Bab 13
Pacar Eky, ya?
Tepat pukul dua pagi akhirnya ia, Rizky dan Mala—adik perempuan Rizky—mengikuti langkah perwat mendorong brangkar kearah ruang inap yang terletak di samping kiri rumah sakit itu. Selasar yang sepi dan kosong mendatangkan perasaan tidak enak di hati Ananta. Secara tidak disadarinya, ia semakin mendekati Rizky yang berjalan cepat di depannya.
Ia tak berani berkata apa-apa, hanya berusaha mengikuti langkah cepat ketiga orang di depannya. Beberapa kali Ananta kesulitan mengikuti mereka bertiga, hingga ia merasakan genggaman tangan Rizky di tangan kanannya. “Biar kamu enggak ketinggalan di belakang. Bahaya, ntar kalau di bawa Mbak Kunti!”
“Mas!” bentaknya dengan suara pelan sambil melayangkan pukulan ke langan Rizky. Dia paling takut jika berada di tempat sepi ataupun gelap, karena pikirannya akan melayang ke segala penjuru dan berakhir dengan membayangkan makhluk halus yang bergentayangan. Sedangkan saat ini Rizky dengan santai menyebut Kunti di depannya.
“Makanya Mas pegangin ini, yang mau bawa kamu jadinya takut, ntar,” kata Rizky tanpa melepas genggaman tangannya. Ananta melirik wajah pria yang terlihat biasa tanpa ada akspresi apapun di sebelahnya. Ia sempat berharap menemukan raut bahagia di wajah Rizky, tapi sepertinya itu hanya harapan kosong. Karena pria itu masih terlihat biasa meski saat ini jantungnya berlarian tak tentu arah karena genggaman tangan itu.
“Karena udah di gandeng Gendruwo, makanya Kunti takut,” jawab Ananta iseng tanpa melihat pria yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Membuatnya sedikit tersentak ketika menyadari itu. “Mas, kenapa?”
“Kamu itu sembarangan kalau ngomong!” nada dingin yang untuk pertama kali ia dengar membuat bulu kuduknya berdiri, Ananta membuka mulut untuk meminta maaf ketika, “Mana ada Gendruwo ganteng begini.”
“Em—‘
“Ayo, jangan pacaran di selasar rumah sakit, dong!” perintah Mala menghentikan protes Ananta yang sudah di ujung lidah. Mereka berdua kembali menyusuri selaras menuju kamar yang terletak di lantai dua.
“Memangnya Mas Eky ganteng?” bisik Ananta tanpa memalingkan wajah ke arah pria yang memandangnya dengan senyum terkulum. Perempuan itu tidak tahu jika saat ini, ada seseorang yang mati-matian menahan diri untuk tidak melompat kegirangan karena berhasil mengenggam tangan mungil yang terasa pas di tangan kasarnya.
Mereka memasuki ruang rawat yang terdiri dari saatu ranjang pasien, satu ranjang untuk penunggu, lemari es, kabinet dan satu set meja kursi untuk para tamu. Untuk kamar inap, terasa lapang dan tidak membuat siapapun yang beristirahat di sini terkungkung karena ada jendela lebar yang membawa cahaya di pagi hari.
Ananta membawa langkahnya memasuki kamar tersebut setelah memastikan ibu pria yang tak meninggalkan sisi ranjang tersebut telah tertidur. Ia tak ingin menimbulkan salah sangka di antara keluarga Rizky tentang kehadirannya hingga sepagi ini. “Pacarnya Mas Eky, ya?” pertanyaan yang pertama ia dapatkan begitu badannya sepenuhnya melewati ambang pintu.
“Na, Mas antar kamu pulang dulu, yuk. Mala yang jaga ibu sebentar,” ajak Rizky ke arahnya, tapi ia bisa melihat keletihan tercetak jelas di wajah pria yang masih sempat tersenyum.
“Enggak usah Mas, aku bisa pesan Grab nan—“
Tiba-tiba pintu ruang rawat terbuka dan Ananta bisa melihat perempuan berambut panjang hitam kelam yang terlihat pucat. Langkahnya dengan cepat membawanya menuju sisi ranjang yang kosong dan menggenggam tangan perempuan yang masih terpejam matanya. “Ibu pasti kecapekan setelah dihajar Anjas sama Mara kemarin. Aduh, anak dua itu, kok ya enggak ada capeknya.” Ananta menduga, perempuan itu pasti kakak nomer satu. “Eh, ini pacarnya Eky, ya?”
“Hah?!” jawab Ananta sambil menggeleng kuat-kuat, membuat kedua perempuan berbeda usia di depannya tertawa terbahak-bahak.
“Ya ampun Mas, dia nolaknya ampe sekuat tenaga gitu. Nasibmu, Mas!” ejek Mala ke arah Rizky yang masih setia memandangnya dari kejauhan. Ananta mengulum senyum ketika mendapati mata pria itu berbinar ke arahnya, ia merasa ada sesuatu istimewa di antara mereka berdua, meski hingga saat ini ia tak tahu apakah itu.
Setelah ia mendengarkan ejekan untuk Rizky yang keluar dari bibir Mala dan Mita secara bergantian, akhirnya Ananta memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Ia berjanji akan kembali lagi setelah menyelesaikan pesanan kue untuk hari ini. meski kedua saudara perempuan Rizky memintanya untuk tidak datang dikarenakan sudah menemani mereka hingga pagi, tapi ia sudah berniat untuk datang.
“Ayo, Mas temani sampai mobil.” Tanpa menunggu ia berpamitan pada kedua perempuan yang memandangnya dengan curiga, Rizky sudah menariknya untuk keluar dari kamar inap ibunya. Ia berjalan satu langkah di belakang Rizky dengan tangan kanannya ada di dalam genggaman pria. “Sini, jangan berjalan di belakang, Mas.”
Tarikah lembut kembali dirasakannya hingga langkahnya sejajar dengan Rizky yang memiliki kaki lebih panjang. Ia tahu pria itu harus memendekkan langkah demi dirinya, mendapati kenyataan itu membuatnya tersenyum sendiri. “Jangan senyum-senyum sendiri, ntar ada yang naksir, lho.”
“Hhmm … Gendruwo yang naksir,” jawabnya asal tanpa mengalihkan pandangan dari langkah mereka yang seirama. Ia tak menyadari bahwa pria di sebelahnya juga tersenyum sendirian saat ini.
“Kok tahu kalau Gendruwo naksir kamu, Na?”
Tiba-tiba ia tersadar bahasan mereka beberapa kali seputaran makhluk halus yang membuatnya semakin merinding. Ia pun menggeser tubuhnya ke kanan, hingga hampir menempel pada pria yang menyadari perubahan Ananta tersebut.
Biar pada semangat untuk pesan Raras atau Lita, aku kasih Mas Gendruwo yang lagi senyum-senyum sendiri.
Thank you sudah pesan yaaa.
😘😘😘
Shofie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top