Bab 9. Si Bimbang
***
"Demi kepentingan bersama, kamu harus melakukannya, Sebastian."
Zanna baru saja ingin pergi ke toilet saat dia mendengar suara dari arah ruang ganti baju. Dia tahu jelas siapa pemilik suara serak tersebut, tak lain dan tak bukan adalah sang sutradara. Semula, dia hendak mengabaikan—barangkali sutradara itu memiliki kepentingan dengan salah satu kru—tapi saat nama Sebastian disebut, mendadak rasa penasaran mencuat di dadanya. Ada masalah apa sampai sutradara harus berbicara dengan Sebastian empat mata?
Zanna paham kalau menguping itu tidak dibenarkan, hanya saja, sepertinya ada suatu hal yang sangat penting. Dan sebagai manusia yang tidak lepas dari keingintahuan yang berlebih, Zanna harus menuntaskannya supaya tidak menyimpulkannya secara sepihak.
Semoga Tuhan memaafkannya kali ini.
Perlahan, Zanna berjalan mendekati ruang ganti baju. Situasi sedang sangat sepi, yang semakin meyakinkan Zanna kalau semuanya sudah direncanakan. Dia memilih untuk berdiri di dekat pintu, tapi tidak sampai kelihatan dari dalam karena pintu hanya terbuka setengah. Jadi, otomatis dia juga tidak bisa melihat gerak-gerik keduanya—atau mungkin ada orang lain lagi—selain mendengar suaranya saja.
"Bang Beno, saya udah tekankan kalau saya menolak rencana ini. Lagi pula, di dalam naskah sama sekali tidak ada arahan begitu, kenapa sekarang berubah?"
Alis Zanna mengernyit. Apa yang dimaksud oleh Sebastian? Rencana? Arahan di dalam naskah?
"Bas, Naomi sudah setuju. Ini syuting terakhir kita, jadi harus ada sesuatu yang mengesankan untuk diletakkan di ending."
Oke, Zanna mulai mengerti sedikit. Jadi, sutradara meminta Sebastian untuk memberi kesan yang tak terlupakan bagi penonton di projek mini series ini. Menurutnya, ide sutradara bagus sekali, kadang penonton memang lebih suka dengan ending yang greget agar selalu diingat. Lalu, kenapa Sebastian—
"Tapi tidak dengan adegan ciuman."
Zanna hampir tersedak ludahnya sendiri. Ucapan Sebastian seolah tembakan yang berhasil mengagetkan Zanna hingga dia tak punya kata-kata untuk mewakili perasaannya saat ini. Pantas saja Sebastian menolak mentah-mentah keinginan sang sutradara. Dia langsung ingat dengan rangkaian kalimat yang terlontar dari mulut Sebastian malam itu.
"... kamu kira aku tipe laki-laki yang mau cium perempuan mana pun? Aku juga pemilih, Na."
Saking pemilihnya, Sebastian belum pernah berciuman, kecuali dengan Zanna yang lebih seperti kecupan belaka—katanya. Zanna mungkin akan percaya kalau Sebastian tidak sembarangan berciuman dengan wanita lain yang tidak dikenalnya karena memang pria itu bukan tipikal pria yang suka tebar pesona ke sana kemari. Diam saja wanita sudah banyak yang suka padanya. Namun, lawan mainnya Naomi, loh. Seorang wanita yang diidam-idamkan para pria, berharap setidaknya bisa memeluk wanita itu. Dan, Sebastian mendapat kesempatan besar untuk mencium bibir limited edition Naomi, tapi Sebastian justru menolaknya.
Entah kenapa, meski bingung dan menganggap kalau Sebastian melewatkan kesempatan bagus, terselip kelegaan di hati Zanna. Mereka memang menikah karena perjodohan, tapi kalau boleh jujur, Zanna tidak suka suaminya berciuman dengan wanita lain, apa pun alasannya.
Cemburu, Na?
Tidak, bukan cemburu. Ini lebih ke arah rasa tidak nyaman. Zanna tidak benar-benar optimis kalau pernikahan mereka akan berjalan mulus dan langgeng, tapi dia juga tidak ingin ada jejak digital yang akan menjerat suaminya di kemudian hari. Dia hanya ingin menyelamatkan nama Sebastian.
Itu adalah pemikiran paling logis yang Zanna miliki sebagai seorang istri. Sekarang tinggal individual masing-masing saja.
"Memang kenapa? Di naskah memang tidak ada arahan begitu, tapi berita kamu yang dicurigai menjalin hubungan dengan Naomi sedang booming. Apa kamu tidak mau memanfaatkan itu?"
Zanna mencibir, tidak suka dengan tindakan sutradara yang seakan memaksa Sebastian. Kalau pria itu tidak mau, ya sudah, biarkan saja. Toh, takada yang berubah kalau adegan ciuman itu tidak diisi. Lagi pula, genre yang diusung mini series tersebut adalah thriller, bukan romance, jadi terfokus pada action, bukan skinship. Ribet sekali.
"Tidak. Saya dan Naomi tidak ada hubungan apa pun selain rekan kerja. Jangan jadikan berita itu sebagai patokan untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, Bang. Kita butuh kualitas, bukan kuantitas."
Demi ular naga, yang di dalam sana dan sedang berbicara itu benar-benar Sebastian, kan? Pria yang rambutnya sempat ingin Zanna rontokkan sampai botak? Sungguh, dia ingin bertepuk tangan untuk sikap keren Sebastian. Ternyata Sebastian pintar juga.
"Kalaupun tidak ada, mari kita buat mini series ini meledak setelah perilisannya, Bas. Dan caranya, ya, itu. Semua orang juga tau kalau fans kamu dan Naomi sangat berharap kalian menjalin hubungan. Dengan berita yang keluar, ditambah adegan yang ada di mini series kita, sudah dipastikan kalau kita akan sukses besar. Api tidak akan berkobar semakin besar kalau tidak disirami bensin."
Kalau Zanna seberani Harley Quinn, sudah dipastikan dia akan melenggang masuk dan memarahi sutradara yang terus mendesak Sebastian. Namun, nyatanya, mental Zanna seperti Dennis di Adit dan Sopo, Jarwo.
"Bang, saya—"
"Kalau memang kamu tidak mau melakukannya karena ingin mempertahankan kualitas, tidak apa-apa. Tapi ini juga mengenai profesionalitas kamu sebagai aktor. Ingat, kamu sudah menandatangani kontrak. Tinggal sedikit lagi, maka kamu bisa bebas."
Takada jawaban. Sebastian bungkam setelah ucapannya dipotong oleh sang sutradara. Bahkan, Zanna harus semakin mendekatkan telinganya ke dekat pintu untuk memastikan kalau sutradara itu memang berhasil membuat Sebastian tak berkutik, dan benar.
Jadi ... Sebastian akan melakukannya?
***
Setiap adegan demi adegan yang terpampang di jarak tak terlalu jauh dari posisinya selalu Zanna lihat dengan gusar. Beberapa kali, kakinya yang terbalut sepatu selop mengetuk tanah tak sabaran, seakan sedang menantikan sesuatu yang sangat penting. Namun, memang begitu kenyataannya. Setelah perbincangan—ralat, perdebatan di ruang ganti yang berakhir dengan keterdiaman Sebastian, Zanna langsung pergi ke depan, tempat biasanya dilakukan syuting. Keinginan untuk buang air kecilnya seketika padam, tergantikan dengan kekesalan yang tak kunjung menghilang. Entahlah, dia sendiri tidak tahu kenapa bisa sampai begini.
Yang pasti, sejak saat itu hingga kini, Zanna sama sekali belum membuka mulutnya, bahkan ketika ditanya oleh Fayra karena dirasa terlalu lama permisi ke toilet. Di dalam kepalanya sedang dipenuhi praduga-praduga mengenai adegan inti yang dimaksud sang sutradara.
Zanna sangat tidak tenang, padahal hari ini merupakan hari terakhir syuting sebelum nantinya mini series tersebut dirilis setelah melewati beberapa langkah lainnya. Seharusnya dia senang, karena sebentar lagi acara syukuran kecil-kecilan atas selesainya syuting akan dilakukan, yang berarti akan ada banyak makanan yang disuguhkan, tapi dia justru merasa sebaliknya.
"Muka kamu kenapa nggak enak gitu, Na? Lagi ada masalah sama suami?"
Zanna menghela napas kasar untuk kesekian kalinya lalu menggeleng menanggapi Fayra.
"Kalau orang nanya, tuh, dijawab Na, bukannya malah geleng-geleng doang kayak pajangan mobil."
Zanna memutar kedua bola mata. "Bisa diem dulu, nggak?" tanyanya sambil melirik Fayra sebal.
Fayra merengut. Dia lantas membuat gerakan seperti mengunci mulut. "Iya, iya, aku diem. PMS Bu, ngomel terus."
Zanna kembali memfokuskan tatapannya pada jalannya syuting. Dan ... yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba! Sebastian sedang menangkup wajah Naomi. Jarak mereka sangat dekat, mungkin sampai bisa merasakan deru napas masing-masing. Tanpa sadar, tangan Zanna terkepal di sisi tubuhnya. Hatinya berkata untuk segera pergi, tapi logika justru menahannya bak dipaku.
Hingga tanpa sengaja, tatapan Sebastian mengarah kepada Zanna, menimbulkan kontak mata yang berselang tak terlalu lama karena langsung diputus oleh Zanna terlebih dahulu. Dia menoleh ke arah Fayra yang sedang terbengong.
"Fay, aku mau keluar, beli kopi. Nitip nggak?" Ya, sepertinya kopi bisa menjadi pelarian terbaik untuknya.
Fayra hanya menggeleng sebagai balasan. Lantas, Zanna segera meninggalkan tempat syuting melalui pintu khusus para kru supaya terbebas dari gerombolan fans.
Zanna butuh udara yang lebih segar untuk menghilangkan kesesakan yang tiba-tiba datang entah dari mana.
***
Selamat malam Minggu, Lovey!
Akhirnya aku balik lagi setelah dua hari absen. Heem, sedikit cerita, ya. Kemarin kayaknya puncak dari sakit aku, soalnya kemarin tuh bener-bener lemes, pusing dan sebagainya. Bahkan ... kemarin aku sempet nggak bisa nyium dan ngerasain apa pun ... karena pilek 🤧
Udah panik banget dan nggak berani periksa. Cuma minum obat dari apotek yang biasa disediain di kotak obat.
Dan Alhamdulillah banget, hari ini sudah bisa beraktivitas walaupun masih agak lemes. Hidung dan lidah juga udah bisa berfungsi. Jadi, aku lanjut Sebastian-Zanna lagi, deh. Udah kangen wkwk
Makasih doanya ya, Lovey!
Happy weekend!
Sabtu, 9 Oktober 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top