entry no.06 - prevernal: mekar semi bersemu [sakura haruka/hinageshi roumu]

Wind Breaker © Nii Satoru
case: Sakura Haruka/Hinageshi Roumu

.

Hinageshi Roumu tak mengangkat suara.

Seperti ketika dirimu tenggelam dalam laut lepas, suaranya tak terdengar. Dalam sudut matamu, ia hanya berada di sudut kafe. Barangkali ditemani buku. Atau laptop. Atau sekadar melamun. Dalam lautan, ia tenggelam di dunianya seorang.

Kotoha mengenalkannya sebagai seorang kakak dari panti asuhan mereka―setara dengan Hajime (atau lebih muda beberapa bulan, Hajime mengoreksi). Kau melihatnya segera berjengit, menganggukkan kepala sekilas seraya tersenyum kikuk, lantas berlalu pergi bersembunyi kala mengetahui diri sebagai pusat atensi. Kotoha berkata seadanya, ah, dia selalu seperti itu, tak perlu dipikirkan. Lalu jeda untuk dilanjutkan dengan sedikit berantakan, meskipun begitu, Roumu anak yang baik, tenang saja.

Barangkali Kotoha menghindari untuk membuatmu tersinggung ketika Roumu terlihat seperti sedang menjauhimu, tetapi kau sudah terbiasa dan tidak ambil pusing. Lagipula, ini tidak seperti kau dapat melewati batas kenalan menjadi teman―kau bahkan tidak terbiasa dengan perempuan.

Namun, barangkali itu satu waktu. Rutinitas pagi butamu mengunjungi Kafe Pothos berujung mendapatinya berdiam di salah satu meja pengunjung.

"Ah." Kau mendengar suara. Halus, rapuh. Memecah seperti buih dalam laut. "Kotoha ... barusan pergi sebentar."

Ada jeda. Kau sudah bersiap melangkahkan kaki pergi dan memutuskan untuk kembali ke makanan hari-harimu sebelumnya dari toko kelontong,  lantaran akhirnya upaya berpamitan canggungmu terhenti oleh panggilannya kembali, "... Sakura-san."

Sakura-san.

Hinageshi-san?

Hinageshi. Hinageshi, kalau begitu.

Roumu mengambil banyak waktu hening, seolah tengah menimbang-nimbang, dan kau merasa perlu menanti. Jadi, ia melanjutkan, "Apa ... kamu berkenan dengan kue?"

"... huh?"

"Soal pertarungan Shishitoren―selamat?"

Ia menjawab ringkas selayaknya pertanyaan tanpa kejelasan lebih lanjut. Kau menangkap maksud pesannya―kurang lebih, kau pikir. Maka, kau membalas dengan kelabakan dan sedikit terbata menyetujui, untuknya meninggalkanmu sejenak ke belakang ruangan.

Kau tercenung. Hanya saja, tak lama berselang Roumu membawa beberapa potong kue (stroberi?), Kotoha telah membuka pintu kafe. Tak ada pembicaraan di antara kalian lagi dengan Roumu yang kembali berkutat dengan laptop dan catatan di bukunya (apa itu, not balok?). Kotoha menatap kalian bergantian, kemudian berbisik kepadamu, "Syukurlah kalian akur."

Kau hanya reflek berteriak, "Hah?!"

Yah, yang dikatakan Kotoha benar adanya.

Roumu masih di sana. Pojok kafe seorang. Berada di dunianya seorang. Namun, sesekali ada lantunan yang tanpa sengaja telingamu dengar ketika ia mengetuk-ngetuk panjang buku catatannya dengan telinga tersumpal, tak lagi menegang oleh kehadiranmu. Sesekali pula, kau mendapatinya menyapamu, menanyakan kabar ketika dirimu penuh akan luka.

Lalu di kali-kali berikutnya, kau menemukannya tengah memutari toko buku atau memborong album. Hajime yang bercerita bahwa pekerjaan sampingan Roumu sebagai komposer di internet, dan kau diam-diam sejujurnya merasa terkesan (meskipun, kau takkan pernah mengaku). Barangkali, itu adalah saat-saat kau melihatnya jauh lebih ekspresif oleh ledakan ide, bergumam panjang oleh hal-hal yang tak dimengerti, dan berakhir dengan helaan napas. Di kali-kali berikutnya lagi, barulah kau menemukannya bertingkah seperti selayaknya kakak. Mencetus hati-hati keberangkatan mereka, mengajari adik-adiknya yang tak mengerti tugas sekolah, atau sekadar mengelus kepala sebagai apresiasi kerja keras.

Barangkali, karena itulah kebiasaannya ikut mengusikmu, semacam afeksi aneh orang-orang Makochi tanpa henti. Barangkali, karena itulah kau ikut ingin membalas budi untuk melindunginya. Atas bantuan pengetahuannya, kunjungan jenguknya kepadamu ketika sakit, atau seserahan jejak presensi kala kehampaan tiba-tiba merangkak. Ada dorongan lain yang terus-menerus membuatmu berhenti untuk menengok, sesaat pula berpikir, apa kau tidak apa-apa? Lantas memaksa diri demi melihatnya tersenyum.

(Barangkali, karena itulah―)

Kepalamu terangkat. Menangkap Hinageshi Roumu di antara musim semi, di antara tarian bunga sakura yang tertiup angin. Ia hanya mendongak termangu oleh hamparan pemandangan sejenak, sebelum menoleh kepadamu. Mengizinkan diri untuk lepas dari dunianya sejenak untuk melihatmu. Lantas, wajahmu terdorong keras untuk tersenyum.

Ah, sungguh.

(Jatuh cinta itu, seperti apa rasanya? Maka satu waktu, kau―Sakura Haruka―berandai.)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top