sini. Dan kita pun tidak bisa berharap terlalu banyak ke kerajaan yang tengah dalam kendali iblis," komentar Gustav yang sebetulnya juga jengkel. Tetapi berbeda dengan Florian, dia menghadapinya dengan lebih berkepala dingin.
"Kalau begini sih sama saja dengan menyuruh kita mencincang air! Setan babi! Untuk apa mereka menyuruh kita datang jauh-jauh ke ibukota kalau pada akhirnya kita hanya disuruh untuk berkutat dengan pekerjaan kertas! Bantuan sosial tai! Lebih baik aku makan pantat saja!"
Demikian seluruh sumpah serapah keluar dari mulut Florian tanpa bisa dibendung. Sampai akhirnya laki-laki temperamental itu berhenti sendiri setelah menerima tatapan tajam dari Gustav.
"Jaga kata-katamu, Florian, kita masih berada di kawasan ibukota kerajaan," desis Gustav. Ia menyilangkan kedua tangannya tatkala ia mengembuskan napas.
Keheningan terjadi untuk beberapa saat setelah itu, sampai Yuno membuka suaranya. "Padahal Pangeran Angellio sangat menantikan hasil akhir proposal kita saat kita mengunjunginya bersama-sama waktu itu setelah Gus menyampaikan idenya."
"Sepertinya pengaruh kendali iblis memang bisa membuat sikap dan pemikiran orang jadi melenceng jauh, ya," tanggap Gustav, "Awalnya kukira efeknya tidak akan sampai semenjengkelkan ini, tetapi ternyata mereka sampai menunda-nunda pekerjaan kita sebegitunya."
Gustav mengingat-ingat kembali apa yang Pangeran Angellio katakan padanya sewaktu kerasukan : "Katakan, bagaimana caramu mendapatkan pemikiran seperti ini. Jika jawabanmu menarik, saya mungkin akan mempertimbangkan untuk membantumu."
"...." Gustav termenung untuk sesaat. Dia sadar bahwa masalah ini bukan hanya tentang iblis yang tidak mau menyerah dalam membuat mereka jengkel, tetapi juga karena para iblis, yang mungkin saja, mengincar sebuah jawaban darinya.
Gustav mengingat perkataan dari Pangeran Angellio lagi, "Setelah melihat pemikiranmu, sepertinya ekspektasiku akan jadi semakin tinggi terhadap representatif lainnya. Jika pekerjaan mereka ditolak, kamu jadi bersalah, lho?"
Kalau diingat-ingat terus, entah kenapa kesannya jadi seperti salahku, sungut Gustav dalam hati.
Sekarang entah sudah berapa kali dia mengembuskan napas panjang pada rapat hari ini.
"Jikalau proposal kita ditolak lagi, kita resesi dulu untuk satu minggu ini."
***
Istana Utama,
Ruang Kerja Pangeran Pertama Angellio
Gustav melangkahkan kaki untuk masuk tatkala ia dipersilakan. Tampak pria bersurai pirang duduk dengan tegap. Tangannya memegang sebuah buku dan ia terlihat sedang membacanya dengan cermat sebelum akhirnya ia menurunkan buku tersebut untuk fokus melihat Gustav.
"Saya datang kembali untuk menyerahkan proposal kerja kami sebagai representatif gilda, Yang Mulia," ujar Gustav sambil tersenyum ramah. Ia lalu memberikan tiga gulungan kertas kepada pria berpangkat tinggi itu.
"Ada banyak hal yang kami ubah dalam proposal kami, seperti menghilangkan yang tidak perlu dan tidak mungkin, pengurangan permintaan anggaran, dan pematangan rencana kami untuk tetap bertahan sampai satu tahun ke depan karena permintaan Anda yang bilang ingin melihat-lihat dulu," papar Gustav, menerangkan isi dari ketiga gulungan itu selagi Angellio membaca cepat.
"Bila Yang Mulia memiliki kritik atau saran lagi bagi kami--"
Angellio menyanggahi, "Hasil kerja kalian sudah bagus."
"Maaf?" Secara spontan ucapan itu terlontar dari mulut Gustav. Ia memasang ekspresi menganga saking tidak percayanya, bahwa pangeran perfeksionis di depannya ini akhirnya mengeluarkan kata setuju.
"Saya berekspektasi dapat melihat perkembangan dari kalian satu bulan ke depan setelah dana cair. Terutama dari gilda mercenary. Saya harap ekonomi negara ini dapat berputar lebih baik lagi," ujar Angellio.
"Terima kasih, kami tidak akan mengecewakan Anda."
Pangeran pertama itu lalu menambahkan, "Untuk dana, orang kami akan mengirim sendiri ke pihak kalian. Tunggu saja sampai informasi berikutnya."
"Kami akan sangat menantikan saat kami bisa memulai program ini," jawab Gustav.
Gustav lalu menundukkan kepalanya dan memberi salam dengan hormat, "Bila tidak ada lagi yang ingin Anda sampaikan, dengan hormat saya pamit undur diri. Terpujilah Yang Mulia Pangeran Pertama."
Namun, begitu Gustav hendak melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kerja, ia dihentikan oleh suara dari Angellio.
"Ngomong-ngomong, mengapa kalian menghilangkan wacana untuk membebaskan budak dan memasukan mereka sebagai pekerja dengan upah dibanding buruh tanpa gaji materil?" Angellio bertanya-tanya.
"...." Gustav membalikkan badannya untuk melihat ke arah pria itu. Saat ini irisnya berwarna biru cerah, dia tidak sedang dikendalikan sehingga Gustav pikir akan aman baginya untuk memberitahu hal ini.
"Iblis Anda terus menolak ide itu," jawab Gustav karena ia tidak ingin membuat Angellio merasa bersalah.
"Ah." Angellio yang mengerti situasinya tidak mengelak. Ia mengangguk paham. "Sayang sekali," gumamnya.
"Terima kasih atas jawabannya, sekarang kamu boleh pergi." Angellio lalu kembali fokus ke buku yang tadi dibaca olehnya setelah mempersilakan Gustav untuk keluar. Akan tetapi, Gustav justru menjadi lumayan penasaran terhadap apa yang dibaca oleh saudara kandungnya itu sampai ia terlihat sangat menghayati.
"Maaf bila saya lancang dan tidak sopan. Apakah barangkali Anda sedang mencari pakaian untuk wanita?" tanya Gustav sambil membungkukan badannya, "Saya tanpa sengaja mengintip buku yang Anda baca tadi."
Angellio agaknya karena terkejut, ia langsung menutup buku katalog gaun itu dengan malu-malu. "Kamu melihatnya, ya, Sir...."
"Gaun ini... saya berencana untuk memberikannya kepada... kekasih saya. Namun, saya tidak tahu harus bagaimana untuk membelinya karena saya malu," jawab Angellio dengan kikuk.
Gustav merasa respon kakaknya itu sangat lucu, jadi dia membalasnya, "Saya bisa membantu Anda untuk membeli gaun itu, kebetulan saya dan Nona Yuno punya banyak kenalan."
"Ah, kalau begitu saya hanya butuh bantuanmu saja. Tolong, ya. Tetapi jangan beli dari ibukota, dan carilah penjual atau desainer yang menerima pesanan tanpa pencatatan resmi. Tidak usah buru-buru membantu saya, toh saya tidak begitu membutuhkannya... dalam waktu dekat ini," jawab Angellio.
"Haha. Saya akan mempertemukan Anda dengan desainer kenalan saya secepat mungkin," janji Gustav, "Anda bisa percaya kepada tentara bayaran yang sudah keliling negara ini."
"Saya mengandalkanmu, Sir Gus," balasnya, "Kalau begitu, berapa banyak bayaran di muka yang kamu inginkan? 100 emas? 500 emas?"
Gustav berpikir sejenak, tetapi yang ada di pikirannya hanya Atristan. Jadi dia pun membuka suara, "Cukup berikan saya izin untuk pergi ke tempat pelatihan para ksatria dan menggunakannya selama saya ada di ibukota."
***
Barrack Ksatria Istana
Saat itu adalah sesi istirahat. Tampak pria berbadan kekar dengan surai jingganya tengah dikerumuni banyak orang di bawah sebuah pohon apel. Mereka seperti tengah sibuk membicarakan sesuatu sambil bercanda ria.
Gustav yang melihat dari jauh tersenyum, Atristan ternyata masih berhubungan baik dengan para ksatria setelah kejadian di Sungai Ayden yang hampir merenggut nyawanya.
Dia memang orang populer, ya, batin Gustav seraya ia melambaikan tangannya sambil tersenyum saat Atristan tanpa sengaja terpandang ke arahnya.
Namun, alih-alih membalas, Atristan justru memalingkan wajahnya yang memerah. Bingung, Gustav menurunkan lambaian tangannya. Akan tetapi, kini sepertinya para ksatria yang mengerubungi Atristan sadar akan keberadaan Gustav.
"Hei, bukankah dia mercenary Gus? Orang yang waktu itu menyelamatkan Kapten Atristan di Sungai Ayden?"
"Benarkah? Berarti dia sangat kuat, ya? Pria semuda itu?"
"Dia? Kuat? Coba panggil dia ke sini! Aku ingin mengingat wajahnya dengan lebih jelas!" seru seorang laki-laki yang langsung mendapat pandangan dari ksatria lain.
Lelaki muda yang sepertinya berniat untuk menantang Gustav itu tersenyum miring. Ia kemudian menghunuskan pedang dan melanjutkan kata-katanya, "Hoi! Pria yang di sana! Aku tidak tahu apa tujuanmu datang ke sini, tetapi berduel lah denganku!"
Gustav sadar dirinya dipanggil. Dia melirik ke arah Atristan terlebih dahulu seolah-olah meminta persetujuannya untuk masuk ke lapangan latihan. Atristan memberi tampang ragu, tetapi ia akhirnya mengangguk pelan.
"Maaf bila saya lancang. Saya Gus, dari gilda mercenary. Beberapa dari kalian mungkin sudah pernah melihat saya, dan untuk sisanya saya yakin setidaknya pernah mendengar nama saya sekali dari kapten kalian," Gustav memperkenalkan dirinya sambil memberi hormat dengan sopan.
Namun, agaknya hal itu membuat sang lelaki yang tadi memanggilnya jadi semakin tidak sabaran. Ia mendekati Gustav segera sambil membawa pedangnya dengan percaya diri.
"Lupakan perkenalannya, aku mau melihat kemampuanmu bertarung!" pintanya.
Gustav mengamati penampilan lawan bicaranya. Laki-laki yang tampaknya lebih muda darinya itu memiliki perawakan yang tampak kasar. Rambut pirangnya berantakan dan mata birunya juling sebelah.
Sepertinya aku tahu dia, tetapi siapa tepatnya, ya? pikir Gustav.
"Yang Mulia, saya bukannya meragukan kemampuan Anda, tetapi Gus itu...." Atristan melangkah ke arah mereka dan pandangannya tertuju kepada lelaki buruk yang menantang Gustav.
"Yang Mulia?" Gustav bergumam, "Apakah Anda...."
"Sudah kubilang, perkenalannya nanti saja!" pekik lelaki muda yang kira-kira baru berusia 16 tahun itu. "Wahai ksatria! Bila kalian tidak memberi ruang bagi aku dan prajurit bayaran di depanku ini, gaji kalian akan dipotong!"
Dengan demikian, sekarang hanya ada Gustav dan lelaki muda misterius itu di tengah lapangan. Gustav mengambil pedang dari sakunya, lalu ia bersiap dengan kuda-kuda--meskipun dari ekspresinya dia terlihat sungkan.
Namun, apa yang dapat dia lakukan? Dia tidak bisa menolak permintaan bangsawan, dan juga dia tidak ingin hal buruk terjadi pada para ksatria.
Dalam hati Gustav berkata demikian, tetapi ia langsung berubah pikiran saat lelaki itu menerjang dengan tiba-tiba dan warna matanya berubah menjadi merah darah.
Sekarang apa dia benar-benar berniat untuk membunuhku!?
o==[]::::::::::::::::> TBC
A/N :
When you expect gay knight action with segs stories but you got organization skill study instead. Hahaha, asli saya langsung flashback waktu ribut-ribut nulis proposal pengajuan dana sampai berkali-kali revisi (itu pun gk di-acc). Akhirnya nyari dana sendiri....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top