Epilog


✈✈✈

Hari demi hari dilalui tanpa bisa dihentikan oleh Dara. Lembaran baru telah ia mulai, tepat pada Bulan Februari 2018.

Dara mematut dirinya yang tengah mengenakan gaun berwarna broken white di depan sebuah cermin yang merefleksikan seluruh tubuh indahnya. Memandangi diri seolah tak percaya dengan apa yang sedang terjadi saat ini.

Entah kenapa tiba-tiba rasa sakit dan kesedihan yang selama dua tahun lalu Dara rasakan, ternyata masih sangat membekas.

Sementara lelaki yang Dara cintai hampir meregang nyawa karenanya, Dara malah hidup tenang tanpa bekas luka yang tersisa di tubuhnya sedikitpun.

Perasaan bersalah pun tak pernah hilang dimakan waktu. Tak peduli berapa lama, rasanya sulit untuk melupakan sang pemilik hati yang pernah tak sengaja tersakiti olehnya.

Tapi kini yang harus Dara lakukan hanyalah berjalan maju menatap hari esok yang harus disongsong bersama orang-orang terkasih, terutama, suaminya.

Terima kasih untuk segalanya mah, pah. Dara mohon do'a.

Batin Dara berbisik seiring bulir bening menetes haru, kala ijab dan kabul terucap dari dua lelaki yang begitu berarti di hidupnya.

"Sah?" Tanya penghulu pada kedua saksi di meja akad.

"Sah!" Jawab kompak kedua saksi itu.

Seluruh insan yang hadir saat ini mengaminkan doa yang tengah dipanjatkan untuk kedua mempelai. Berharap bahtera rumah tangga mereka akan menjadi sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Ucapan selamat mengalir begitu banyak. Keluarga, kerabat, sahabat, dan rekan kerja, semua hadir di hari penuh kebahagiaan itu.

Cinta yang telah terombang-ambing bahkan sebelum dilepas ke lautan, menambah banyak momen haru yang tercipta. Pesta yang sederhana bagi keluarga konglomerat itu, telah berubah menjadi wedding of the year. Bahkan mengalahkan pemberitaan pernikahan banyak selebriti tanah air. Pasangan ini menjadi fenomenal karena kisah cintanya yang tak biasa. 

Momen yang berkesan dan akan selalu diingat hingga akhir hayat itu, kini senantiasa menghiasi mimpi indah seorang Nyonya Keano Alexander. Tak terkecuali dengan hari ini.

⏩⏩⏩

Bibir mungil milik Dara tertarik beberapa senti, hingga menyajikan senyuman indah di wajah polos tanpa riasannya. Orang yang terbaring di sampingnya ikut tersenyum melihat gurat wajah bahagia teman hidupnya. Gemas melihat Dara yang sepertinya, lagi-lagi, memimpikan hal yang sama, Ken menyelusupkan tangannya di bawah kepala Dara, kemudian ia tarik tubuh Dara ke pelukannya.

Dalam beberapa hari ini Dara selalu memimpikan hal yang sama, entah kenapa Ken justru khawatir dengan kondisi Dara. Apalagi akhir-akhir ini Dara sering masuk angin, ditambah dengan mood swing yang cukup ekstrem, seperti ini...

"KYAAAAAA!"

Dara berteriak sambil menendang tubuh Ken hingga terjatuh dari ranjang.

Dara masih mengerjap-ngerjapkan matanya, kemudian menyadari siapa yang baru saja ia tendang. Ken yang masih terduduk di lantai sambil mengusap bokongnya, kini menatap Dara heran. Dara hanya dapat menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan. Meski ini kesekian kalinya, keterkejutan pada setiap kejadiannya tetap berbeda.

"Maaf," sesal Dara.

Ia segera turun dari ranjang dan membantu Ken untuk duduk di kursi santai mereka.

"Sayang, maafin aku..."

Dara sangat menyesal, pasalnya ini bukan pertama kalinya, dan ia masih belum mengetahui apa penyebabnya. Bukan hanya Dara, Ken juga heran dengan kebiasaan Dara ini. Sudah dua bulan mereka menikah, seharusnya Dara kini telah terbiasa jika melihat seseorang ada di ranjang yang sama dengannya. Di hari pertama mereka terbangun bersama, Ken maklumi, karena Dara butuh beradaptasi melihat seseorang ada di sampingnya saatbia bangun.

Namun jika sudah lewat dua bulan, bukankah ini sedikit kelewatan?

Dara bukanlah orang yang sulit beradaptasi. Ia cukup lihai untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bahkan jika situasi dan kondisi sedang perang pun, rasanya Dara akan mampu beradaptasi.

"Gak apa-apa, sayang."

Ken menarik Dara ke pelukannya, ia mengecup puncak kepala Dara lama.

"Kamu mimpi lagi?" Tanya Ken masih dalam posisi memeluk istrinya.

"Iya." Jawab Dara singkat tapi semakin mengeratkan pelukannya dan menyelusupkan kepalanya di leher Ken.

"Mimpiin kita pas akad lagi?"

"Iya."

Ken mulai mencium sesuatu yang janggal, sebenarnya ada apa dengan Dara. Ken melepas pelukannya, kini ia menatap mata Dara dalam.

"Mau coba ke dokter yang biasa tim aku temuin?"

Dara menggeleng lemah sambil menundukan kepalanya.

"Aku khawatir sama kamu. Jadi, sekali ini aja, kita temui dokter, oke?"

Mendengar ucapan suaminya yang sarat akan kekhawatiran itu, Dara coba memperbaiki pemikirannya. Ya, sudah kewajibannya lah sebagai seorang istri untuk menuruti segala perintah suaminya terlebih ini untuk kebaikannya sendiri.

"Oke?" Ken mengulangi pertanyaannya.

✈✈✈

Mereka berdua keluar dari ruangan dokter, tapi ternyata bukan dokter ahli psikis, melainkan dokter ahli ginekologi. Dara menampakkan wajah tidak percaya yang paling tidak percaya dengan keadaan sama seperti saat ia tak percaya akan kematian Ken. Melihat Dara yang masih terkejut dengan hasil pemeriksaannya, Ken mendudukkan Dara di kursi tunggu yang ada di koridor.

"Sayang, kamu baik-baik aja, kan?" Ken mengelus pipi Dara lembut.

Dara menatap Ken masih dengan tatapan tak percayanya.

"Ini kabar baik."

"Ini kabar buruk." Dara mengelak cepat. "Kamu denger sendiri, aku ternyata trauma, dan bisa kapan aja bahayain bayi kita."

Ken menggelengkan kepalanya tanda tak setuju.

"Aku yakin justru anak kita bakal bantu mamanya untuk lepas dari trauma, dan ngelupain semua kenangan buruk di masa lalu." Ken menggenggam tangan Dara. "Aku gak akan milih kamu sebagai istri kalau aku tau kamu selemah itu."

Kata-kata Ken bak pedang yang menghunus langsung ke dalam hati Dara. Seolah menyentuh tombol 'nyala' untuk semangat Dara. Ia tak tahu, ternyata ada orang yang lebih mengenal dirinya, dibanding dirinya sendiri. Berarti tak ada alasan baginya untuk tidak optimis. Memiliki suami yang mencintainya melebihi nyawanya sendiri adalah kekuatan yang cukup untuk melewati masa sulit ini.

Trauma yang dialami Dara tak lain karena ia melihat berbagai peristiwa yang tak seharusnya ia lihat dan ia rasakan. Kematian rekannya yang tragis, pergi ke negara antah berantah yang hanya terdapat dalam kartun sponge, melihat langsung adegan berkelahi bak di film laga, menyaksikan orang saling tembak menembak seperti game kesukaan anak 'zaman now', hingga dirinya ikut tertembak dan merasakan sendiri bagaimana rasanya ketika tubuh mungilnya tertembus selongsong peluru sampai hampir melepas nyawanya.

Semua hal traumatis itu kemudian bertambah saat Ken tiada. Ia menyalahkan dirinya hingga akhirnya menyiksa diri sendiri dengan bekerja bagai mesin yang tiada hentinya.

Dan semua kejadian itu, terkait dengan Keano Alexander, suaminya. Butuh waktu bagi Dara untuk benar-benar berdamai dengan masa lalunya meski sedikit sulit karena ia selalu bersama dengan orang yang juga ada pada masa lalunya.

"Aku gak akan minta maaf atas kejadian di masa lalu." Ucap Ken sendu, yang kini terlihat sebaliknya. "Karena aku gak pantas untuk mendapatkan pengampunan dari kamu." Imbuh Ken makin lirih.

"Kita, sama-sama merasa bersalah. Padahal kita gak ada yang salah. Ya, kan?" Dara tersenyum, meminta persetujuan. "Aku akan tebus rasa bersalah itu dengan memberikan seluruh hidup aku, untuk bahagia sama kamu dan anak kita."

Ken mengangguk. Tak dapat ditahan, kini air matanya menetes cukup deras. Dengan segera ia menghapusnya meski masih ada sedikit jejak di wajah tampannya itu.

Hari itu, akhirnya mereka sepakat untuk meninggalkan kenangan buruk di masa lalu, demi kebaikan bayi mereka.  

"Asal kamu janji," ucap Dara. "Gak boleh ninggalin aku tugas luar sampai aku melahirkan."

Meski permintaan Dara cukup sulit, namun akhirnya Ken menyanggupinya. Kini ia harus segera menelepon atasannya, untuk menunda seluruh tugas luarnya.

✈✈✈

Tiga tahun kemudian.

Jika sebagian orang menganggap Dara akan menjadi orang yang paling berbahaya untuk anaknya kala itu, maka anggapan itu sepenuhnya salah. Selama dalam kandungan, selama melahirkan, hingga membesarkan anaknya, Dara tak pernah melakukan kesalahan. Bahkan untuk berlaku ceroboh seperti Dara muda, ia akan berpikir ribuan kali. Terbukti, kini meskipun ditinggal Ken untuk bekerja dan bertugas keluar kota ataupun keluar negeri dalam waktu yang cukup lama, Dara tetap tegar dan menjaga anaknya dengan baik. Ditambah lagi Dara tahu, gara-gara permintaannya saat awal hamil dulu, kini Ken harus merapel berbagai tugasnya yang tertunda. Jadi ini telah menjadi risikonya, meski kadang ia sering pula merajuk.

"Papaaa!"

Batita itu kini berlari menuju ke pangkuan Papanya yang baru saja pulang bertugas dari luar negeri selama dua minggu.

"Sayang, kangen Papa, ya?" Ken memangku putra semata wayangnya.

"Iya!!!" Keano kecil berteriak riang. "Mama juga, kangen Papa!"

Dara yang merasa dibicarakan hanya melotot tak percaya. Bisa-bisanya anak kecil itu membocorkan curhatannya tadi malam.

"Oh, Mama juga kangen Papa, ya?" Tanya Ken menggoda Dara.

"Gak!" Tepis Dara tanpa ragu.

Tak ingin membiarkan Ken ke-GR-an terlalu lama, ia segera menyalami suaminya. Tak lupa mereka juga melakukan ritual khususnya, yaitu Ken mengecup kening Dara lama. Itu harus selalu dilakukan setiap Ken pulang bekerja.

Sejujurnya, akhir-akhir ini Dara kesal melihat Ken yang setiap pulang bekerja pasti yang disapa Ken adalah Delano- anaknya terlebih dulu, atau yang biasa mereka panggil El. Kecemburuan itu muncul seiring dengan Ken yang kini lebih sering bermain, mengobrol, dan tidur di kamar El dibanding di kamarnya sendiri.

Semalam, Dara pun mencurahkan isi hatinya pada El, bahwa ia merindukan suaminya. Jadi, El diminta untuk tidur cepat di kamarnya saat Ken pulang hari ini. Tapi jangan bayangkan Dara bicara dengan nada mengintimidasi, tentu saja Dara mengucapkannya dengan sangat hati-hati dan penuh pengertian. Untunglah anaknya sangat cerdas hingga akhirnya El menyepakatinya.

Kita liat aja, kalo dia gak nurut. Besok gak usah pergi ke acara ulang tahunnya Lili. Gerutu batin Dara.

Lili yang dimaksud Dara adalah Lili anaknya Bianca dan Bobi yang usianya selisih satu tahun dengan El. Besok adalah hari ulang tahunnya, dan Bianca tentu mengadakan acara ulang tahun yang sudah pasti meriah seperti tahun sebelumnya. El yang berada di kelompok bermain yang sama dengan Lili, menjadikan mereka teman yang akrab. Dan, tentu, El ingin pergi ke acara itu, apalagi El yang sangat cerdas tak pernah melupakan apapun bahkan hal kecil sekalipun. Ini tentu hasil kombinasi kecerdasan Mama dan Papanya.

Satu jam sudah Ken dan El bermain di ruang tv, akhirnya El menyatakan rasa lelahnya dan ingin segera tidur ke kamarnya. Namun sesaat sebelum El diantar Ken ke kamarnya, El berbisik pada Dara.

"Malam ini Mama bole bobo sama Papa, soalnya besok Papa bakalan buat El sampe besoknya lagi."

Ya, untuk anak seusia El, ia sangat cerdas dan lancar berbicara. Dara yang mendengar ucapan putranya, kini semakin gemas dan memeluk El erat. Tak ingin ketinggalan, Ken ikut memeluk El dari belakang Dara. Ia pun mengecup kening dan pipi Dara, kemudian El.

"Kesayangan Papa." Bisik Ken di telinga Dara.

Meskipun Dara kadang cemburu, namun ia bersyukur, Tuhan menjadikan Ken sebagai suaminya. Jika bukan Ken, siapa yang mampu menahan semua tingkah laku Dara yang masih kekanakan ini.

Dara yang ambisius,
Dara yang penuh impian,
Dara yang tak mudah menyerah,
Dara yang sempat terbelenggu trauma,
Dan kini, Dara yang pencemburu pada anaknya sendiri.

Semua itu diterima Ken apa adanya. Meski tanpa sepengetahuan Dara, Ken juga cemburu melihat Dara kini lebih memerhatikan El dibanding dirinya.

Namun karena rasa salinh cemburu itulah, akhirnya mereka terus memupuk rasa cinta yang mereka rasakan hingga takkan pernah habis karena terus mereka tumbuhkan dengan baik.

Begitulah Dara menjalani sisa hidupnya, menyayangi suami, anak, dan dirinya sendiri yang kini tak lagi asing di mata masyarakat Indonesia. Kontributor dalam keluarga dan kontributor untuk negara.

Meski akhirnya ia harus merelakan jabatannya sebagai direksi karena fokus mengurus anaknya, karena pada akhirnya ia menyadari, takkan pernah dapat seimbang antara karier dan keluarga dengan sifat perfeksionisnya. Kini adiknya lah yang menjadi dirketur utama maskapai penerbangannya, dan Dara cukup menerima laporan sebagai komisarisnya.

Yakinilah, semua usaha akan terbayar, semua kesabaran akan terbalas, serta semua cinta dan cita akan terwujud pada waktunya.

Megandara Vlaretta Alexander,
Keano Alexander,
Dan Delano Alexander.

May God bless your little family till the end of life.








-THE END-




Mei, 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top