Bab 20

Meminta izin

Rizky pernah berhadapan dengan banyak orang. Ia juga penah menjadi narasumber untuk beberapa seminar yang di hadiri berbagai kalangan, menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan peserta. Bahkan beberapa kali ia pernah mengisi lokakarya tentang pemuda dan kreasi untuk bangsa. Namun gugup yang dirasakannya tidak sebanding dengan perasaannya saat ini.

Rizky memandang sepasang suami istri yang tak melepas pandangan darinya saat ini. Pria berkaos putih dan bersarung kotak tersebut menyulut rokok dan mempersilahkannya untuk menyampaikan maksud tujuannya ingin bertemu dengan kedua orang tua Ananta.

“Om dan tante,” kata Rizky sebelum menarik nafas dan menghembuskannya pelan-pelan karena gugup yang tiba-tiba membuatnya kesulitan untuk berbicara. “Saya datang menemui Om dan Tante karena ingin meminta izin untuk meminang Ananta.”

“Hah! Melamar Ananta maksudnya?” tanya Puguh—papa Ananta—yang terkejut mendengar permintaan pemuda yang baru tiga kali ia temui. Pria yang masih bekerja di salah satu instansi pemerintah tersebut membeliak tak mempercayai apa yang terjadi. “Tunggu … Rizky pacarnya Ananta?”

“Bukan, Om!” jawab Rizky dengan tegas tanpa senyum.

“Bukan pacar tapi pengen nikah sama anak Tante, gitu?” tanya Illa yang semenjak mendengar niat pemuda di depannya, tak bisa menghapus senyum di bibirnya.

Kedua suami istri tersebut masih terlihat terkejut dengan niatannya, terlihat dari beberapa kali mereka saling bertukar pandangan seolah berkata, ‘ini anak gila kali ya, datang-datang mau lamar anak kita!’

“Saya mengerti jika Om dan Tante ragu, karena belum sepenuhnya mengenal saya. Saya juga bisa mengerti jika pada akhirnya lamaran saya Om dan Tante tola—“

“Jangan!” teriak Ananta dari dalam rumah. Semenjak meminta kedua orang tuanya untuk keluar karena ia ingin bicara, Puguh meminta Ananta untuk masuk dan dilarang keluar hingga salah satu dari mereka memanggilnya. Namun mendengar teriakan dari bibir perempuan itu, ketiga orang yang berada di ruang tamu pun tertawa terbahak-bahak.

“Yakin mau nikah sama anak Om?” tanya Puguh yang tiba-tiba wajahnya berubah ramah setelah teriakan Ananta.

InsyaAllah siap lahir batin, Om dan Tante.”

Rizky tahu apa yang ia minta bukan sesuatu yang mudah. Ia masih bisa mengingat ketika Aldy—suami Mita—datang untuk melamar kakak perempuannya tersebut. Meski sudah bisa menduga maksud dan tujuan pria itu datang, tapi mendengar langsung tetap membuat hati sang bapak bergetar. “Saya ingat waktu Mas Aldy—kakak ipar saya—datang untuk melamar Mita, kakak perempuan saya. Bapak enggak langsung menjawabnya, meski waktu itu Mita sudah cinta mati sama Aldy. Karena Bapak merasa berat menyerahkan anak perempuan yang disayangi, dijaga dan dilinsungi sepanjang hidup beliau.”

Ia menyadari perubahan wajah di kedua orang yang mendengarkannya dengan seksama. “Saya enggak bisa berjanji kehidupan Ananta hanya diisi dengan tawa dan warna pelangi. Namun saya berjanji untuk berusaha semaksimal mungkin untuk mencintai, menjaga, melindungi, menghargai dan menghormati anak Om dan Tante.

“Mungkin ada saatnya saya akan membuatnya kecewa, tapi saya ingin Om dan Tante percaya bahwa itu bukan niatan saya.”

Rumah Ananta yang tertata rapi membuatnya merasa betah meski tangan dan kakinya terasa dingin karena gugup menanti jawaban dari kedua orang tua perempuan yang ia yakini masih menguping saat ini. Sorot mata Illa yang menandakan ia menerima Rizky tak lolos dari pandangannya saat ini. ia mengalihkan pandangan menuju Puguh yang terlihat masih belum siap untuk memberikan jawaban.

“Rizky tahu cerita tentang masa lalu Ananta?”

Mengingat itu, membuatnya kembali ingin menyarangkan tinju pada pria tersebut. Sosok tanpa wajah yang membuatnya merasa heran karena ada pria yang kerdil seperti mantan pacar Ananta tersebut. Ia berusaha untuk menjawab dengan tenang meski di dalam hatinya ia ingin marah. “Tahu, Om.”

“Lalu?” tanya Puguh ingin tahu reaksi atau tanggapan pria yang berniat untuk menikahi anak terakhirnya tesebut.

“Jujur, saya pengen nonjok pria itu, tapi enggak ada gunanya. Jadi saya hanya bisa bilang Alhamdulillah. Karena kehadiran pria tersebut membuat Ananta menjadi pribadi yang jauh lebih kuat. Saya memang tidak mengenal anak Om dan Tante dulu, tapi saya percaya kejadian itu membuatnya menjadi lebih dewasa dalam bersikap. Itu kenapa lamaran saya lima hari yang lalu baru dia jawab sampai hari ini.”

“Hah! Kamu lamar dia lima hari yang lalu?”

Saat itulah, perempuan yang semenjak tadi menjadi bahan pembicaraan tiga orang tersebut muncul dengan tiga cangkir minuman yang terlihat masih panas. Tiga pasang mata mengamati setiap gerak gerik perempuan yang telah berganti baju dengan kaos dan celana panjang semata kaki terlihat gugup, kemudian meletakkan badan diantara kedua orang tuanya. “Mama Papa kelamaan, adek kan pengen ngerti lagi bahas apa.”

Rizky tersenyum ketika melihat Puguh menarik Ananta untuk masuk dalam pelukannya. Pria yang rambutnya sudah terlihat memutih itu memeluk erat anak bungsunya, seakan-akan takut untuk kehilangan. Sedangkan perempuan yang terlihat bosan melihat keduanya hanya bisa memandang Rizky, “Siap jadi suami anak Mama. Dia masih kolokan begitu, lho. Kalau sudah manja, bisa ampun-ampun ngeladeni permintaannya.”

“Nah, ia bener!” kata Puguh. “Apa enggak di pikir lagi, masih banyak kan perempuan yang tertarik sama kam—“

Ia melongo mendengar pria yang masih melingkarkan tangan di pundak anak perempuannya tersebut. Dengan mudahnya ia mematahkan semangat Rizky yang semenjak tadi menahan nafas. Namun ketika melihat Ananta berdiri dan berpindah di sebelahnya lalu melingkarkan tangan di lengan kanannya, nafas yang ia tahan pun terhembus dengan lega. Dengan ragu ia menggenggam tangan Ananta. “Om, ini lamaran saya diterima, ya?”

“Lho mau gimana lagi, lha itu anaknya aja enggak mau lepasin tangan kamu gitu! Ya siap-siap aja, Ky. Papa serahin dia ke kamu. Papa bisa nafas lega, beras di rumah bisa irit sekarang. Calon istri kamu itu kalau makan banyak, lho!”

Happy reading guys
😘😘😘
Shofie

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top