Bab 15
Nikah, yuk!
Wajahnya pasti terlihat memerah dan bekas air mata masih terlihat di kedua matanya. Beberapa kali Ananta mengacak-acak rambutnya seperti orang gila ketika pria di depannya menjawab semua bantahannya dengan mudah. Bahkan keberatan demi keberatan ia sampaikan pun tak menggoyahkan tekad pria yang tak melepas pandangan darinya saat ini.
“Kita belum saling mengenal, Mas! Gimana bisa kamu ajak aku nikah seperti ajakan makan gitu?!” kata Ananta tegas. “Jangan bilang harus percaya kamu! Aku percaya kamu, tapi kepercayaan itu tidak cukup besar untuk menerima lamaran tanpa dasar seperti aksimu barusan.”
Tidak ada jejak kecewa atau bahkan sakit hati di wajah pria yang masih memandangnya lekat. Semenjak ajakannya, Rizky membiarkannya menumpahkan semua isi kepalanya. Hingga dua puluh menit berselang setelah dia kesedak air soda karena lamarannya, tak sekalipun pria itu membantahnya.
“Sudah?” tanya Rizky pelan ke arahnya. Mata teduhnya membuatnya sulit untuk memalingkan wajah dari pria dengan lesung pipi di setelah kanan. “Mas akan dengarkan semua keberatan, kekesalan dan kemarahanmu. Masih ada lagi?”
Jika saat ini Rizky marah atau kecewa, Ananta merasa akan lebih mudah baginya untuk mengambil sikap. Namun yang terjadi adalah, pria itu tetap memperlakukannya dengan sopan. Tidak meninggikan suara, bahkan dengan sabar menantinya untuk menumpahkan semuanya. Masih dengan pandangan yang saling mengikat, ia menggeleng menjawab pertanyaan Rizky.
“Kalau gitu, gantian Mas yang ngomong. Mau dengerin?” tanya Rizky kembali, dan Ananta hanya mengangguk samar.
“Tunggu sebentar!” perintahnya sebelum berdiri menuju counter untuk memesan sesuatu. Pria itu kembali dengan dua gelas kopi. “Minum dulu. Maaf. Ini karena enggak ingin kamu ngantuk dengar cerita, itu kenapa Mas pesan kopi.”
Ananta mengulum senyum, mendengar pengakuan Rizky tersebut. Ia menyesap cairan pekat yang terasa pahit di lidahnya dan berusaha meresapi rasa manis yang tertinggal. Ia tak tahu mulai kapan pria di depannya tersebut memiliki arti yang berbeda di hatinya. Namun untuk menikah seperti ajakannya beberapa saat ynag lalu, ia ragu. Yang Rizky tidak ketahui adalah, ia ragu pada dirinya sendiri bukan pada pria itu.
Pengalaman mengajarinya untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan atau bahkan terlalu cepat mempercayai seseorang. Itulah yang dilakukannya sekarang, memberi kesempatan pada Rizky dan dirinya untuk berjalan pelan-pelan dengan memberikan pria itu kesempatan untuk menjelask semuanya.
Ia melirik jam di pergelangan tangannya, tepat pukul sembilan, dan masih terlihat ramainya pengunjung di tempat ini. “Mas ingin mengengal kamu lebih dekat lagi,” kata pembuka pria yang kembali menatapnya. “Bukan hanya sekedar mengetahui apa kesukaan atau ketidaksukaanmu, tapi Mas ingin mengenal “Ananta” sebenarnya.”
Penekanan yang Rizky gunakan pada namanya mendatangkan tidaknyamanan di hatinya. Karena hanya beberapa orang yang dia izinkan mengenalnya. Bahkan Aan, Asti, Wahyu dan juga Fauzan yang merupakan teman akrab semenjak mereka SMApun tidak mengetahui segala sesuatu tentang dirinya.
“Gimana kalau “Ananta” yang Mas Eky dapatkan tidak sesuai dengan harapanmu?” tanyanya menyela penjelasan Rizky. Karena ia tak ingin pria itu memiliki harapan tinggi kepadanya. “Jangan berharap terlalu tinggi padaku, Mas!”
“Jujur, enggak.” Jawaban Rizky membuatnya terkejut. Karena untuk orang yang berencana merayu agar keinginannya terpenuhi, pria di depannya terlihat santai.
“Berarti ajakan tadi enggak niat, dong?” tanya Ananta tidak terima karena merasa Rizky mempermainkannya saat ini.
“Siapa bilang enggak niat. Bagi Mas, segala sesuatu yang terucap adalah doa, dan tidak ada doa yang tidak diawali dengan niat. Bener, kan?” Ananta mengangguk pelan. “Mas niat untuk mengajakmu memulai perjalanan berdua. Saling mengenal. Saling menghargai dan menghormati—”
“Tapi tidak saling mencintai?” potongnya ketika tidak mendengar kata cinta dari penjelasan Rizky. “Karena kita tidak saling mencintai, Mas!”
Ananta mengikuti gerakan Rizky meraih gelas kopi yang semenjak tadi belum di sentuhnya. Ada ketenangan dan kedamaian yang terpancar setiap kali mereka melakukan pembicaran serius. Seperti ketika dalam perjalanan pulang ke Surabaya, ia mendengarkan cerita perjuangan Rizky meyakinkan sang bapak untuk memakai uang kuliah untuk usaha. Sebagai seseorang yang merintis usaha dari nol, ia tahu apa yang dirasakan Rizky.
Seperti saat ini, wajah teduh Rizky membuatnya tak bisa berpaling darinya. Ia belum menyetujui keinginan pria itu untuk menikah, karena ia belum merasa siap memulai perjalanan sepanjang sisa usia dengan seseorang yang belum sepenuhnya ia kenal.
“Mas bukan menawarkan pernikahan kontrak seperti tokoh di novel bacaan Tara, juga bukan pernikahan tanpa cinta.”
“Mas Eky sayang ak—“?
“Iya!” jawab pria itu bahkan sebelum ia selesai dengan pertanyaannya, dan matanya membeliak tidak percaya dengan jawaban Rizky. “Kenapa? Bagaimana bisa? Mulai kapan?”
Rentetan pertanyaannya hanya mendapatkan senyuman hangat dari pria yang tak henti-hentinya membuatnya terkejut dengan kelakuannya. Mendengar jawaban iya dengan nada tegas tanpa ada keraguan membuatnya hatinya melonjak, bukan hanya karena kegirangan tapi juga karena ketakutan.
“Tapi Mas belum tahu “Ananta” sebenarnya, dan Mas Eky akan kecewa nantinya.”
“Siapa tahu apa yang ada di depan kita. Saat ini Mas yakin bahwa kamu, Ananta Gemintang adalah perempuan yang baik untuk Mas. Jika, dan hanya jika menurut Allah kamu bukan yang terbaik untuk Mas, maka dalam sekejap semua jalan kita untuk bersama akan tertutup. Itu juga berlaku untuk sebaliknya. Jika kamu adalah jodoh pilihan-Nya, tidak ada satu hal pun yang bisa menghalangi. Masuk akal?”
Pipinya basah, dan ia menyadari ketika pria yang semenjak tadi tak melepas pandangan darinya, mengulurkan tissue dan menghapus lelehan air mata di pipinya. “Mas tahu kamu terkesima melihat kebijakan dan kegantengan Mas, tapi enggak sampai nangis gini dong.”
Ananta mengundurkan wajah dan seketika tersadar di mana mereka berdua, ia berdiri dan meminta untuk diantar pulang. “Pulang, yuk!”
Tanpa menunggu jawaban Rizky, ia berdiri dan meninggalkan pria yang tersenyum simpul melihat reaksinya. Ananta membutuhkan waktu untuk memikirkan tentang lamaran dadakan tersebut, tapi di atas semua itu, ia membutuhkan waktu untuk memikirkan dirinya sendiri. Harus menentukan jalan yang terbaik untuk dirinya.
Dalam perjalanan pulang, ia diam dan tak sekalipun melihat ke arah Rizky yang tak terlihat terganggu dengan sikapnya. Hingga mobil pria itu berhenti dengan sempurna di depan rumah kedua orang tuanya, keduanya tetap diam dengan pikiran berbeda arah. Ia terkejut ketika melirik Rizky, karena pria itu telah merubah posisi duduknya dan memandang ke arahnya.
Ananta menjadi salah tingkah mendapati itu, “Enggak sakit lehernya lihat ke kiri terus?” tanya Rizky dengan senyum di bibir.
“Ya … sakit, sih,” jawabnya pelan. “Semua gara-gara Mas Eky, sih!”
“Loh, Mas enggak ngapa-ngapain lho! Dari tadi kan nyetir.”
Ananta memutuskan menghindari Rizky, ia merubah duduknya dengan bersandar di sandaran kok menghadap ke arah pria yang tersenyum melihat sikapnya. Keduanya terdiam dengan pandangan saling terikat, “Kamu akan kecewa, Mas. I'm not that good,” bisik Ananta.
“Me neither, “ jawab Rizky tak kalah pelan. “Satu hal yang harus kamu tahu, hati ini.” Ananta mengikuti gerakan tangan Rizky meletakkan tangan di dada kirinya, “Allah yang pegang. Dialah yang bisa membolak balikkan hati, dan saat ini Mas yakin Allah menunjuknya padamu.”
“Gimana Mas bisa memiliki keyakinan sebesar itu? Mas yakin kita bisa?”
“Ada satu nasehat bapaknya, yang hingga saat ini masih Mas ingat. Semua itu bisa karena terbiasa,” jawab Rizky.
Ananta tak pernah melihat seseorang memancarkan kebulatan tekad seperti yang ia lihat pada pria yang memandangnya lekat. Ada kenyamanan yang pelan-pelan mengisi hatinya setiap kali bersama Rizky. Ia merasa aman dan terlindungi setiap kali pria itu ada di dekatnya. Namun, Ananta masih belum yakin tentang hatinya. Apakah Rizky bisa mengamankan dan melindungi hatinya jika ia menyetujui lamaran tersebut.
Thank you yang sudah ikutan PO, yaaa
Love, ya!
😘😘😘
Shofie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top