Bab 22

Fresh start

Hari ini ia membawa pulang sang istri ke paviliun yang sudah menjadi rumahnya selama beberapa tahun. Eksterior rumah mungilnya tidak banyak berubah kecuali cat yang berganti menjadi abu-abu muda. Kursi rotan dan meja marmer kecil pun masih berada di teras kecilnya, hanya ada tambahan bantal dengan warna mencolok yang terlihat kontras dan menarik.

Ia masih bisa ingat pertama kali menunjukkan Ananta rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya sehari sebelum mereka dilarang untuk bertemu untuk sementara.  Wajah berbinar perempuan yang mengedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah membuatnya bisa bernafas lega. Karena ia sempat meragukan pilihannya membawa istrinya untuk tinggal di rumah sekecil ini.

“Yang, kamu enggak keberatan tinggal di sini?” tanya Rizky ke arah Ananta yang mengamati pantry kecilnya yang hanya berisi lemari es, microwave, mesin pembuat kopi, dan juga peralatan makan seadanya. Karena selama ini ia makan di rumah utama.

Rizky mengikuti gerakan Ananta menginspeksi setiap sudut dan juga tumpukan buku dan file. Ketika ia menanyakan apa yang dicarinya, jawaban yang perempuan itu berikan membuat Rizky semakin yakin pada pilihannya.

“Aku lagi cari majalah porno punya calon suamiku, atau mungkin koleksi film pornonya,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari pencarian di atas meja kerjanya. Meski Rizky tertawa terbahak-bahak, perempuan itu tetap pada pencariannya. “Pasti ada! Enggak mungkin dirimu selurus itu, kan, Mas?” tanya perempuan itu santai tanpa kuatir akan membuatnya tersinggung. “Beneran, enggak ada, nih?!”

Masih dengan senyum di bibir, Rizky menarik Ananta dan mendudukannya di Kursi teras lalu berjongkok di depan perempuan yang tak melepas pandangan darinya. “Calon suamimu enggak suka baca majalah porno atau nonton film begitu itu. Karena pria yang ada di depanmu ini lebih suka praktek langsung!”

“Jadi … Mas … sudah pernah?” tanya Ananta ragu.

Dari sekian banyak yang keduanya pernah bicarakan selama ini, mereka tak pernah menanyakan tentang hal pribadi tersebut. “Aku enggak marah, kok, Mas. Hanya pengen tahu, karena ….”

“Sayang … Mas bukan orang suci dan masa lalu Mas tidak semuanya patut dibanggakan. Seharusnya kita melakukan pembicaraan ini beberapa minggu yang lalu, tapi sepertinya Mas melupakan itu, Maaf, ya.”

Genggaman di tangannya menghentikan pengakuan yang siap ia berikan pada calon istrinya. Ia tahu Ananta bukan perempuan berpikiran sempit, tetapi Rizky juga menyadari bahwa tidak seharusnya ia menyimpan informasi sebesar itu darinya. “Mas, aku hanya ingin tahu. Bukan untuk menghakimi atau bahkan membuatmu merasa kotor di depanku. Minggu depan kau tetap pria yang akan menjabat tangan Papa dan mengambil tanggung jawab darinya.”

Masih berjongkok dengan tangan saling menggenggam, ia memandang perempuan yang memancarkan kasih sayang baginya. “Mungkin sulit untuk Kamu percaya, tapi … I love you, Ananta Geminating. “

“Wow!” suara Ananta membuyarkan lamunannya. Pria yang berdiri terpaku di ambang pintu tersebut segera memberi jalan pada sang istri yang terlihat kagum pada kejutan di depannya. Hadiah pernikahan dari Ara yang menyelesaikan semuanya dalam waktu tujuh hari, selama keduanya berbulan madu ke Yogyakarta. “Mas Ara enggak tanggung-tanggung, ya, Mas.”

Mengamati satu persatu perubahan di rumahnya yang terlihat berbeda, Rizky akui bahwa rumahnya terlihat lebih nyaman. Ada nuasa baru yang mendatangkan semangat baru. Rizky mengapit ponsel diantara telinga dan pundak kanannya ketika membantu Ananta membawa masuk dua koper berisi baju kotor dan oleh-oleh untuk semua orang.

Ranjang king size terlihat menggantikan ranjang lamanya, dengan banyak bantal di atasnya. Kepala ranjang berbahan eceng gondok menjadi titik pusat kamar mereka. Perpaduan warna hijau mint dan putih memberikan kesan yang berbeda. Bersih, rapi, cosy dan juga homey.

Beberapa foto pernikahan mereka mengisi salah satu dinding yang dulu kosong. Foto candid yang terlihat indah membuatnya mengingat momen-momen intim mereka berdua bersama teman dan kerabat. Ijab kabul dan juga resepsi dengan undangan terbatas membuat mereka berdua bisa bertegur sapa dengan setiap tamu.

Assalamu’alaikum, Mas,” salamnya ketika Ara menjawab sambungan teleponnya. Rizky merasa merepotkam kakak sepupunya tersebut, “Makasih, Mas. Ini benar-benar enggak seperti apa yang aku bayangin.”

“Istrimu suka, to?”  tanya Ara.

“Yang! Mas Ara tanya, kamu suka, enggak?” tanyanya ke arah sang istri yang sudah sjbuk membuat kopi untuknya setelah meletakkan koper di dekat kaki meja. Tanpa menjawab, istrinya hanya mengacungkan kedua jempol dan tersenyum lebar ke arahnya.

Two thumbs up, Mas. Istriku seneng banget. Makasih, Mas.” Ia masih tidak percaya dengan perubahan rumahnya. “Ini beneran enggak ngerepotin to?!”

Sing penting iku Ananta seneng. Iku kan kado kanggo bojomu, Ky. Ingat pesan Mas, happy wife happy life. Kita punya tanggung jawab lebih banyak ketimbang perempuan.”

Ia mendengar setiap nasehat Ara dengan senyum terkulum ke arah istrinya yang terlihat nyaman di rumah mereka, meski ini pertama kali ia memasuki setelah renovasi yang Ara kerjakan. Rizky menghempaskan badannya dan siap untum bergelung di atas sofa menghadap televisi bersama perempuan yang ada di dalam doanya setiap saat.

“Mas … adikmu kuwi aku!” protesnya dengan nada yang dibut-buat. Karena hatinya mengembang mendengar perhatian semua orang pada istrinya. Karena Ara menceritakan keterlibatan keluarganya untuk membuat rumah kecilnya presentable untuk Ananta. Mereka semua ingin perempuan yang saat ini dalam pelukannya merasa diterima dengan lapang dada.

Wis, kono! Salam buat istrimu, Ky. “

Setelah menjawab salam Ara, ia mematikan ponsel dan meletakkan di atas meja dan memandang lekat istrinya yang semakin nyaman dalam pelukannya. Rizky tahu istrinya ingin segera merapikan semua baju yang telah di kirim ke rumah mereka. Namun, ketika ia melihat raut lelah yang tercetak jelas di wajah istrinya, Rizky melarang dan mengajak Ananta untuk merebahkan badan dalam pelukannya.

“Kata Mas Ara, happy wife happy life. Makasih Sayang, karena sudah memberi Mas kesempatan untuk membahagiakanmu,” kata Rizky sambil mencium puncak kepala perempuan dalam pelukannya. “Mungkin ada saatnya Mas ngeselin—”

“Mungkin? Enggak ingat kalau Mas sudah ngeselin di hari pertama jadi suamiku!” protes istrinya mengingat insiden lupa yang membuatnya hampir tidur di sofa. Wajah jengkel Ananta membuatnya gemas. “Tapi Mas harus tahu, meski terkadang ngeselin, tapi aku ….”

Hingga hari ini, Rizky belum pernah mendengar istrinya mengatakan sayang atau pun cinta kepadanya. Namun itu bukan masalah baginya, karena ia yakin hanya dirinya yang ada di hati dan pikiran Ananta. Meski perempuan itu tidak mengatakannya. “Mas tahu, Yang. Mas tahu ….”

Hari terakhir PO, sudah pada pesan, belum?
Thank you yang sudah pesan, yaaaa.
Love, ya!
😘😘😘
Shofie

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top