9. Akhir Dinasti Solar.
"Aahhh...Kak Blaze, geser dikit dong. Tanganku pegal," lirih Solar sembari mencoba meliukkan badannya yang terbujur lurus. Entah berapa lama sudah berlalu sejak kakaknya, Gempa melampiaskan kekecewaan dan kekesalan dengan mengikatnya di atas ranjang yang berbagi dengan Thorn dan Blaze.
Dengan kedua tangan yang terikat pada rangka kepala ranjang dan kedua kaki yang terikat pada kaki ranjang, tak banyak yang Solar bisa perbuat kecuali meratapi nasibnya yang nista. Ia tidak tahu harus bersyukur atau merutuk karena ia tidak sendirian dinistakan oleh kakaknya.
"Fan... Geser sedikit dong..." Suara Halilintar terdengar melirih, memecah keheningan di kamar itu.
Taufan yang merasakan Halilintar menyenggol-nyenggol badannya mendengus pendek. "Mau geser kemana, Hali? Lihat sendiri kan kaki dan tanganku juga diikat Gempa!" Dia bisa merasakan bagian rangka kepala dan kaki ranjang tempatnya dipasung itu bergerak-gerak. "Percuma Hali... Ngga bakal bisa lepas."
Selang beberapa menit kemudian Halilintar pun berhenti berusaha melepaskan ikatan tangannya. "Aduh... Lenganku pegal, tahu!"
Taufan hanya terkekeh nista saja mendengar keluhan Halilintar. "Oh ya, aku lupa, kamu ngga pernah dipasung Gempa, ya kan, Blaze!"
"Ya, kak Hali... Nikmati saja kak... Biasanya kan memang Kak Ufan dan aku yang sering kena... Gantian sekarang." Blaze terdengar menyahut dan menghela napas panjang. "Kasihan Thorn..."
Thorn yang disebut namanya tidak menjawab. Hanya sesegukan pilu saja yang terdengar darinya. Belum pernah Thorn mengalami hukuman dari Gempa dan sekalinya mengalami ia mendapatkan yang terberat.
"Maaf... Semua..." Sebuah suara kecil yang lirih terdengar. "Aku... Ngga sangka bakal jadi begini..."
"Terlanjur untuk minta maaf, Solar!" ketus Halilintar yang merasa ditipu habis-habisan oleh adiknya itu.
"Ya, siap-siaplah kau, Solar..."Taufan menambahkan.
"...Fan...?"
"Ya, Hali?"
"Kubanting kau nanti kalau aku lepas..." Halilintar mendesis, mengancam adiknya itu. "Solar dan kamu kan yang membuat aku jadi begini."
Taufan hanya bisa meneguk ludahnya dan berdoa semoga bantingan Halilitar tidak terlalu menyakitkan.
.
.
Dari balik jendela terlihat matahari pagi mulai merekah, menerangi kelima mahluk nista yang terbaring dan terpasung diatas dua buah ranjang.
Tidak ada dari kelimanya yang sudah tertidur sejak lama menyadari kedatangan Gempa dan Ice kedalam kamar itu.
"Ice, kamu lepaskan Blaze ya, aku lepaskan Kak Hali," perintah Gempa pada adiknya yang tersisa. "Pelan-pelan, jangan sampai berisik."
Ice mengangguk saja dan langsung melepaskan ikatan tangan Blaze.
"Uh... Ice?" gumam Blaze ketika ia tersadar dari tidurnya yang tidak enak itu.
"Ssst... Jangan berisik Kak Blaze," bisik Ice sembari menempelkan telunjuk pada bibirnya sendiri. "Lepaskan Thorn, jangan berisik."
Blaze mengerang kecil ketika ia menarik lengannya yang terasa sangat kaku setelah terpasung semalaman. Persendian bahunya terasa sangat pegal dan sulit digerakkan.
Setelah melepaskan ikatan kakinya, Blaze langsung bangun dan membantu Ice melepaskan ikatan pada tangan dan kaki Thorn.
"Terima kasih Gem... Aku kapok," lirih Halilintar yang langsung memeluk Gempa setelah dirinya dilepaskan dari pasungan. "Maaf, Gem."
"Sudah... Ada salahmu, tapi dua anak ini yang paling brengsek" Gempa menepuk-nepuk lembut punggung Halilintar sembari matanya melirik ke arah Solar dan Taufan.
"Hah...?" Perlahan Solar membuka kedua matanya. Alangkah terkejutnya ketika ia menemukan tinggal dirinya sendiri yang masih terpasung.
"Gempaaa! Lepaskan aku juga! Tolooong!"
Koreksi, Solar menemukan tinggal dirinya sendiri DAN Taufan yang masih terpasung. "Kak Gempa... Tolong kak... Ampuun... Aku minta maaf kak... Lepaskan aku kak... Solar ngga mau dipasung begini lagi."
"Enak saja," ketus Halilintar sembari mengusap-usap pergelangan tangannya yang masih berbekas tali. "Sepantasnya kamu dipasung sampai besok pagi, tahu!"
"Ya, betul!" sahut Thorn yang sama saja kesalnya. "Kamu harus dihukum, Solar!"
Tiba-tiba Gempa tersenyum. Ia baru saja mendapatkan ide untuk menghukum Taufan dan terutama Solar. "Oke, masalah selesai ya? Nah, kuserahkan dua anak ini pada kalian," ujarnya sembari mengajak Ice meninggalkan kamar itu.
"Ja.. Jangan Kak Gem. Kumohon. JANGAAAAN!" Solar hanya bisa berteriak memelas. Mukanya langsung pucat pasi ketika Gempa meninggalkan kamar itu sementara Thorn dan Blaze menghampiri dirinya yang tidak berdaya.
"Jangan... Kakak mau apa...?" lirih Solar dengan bibir yang gemetaran ketika ia melihat Blaze tengah menurunkan celana yang dipakainya.
"Membalas dendam... Thorn, coba ambil balsem di laciku," desis Blaze dengan seringaian setan.
Solar meronta sejadi-jadinya dan panik luar biasa ketika mendengar kata-kata kakaknya itu. "JANGAN KAK BLAZE!"
Blaze tidak peduli lagi. Ia mengambil secolek balsem dan menarik celana dalam Solar. Sebanyak mungkin ia mengoleskan balsem itu pada celana dalam si adik "Welcome to hell, Solar."
"Jangan kak... Jangan..." Air mata mulai menitik di sudut mata Solar yang memelas pada kakaknya itu. "Ampun... Kumohon, jangan kak...Hiks...Jangan...Hiks."
"Terlambat." Blaze mendorong celana dalam adiknya yang sudah beroleskan balsem itu kembali pada posisi semula. "Rasakan!"
"HAH!? HUAAAAA! PANASSS! KAKAAAAK! TOLONG! AMPUUN! LEPASKAN AKUUU!" Solar hanya bisa menjerit dan meronta sejadi-jadinya dengan berderai air mata ketika ia merasakan panas luar biasa di daerah selangkangannya.
Taufan yang melihat itu hanya bisa meneguk ludah. Apalagi ketika Halilintar duduk di tepi ranjang tempatnya terpasung. "Ah... Hali? Maaf?" Dia hanya tersenyum cengar-cengir nista saja.
"Oh Maaf yaaa? Blaze, sini Kak Hali minta balsemnya."
"Alamak... Jangan Hali... Kumohon... Jangan... Apa saja asal bukan itu," pinta Taufan, apalagi setelah ia melihat efeknya pada Solar yang masih meronta-ronta dan menangis tak henti-henti.
"Oke, aku ngga akan mengoleskan balsem ini di celana dalammu."
Taufan langsung menarik napas lega.
"Ngga kuoleskan, tapi semua isinya kubuang dicelana dalammu!" ketus Halilintar sembari menarik turun celana dalam Taufan. Seluruh isi balsem itu ditumpahkan pada celana dalam adiknya itu. Tanpa basa basi pun celana dalam itu dipasangkan kembali.
"ALAMAKK! PANAASSSS!" jerit Taufan yang meliuk-liukkan badannya seperti cacing yang digarami. "HALIII AMPUUN!"
"Thorn, Blaze... Ayo kita turun. Biarkan dua mahluk sial ini sampai nanti malam." ujar Halilintar sembari berdiri dari duduknya
"HUAAAAA! SOLAAAAR! TOLOOOONG! AHHH! PANASSS! GEMPAAA! HIAAAH! HALIII! AMPUUN! MATI AKUUU!" Taufan hanya bisa menjerit sejadi-jadinya dan meliuk-liukkan badannya. Seluruh bagian selangkangannya terasa panas seperti terbakar
"AMPUN! AMPUN! KAKAAAK LEPASKAN AKU! SOLAR KAPOOK! TOLOONG! KAK UFAAAN! TOLONG AKUU!" Begitu pula dengan Solar yang bernasib sama dengan Taufan. Bahkan tangisan dan jeritannya tak putus-putus seharian penuh.
.
.
.
Dan begitulah akhir dari karir Solar sebagai manajer dadakan kedai Tok Aba-BoBoiBoy Kokotiam. Butuh waktu bagi Gempa untuk menghapuskan jejak-jejak perbuatan Solar. Seluruh kartu-kartu member yang tersisa langsung dimusnahkan. Namun tidak semuanya berhasil dihilangkan.
Beberapa yang sudah terlanjur beredar tidak bisa ditarik lagi dan menjadi kenang-kenangan akan kesuksesan dan kejatuhan Solar yang pernah mengharumkan nama kedai mereka.
Paling tidak, berkat Solar, kedai mereka kembali ramai dikunjungi. Dan disatu sisi, Gempa cukup berterima kasih pada adiknya itu.
.
.
.
Tamat.
Terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia singgah. Bila berkenan bolehlah saya meminta saran, kritik atau tanggapan pembaca pada review untuk peningkatan kualitas fanfic atau chapter yang akan datang. Sebisa mungkin akan saya jawab satu-persatu secara pribadi.
Ilustrasi dari Rra_Chan Hikaru_02 ButeqUzumaki
Sampai jumpa lagi pada fanfic berikutnya.
Salam hangat, LightDP.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top