Bab 9
Yogyes!
Setelah hampir satu jam mereka berhenti di angkringan dua puluh empat jam, ketiganya memasuki rumah di jalan Sagan bertepatan dengan adzan Subuh. Tara menunjukkan kamar yang akan Rizky gunakan dan mengajak Ananta untuk memasuki kamar yang digunakannya selama tinggal di kota kelahiran mendiang ibunya.
Setelah salat, Rizky merebahkan badan di atas ranjang dan menatap langit kamar dengan pikiran melayang mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Ia menyadari perubahan Ananta setelah kedua perempuan itu kembali dari toilet, tapi pria itu memilih untuk mengabaikannya. Bahkan ia terkesan tidak tahu, karena tidak ingin membuat sisa perjalanan mereka menjadi canggung.
“Mas,” panggil Ananta tak lama setelah mobil kembali menyusuri jalan tol. Jalanan yang sepi di pukul satu malam membuatnya harus melipat gandakan konsentrasinya saat ini, terlebih lagi dengan penerangan yang hanya ada di beberapa titik. Ia melirik perempuan di sampingnya sekilas, tapi cukup membuatnya terkejut ketika mendapati kwetiau terarah kepadanya. “Aaa … aku suapin. Kita makan berdua,” kata Ananta tanpa terkesan di buat-buat. Senyum yang terkembang di bibirnya meyakinkan Rizky bahwa perempuan itu tidak ada masalah harus berbagi alat makan.
Rizky menyugar rambutnya mencoba menghapus bayangan sorot mata Ananta yang terarah padanya setiap kali ia menerima suapan dari perempuan itu. Teduh, itulah yang dirasakannya setiap kali menatap langsung ke kedua bola mata Ananta. Membuatnya nyaman berlama-lama di sekitar perempuan yang selalu terlihat menarik.
Intensitas kedekatan yang meningkat semenjak semalam membuatnya mulai berpikir tentang segala kemungkinan di antara mereka berdua. Ia tidak menampik adanya rasa tertarik yang muncul semenjak kejadian salah minum di kafe. Namun Rizky menyadari, usianya bukan lagi berada di tahap coba-coba. Jadi sebelum melangkah lebih jauh, ia akan meyakinkan diri terlebih dahulu dan melihat apa yang akan terjadi.
Itu yang dilakukannya ketika menunggu kedua perempuan yang masih bersiap diri. Menenangkan pikiran dan mencoba untuk menelaah isi hatinya. Tepat pukul sembilan pagi, mobil yang dikendarai Rizky menuju ke kota Solo. Ia melirik Ananta yang terlihat cantik dengan kebaya kutubaru berwarna biru dan kain lipit tenun hitam tanpa menyadari baju yang dikenakan perempuan itu sewarna dengannya. Hingga ia menggunakan jas yang semenjak mereka memasuki mobil masih tergantung di belakang.
“Lah, kalian berdua kok seragam biru hitam gitu!” kata Tara ketika mereka bertiga berjalan menuju pintu masuk ballroom tempat resepsi Aan dan Asti. Keduanya pun berhenti dan saling pandang dengan mata membeliak, karena mereka berdua tidak menyadari hal tersebut ketika berangkat dari Yogya beberapa saat yang lalu. “Jodoh tenan iki jenenge,”[1] kata Tara enteng sambil berjalan meninggalkan keduanya.
Reaksi Tara yang terlihat berbinar hanya pembukaan, karena ketika mereka bertiga bertemu dengan teman-teman Ananta, hampir semuanya bereaksi sama. Semua terkejut dan terlihat curiga ke arah keduanya dengan senyum terkulu. Meski keduanya merasa semua orang terlalu berlebihan.
“Mas merasa enggak sih kalau temen-temenku pada mgeliatin kita dari tadi?” tanya Ananta ketika keduanya sepakat untuk bergabung dengan antrian siomay. Rizky mencoba mencari kerumunan teman SMA perempuan yang berdiri di sebelahnya, dan sesuai dengan apa yang Ananta ucapkan. Ia melihat beberapa pasang mata mengamati mereka berdua dengan sorot penuh curiga.
Ketika merasakan tarikan di lengan kirinya, Rizky menekuk kakinya agar tinggi mereka berdua sejajar. “Aku curiga mereka ngiranya kita ada apa-apa,” bisik Ananta tepat di depan telinganya.
Sebagai pria dewasa, ia tahu arti tatapan yang Ananta maksudkan, ia pun menyadari itu. Namun ia memilih mengindahkan semuanya, Rizky tidak akan melakukan sesuatu hingga hatinya yakin. Jadi saat ini ia hanya tersenyum ke arah perempuan yang terlihat kikuk di sampingnya. Meyakinkan bahwa tidak ada hal yang harus ia risaukan, karena mereka berdua bisa bersikap acuh tanpa memikirkan pandangan orang lain.
“Tapi aku enggak enak sama kamu, Mas,” kata Ananta masih dengan tangan berada di lengan Rizky.
“Dibikin enak, aja. Aku enggak keberatan, kok. Enggak usah diperhatikan, kita susul Tara di sana saja.” Ia menunjuk di mana keponakannya berdiri dengan piring yang terlihat penuh dengan potongan buah. “Yuk,” ajaknya dengan santai sambil meraih tangan Ananta yang masih mencengkeram lengannya. Ia menyadari perempuan di sebelahnya sedikit terkejut, tapi hanya beberapa detik. Karena ketika mereka sampai di depan Tara, perempuan itu dengan segera menarik tangannya dari genggaman Rizky. Tara yang melihat itu memandang ke arahnya dengan alis terangkat.
“Mas, pulang dari sini kita mampir ke kafe dekat kampus, ya. Masih inget konsep communal café yang aku ceritakan bulan kemarin, kan?”
[1] Jodoh beneran ini namanya
Dikit,ya?
Enggak apa-apa, ya? Proyek suka-suka yang terkadang bikin ketawa pas bikin.
Yang penting nongol, kaaaan. 😁😁
Karena yang nulis lagi konsen sama Mbak Lita, nih. Pengen nambahin bagian yang ada 21+nya tapi takut pada kecewa pas baca.
Happy reading guys
Love, ya!
😘😘😘
Shofie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top