Bab 23
Dua minggu yang lalu tiba-tiba Ananta dikejutkan dengan rencana suaminya untuk memindahkan dapur usahanya dari rumah orang tuanya ke rumah mertua yang telah menjadi tempat tinggalnya semenjak sah menjadi istri. Meski ia merasa itu tidak perlu, karena ia dan Yaya nyaman dengan dapur yang mereka pakai selama ini. Namun satu hal yang ia pelajari tentang suaminya adalah pria itu tidak suka mendapatkan jawaban tidak. Setiap kali ia menjawab tidak untuk permintaannya, Ananta akan mendapatkan banyak alasan dan argumentasi sehingga ia berubah pikiran.
Seperti saat ini, kurang lebih dua belas hari setelah ia menyetujui memindahkan dapur ke rumah mertuanya. Ananta berdiri di salah satu sudut rumah menghadap ke dinding kaca dengan pemandangan halaman belakang. Dapur yang selama ini menjadi daerah kekuasaan Simbok, saat ini juga menjadi tempat kerjanya. Rizky memesan meja kerja dapur berbahan besi dengan permukaan kayu yang terlihat pas diletakkan tengah dapur. Oven dua tingkat di letakkan sejajar kitchen sink yang menghadap jendela. Ada lemari khusus berisi semua peralatan kerjanya yang tersusun dengan rapi.
Kepalanya terasa pusing karena mengagumi perubahan dapur yang selama pengerjaannya di tutup terpal agar dia tidak bisa melihatnya. “Kalau kamu lihat, namanya bukan kejutan, Yang!” jawab Rizky ketika Ananta merengek agar diijinkan melihat sekilas dapur yang dikerjakan oleh anak buah Ara.
Pria yang semenjak tadi menunggu reaksinya berdiri dengan tidak sabar di ambang pintu yang membatasi area ruang tengah dan dapur. “Suka?” tanya Rizky dengan hati-hati ke arahnya.
“I love it, Mas. Kamu bikin dapur rumah ibu jadi selapang ini, aku sama Yaya bisa kerja dengan tenang meski Simbok juga masak disini. Thank you, Mas,” kata Ananta ketika membalik badan dan melingkarkan tangan di sekeliling pinggang suaminya. “Sayang kamu, Mas.”
Ananta terharu merasakan pelukan Rizky mengerat setiap kali ia mengatakan sayang padanya. Meski hingga saat ini ia belum pernah mengatakan cinta seperti Rizky katakan padanya, “love you, istriku. “
Mereka berdua mengedarkan pandangan dan menikmati hasil kerja Ara yang membuat Ananta bisa membayangkan alur kerjanya. Ia dan Yaya tidak lagi memerlukan meja makan untuk packing seperti kebiasaannya selama ini. Mereka berdua tidak lagi kebingungan ketika harus menggunakan dapur bersamaan dengan sang mama menyiapkan sarapan. Yang terpenting adalah, suaminya tidak harus mengantar dan menjemput setiap hari. Karena ia tak ingin mengganggu jadwal kerja Rizky, meski pria itu tidak memiliki jam kerja yang pasti.
Tak lama kemudian terdengar suara Yaya di belakang mereka. Ananta melepas pelukan suaminya lalu menyongsong sahabatnya yang memekik kegirangan melihat tempat kerja mereka yang baru. Mereka berdua berpelukan dan sesekali meloncat kegirangan ketika keduanya saling melengkapi kalimat betapa bahagianya mereka saat ini.
Ananta mendongak ke arah Rizky ketika ia merasakan usapan di punggungnya. Menyodorkan kening untuk suaminya cium ketika pria yang semakin hari terlihat semakin ganteng di matanya itu mengatakan harus pergi ke kafe. Ia mencium pungung tangan Rizky dan memeluknya singkat sebelum berkata tepat di telinganya pria yang tersenyum ke arahnya, “Hati-hati, Mas. Sayang kamu.”
“Yaya, aku tinggal ya. Love you, Na. Mas kabari kalau sudah sampai kafe.” Hingga beberapa menit, ia masih memandang ke arah suaminya pergi dengan pikiran melayang dan kata love you terngiang di telinganya.
“Dia cinta kamu banget, Na,” kata Yaya terdengar lembut di telinganya. Sahabatnya itu tahu apa yang dirasakannya saat ini. Ananta menyadari apa yang dirasakannya untuk Rizky bukan hanya sekedar cinta. Karena pria itu tak pernah berhenti menunjukkan padanya bahwa ia layak untuk dicintai. Setiap hari selalu ada sesuatu yang membuatnya bersyukur telah menerima pinangan Rizky.
“Aku tahu, Ya. Apa yang kurasakan padanya jauh lebih besar dari yang Mas Eky rasakan. Terkadang membuatku takut sendiri. Jika dia pergi, aku enggak akan sanggup untuk berdiri.” Ia merasakan pelukan Yaya mengerat di sekeliling pundaknya. Menghantarkan kehangatan dan sayang yang ia butuhkan saat ini, dan mengusir ketakutan yang tiba-tiba muncul di kepalanya.
“Hapus bayangan buruk di kepalanya, Na. Meski aku belum terlalu lama mengenal suamimu, tapi aku merasakan dia adalah pria yang baik. Apa yang dirasakannya bisa kmau lihat dari ekspresi wajahnya,” kata Yaya setelah melepas pelukannya. Menariknya untuk duduk di kursi kayu yang ada di dekat lemari es. “Kamu beruntung memiliki suami seperti dia, enggak seperti pria yang terkadang terlihat menyembunyikan rahasia di balik calon istrinya.”
Ananta segera tersadar dari lamunannya dan menatap Yaya yang tiba-tiba terlihat murung. Wajah cerah beberapa menit yang lalu telah menghilang. Ia tidak sepenuhnya tahu masalah yang sedang Yaya hadapi, karena sahabatnya tersebut sulit untuk terbuka padanya. Kecuali perempuan itu merasa sudah tidak mampu untuk menanggungnya sendiri.
“Ya, kamu bisa cerita ke aku, kapanpun kamu mau. Kamu tahu itu, kan?”
Yaya mengibaskan tangan kanannya, menandakan ia tidak mau meneruskan pembicaraan mereka. Ia berdiri menuju lemari es dan membukanya lebar. Meninggalkan Ananta yang memandangnya dengan sorot mata penuh curiga dan juga kuatir. “Aku pasti cerita, tapi nanti. Karena saat ini, aku masih belum tahu apa yang terjadi. Sekarang … kita bikin sesuatu yang bisa dinikmati semua keluarga suamimu.”
Ananta tahu Yaya tidak ingin di bantah, jadi ia berdiri dan mendekati perempuan yang terlihat mengamati isi lemari di depannya. Terkadang ia iri dengan kemampuan Yaya yang bisa memikirkan ide kue atau masakan berdasarkan bahan yang ada. Seperti saat ini ketika mereka mendapati Simbok masuk membawa dua kantong belanja yang terlihat berat. Keduanya pun membantu perempuan yang terlihat menyayangi suaminya seperti anak sendiri itu untuk merapikan belanjaan.
“Mbok, ini mie basah mau di bikin apa?” tanyanya ketika memasukkan dua kantong mie basah ke dalam lemari es setelah ia pindah ke dalam kotak berwarna marah.
“Eh, gimana kalau kita bikin mie kluntung, Na.”
Matanya berbinar mendengar makanan kesukaannya tersebut. Beberapa kali ia pernah merasakan mie buatan Yaya tersebut, dan Ananta segera menjadikan mie kluntung makanan favoritnya.
“Ada udang rebon, enggak, Na?” tanya Yaya ke arah Simbok.
“Ada, Ya. Tapi aku enggak ngerti dipindah di mana. Simbok yang atur semua ini.” Karena semenjak hari pertama renovasi dapur, ia tidak diijinkan untuk masuk. Meski hanya untuk membantu memasak.
Maaf sudah ngilang beberapa hari. Ada sesuatu yang enggak bisa ditinggal.
Love, ya!
😘😘😘
Shofie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top