60


Kabut hitam pekat menyelimuti seluruh jet yang berada dalam formasi. Guncangan yang dahsyat membuat jet yang Ken dan Arjuna tumpangi terombang-ambing di udara cukup lama. Mau tak mau Ken terpaksa beranjak dari kursinya dan membungkukkan badannya untuk bantu Arjuna kendalikan flight stick.

Keadaan semakin kacau saat selang oksigen tiba-tiba tersendat dan tak berfungsi hingga membuat Arjuna nyaris hilang kesadaran. Dengan seluruh tenaganya, Ken menegakkan flight stick-nya dan segera memencet tombol auto-pilot berharap jetnya akan segera stabil. Lalu segera meraih pangkal selang oksigen yang ia dan Arjuna pakai.

Ken mencoba mencari titik masalah yang ternyata datang dari tombol pengatur oksigen yang sempat terputar sehingga asupan oksigen semakin kecil.

Kemudian Ken melihat sekelilingnya, mencoba mencari jet yang rekan lainnya tumpangi. Namun sayang yang terlihat hanyalah kabut hitam nan pekat. Ia sama sekali tak dapat melihat apapun selain asap bom.

"Kapten Arjuna!"

Ken mengguncang bahu Arjuna yang kini dalam keadaan setengah sadar.

"Arjuna! Sadar! Kendalikan nafas kamu!"

Arjuna memang tak sekuat Ken yang merupakan anggota Pasukan Khusus. Ken takkan mudah hilang kesadaran meski ia dikepung kabut asap bom nuklir seperti ini. Setidaknya Ken mampu bertahan lebih lama dari orang biasanya karena Gas Chamber Training telah menjadi makanan sehari-harinya saat ia melakukan pelatihan gabungan.

Ken terus menerus meningkatkan asupan oksigen untuk Arjuna yang nafasnya kini berangsur stabil. Menyadari dirinya hampir pingsan membuat Arjuna mendorong Ken menjauh dari tubuhnya dan segera mengambil alih selang oksigen yang dikenakannya. Sungguh ia sangat malu, harga dirinya sedikit terluka karena kelemahan dirinya sendiri.

"Kita gak bisa lama-lama disini. Segera kuasai diri kamu." Ucap Ken yang untungnya dapat Arjuna dengar dengan sangat jelas.

Setelah menyingkir dari sisi Arjuna, dengan cepat Ken telah menghubungkan kembali sambungan radionya yang sempat terputus ke Markas Tim Gabungan di Pentagon.

"This is Garda Team Captain, Leopard. ND3 has launched successfully. Jet 001 SF/00 is going back to Pentagon, the fog-"

Tiba-tiba sambungan radionya kembali terputus. Melihat Arjuna yang ternyata telah memutusnya membuat Ken mengedikkan bahunya, membiarkan Arjuna kembali melaksanakan tugasnya.

"I'll do it."

"My pleasure."

Sudut kiri bibir Ken sedikit terangkat, lalu segera fokus kembali dengan komputernya.

Merupakan sebuah keajaiban mereka masih hidup dan baik-baik saja. Tak pernah Ken sangka ia akan pulang dengan keadaan utuh. Teramat banyak kata terima kasih yang Ken ucapkan pada semua anggota tim yang telah menciptakan ND3, karena jika mereka melakukan kesalahan sedikit saja, seluruh pasukan yang dikirim untuk misi ini hanya akan pulang membawa nama.

⏭️⏭️⏭️

"Jadi Ken selamat 'kan?" Air mata Dara menetes seiring dengan senyum yang kembali terbit di bibirnya.

"Tapi..."

"Tapi apa Ayu?"

Ternyata Tuhan tak pernah menghendaki senyum indah itu singgah berlama-lama di bibir mungil Dara, karena kini yang tertinggal hanyalah ekspresi suramnya.

Ken memang telah selesai menjalankan tugasnya menghancurkan Gudang Hantu Achernar, tetapi tugasnya menangkap dalang di balik gudang hantu masih belum berakhir. Ken dan timnya, serta seluruh tim gabungan yang dibentuk khusus untuk jalankan misi harus dapat menangkap Derren dan ayahnya agar dapat diadili di Mahkamah Internasional. Karena alasan itu pulalah Ayu diperintahkan kembali ke Indonesia untuk melacak keberadaan para buronan itu dari jauh.

Server yang terdapat di Pentagon mengalami gangguan yang cukup serius, dampak dari peledakan gudang nuklir sehingga untuk sementara waktu tak dapat digunakan untuk aktivitas yang intens. Akan lebih aman pula jika Ayu berada di Indonesia karena jauh dari jangkauan para buronan yang tidak terduga kapan dan dimana mereka akan muncul dan menyerang.

Selain tugas itu, Ayu pun diberi tugas tambahan yang sifatnya pribadi. Tugas itu tak lain adalah untuk memastikan Dara dalam keadaan aman. Ken sangat cemas, mengingat Derren yang telah mengetahui bahwa selama ini Dara lah informannya. Ia takut jika tanpa sepengetahuannya Dara berada dalam bahaya.

"Kapan kalian akan kirimkan pasukan tambahan?"

Sorot mata Dara bagaikan elang yang siap memangsa santapannya. Mengawasi dengan seksama, membidik dengan fokus.

"Dua hari lagi." Ayu mengedipkan matanya yang tanpa ia sadari beberapa detik lalu telah terpaku pada Dara.

Dara beranjak dari duduknya dan langsung menuju keluar.

"Mbak mau kemana?" Ayu menyergah Dara.

"Makasih banyak kamu udah mau cerita, dan untuk airnya juga." Kini Dara yang justru menggenggam tangan Ayu. "Aku akan usahain buat bawa kamu ikut kembali kesana."

Ayu menatap Dara nanar. Tak mengerti maksud di balik ucapannya.

"Aku tau, kamu pun khawatir sama Raka."

"Mbak Dara tau?"

"Aku tau apa yang Ken tau."

Dara melangkah pergi tanpa ragu, menyisakan Ayu yang kini hanya terdiam, tak mampu mengelak apa yang dikatakan Dara.

✈️✈️✈️

Ponsel, laptop, hingga telepon kantornya yang sudah jarang Dara pakai kecuali untuk komunikasi internal kini justru Dara optimalkan penggunaannya. Ia menghubungi semua rekan dan kenalannya di Amerika, terutama yang terkoneksi saat ia bekerja untuk perusahaan penyedia pesawat tempur.

Untuk bisa tergabung dalam pasukan tambahan, Dara harus menjadi seseorang yang sangat diperlukan disana. Tanpa alasan yang kuat, dapat dipastikan Dara tak akan diizinkan untuk ikut, atau hanya sekadar berkunjung ke Markas Tim Gabungan di Amerika. Untuk mencari alasan itulah, Dara mengorek banyak informasi dari rekan kerjanya di AS.

Waktu yang tersisa hanya tinggal sedikit, sebelum daftar anggota yang ikut serta ditetapkan. Di sisa waktu ini bukannya semakin menyerah dan pasrah, Dara justru melakukan yang sebaliknya. Ia semakin bertekad, dan yakin ia dapat bergabung.

Kei, Rani, dan rekan kerjanya yang lain, yang melihat Dara menggila seperti ini bahkan tak dapat menginterupsinya meski hanya untuk makan siang.

"Dia udah gila." Kei bergumam sambil mensidekapkan tangannya.

"Apa mbak Dara bakal bisa pergi bu?" Rani menatap Dara cemas.

"Semoga." Kei mengalihkan matanya pada Rani. "Kita udah bantu semampu kita. Kalaupun akhirnya gak bisa, semuanya kehendak Tuhan."

Kei menghela nafasnya panjang. Ia sudah pasrah. Misi yang dijalankan Ken memang bukan main-main. Dari sekian banyak misi yang dilakukan, kali inilah yang terekstrim. Thomas dan Saras pun sudah tak dapat berbuat lagi. Mereka hanya berdo'a untuk keselamatan anak lelaki satu-satunya itu. Yang menggila tanpa terkendali, tinggalah Dara. Sungguh usahanya adalah yang paling keras.

"YES!"

Sorakan Dara sontak mengejutkan Kei dan Rani yang masih berada di ruangan Dara.

Dengan mata penuh kepuasan Dara berkata, "aku akan nyusul Ken, dan bawa dia pulang."

Kei menelengkan kepalanya, lega dan rasa khawatir lagi-lagi datang bersamaan.

✈️✈️✈️

Pentagon, AS

11 pm

Pasukan tambahan telah tiba di Markas Tim Gabungan dengan membawa berbagai peralatan yang diperlukan. Mulai dari senjata hingga komputer dan bahkan penangkap sinyal portabel diboyong pasukan tambahan.

Laporan kedatangan telah selesai. Kini saatnya mereka mencari barak tempat mereka beristirahat. Di antara sekian banyak pasukan yang dikirim, hanya Dara dan Ayunda lah yang perempuan sehingga mereka dipersilahkan tidur di gedung pemantau.

Angin disini cukup kencang dengan debu halus yang terus terbang datang dan pergi. Tak jarang mata Dara sesekali disentuh debu halus hingga membuatnya harus sering mengedipkan matanya. Dan ketika Dara berjalan menuju gedung pemantau tiba-tiba ia kembali kelilipan, mengharuskannya terdiam lebih dulu untuk mengucek matanya yang kini berubah merah. Karena angin yang sangat kencang, roda koper Dara berputar perlahan menjauh dari Dara.

"Ish!" Kesal Dara melihat koper kecilnya menggelinding.

Pandangan Dara masih terganggu sehingga visual yang tertangkap Dara hanyalah sesosok lelaki dengan seragam TNI lengkap, menahan gerak kopernya hingga berhenti. Dara tersenyum lebar karena kopernya berhenti menggelinding.

Caranya menautkan tali sepatunya..

Tubuhnya..

Posturnya..

Gerakannya..

Ken?

Senyum Dara yang merekah tak tertahan, ingin segera menatap wajahnya, Dara mengusap-usap matanya, berharap segera melihat wajah yang telah ia rindukan.

Hingga saat mata Dara kembali mendapat fokusnya meski di cahaya lampu yang remang, senyumnya perlahan hilang, bibirnya ia tipiskan, matanya berkedip berulang kali. Sampai ia tersadar, bahwa lelaki yang ada pada jarak tiga meter darinya bukanlah lelakinya.

Arjuna? Dara berdecak. Ini gila!!!

Gerutuannya di dalam hati sungguh membuatnya gila. Jika ada yang memiliki indra keenam, sepertinya ia akan melihat dengan jelas seberapa banyak alfabet yang keluar dari kepalanya.

"Jangan kira gue suka ya, ketemu lo disini." Ucap Arjuna dingin melihat ekspresi kekecewaan Dara.

Tak ingin berdebat, membalas ucapan Arjuna yang sedari awal memang tak suka padanya, Dara mengambil kopernya dengan kasar. Tanpa berlama-lama, Dara ingin segera menjauh.

Sayangnya keinginan Dara dapat dibaca oleh Arjuna, hingga Arjuna mengatakan sesuatu yang seketika hentikan gerak langkah Dara.

"Percuma lo kesini!"

Dara masih enggan menoleh.

"Kapten Ken lagi nyergap buronan di Achernar."

Seketika itu Dara menoleh, menatap tajam tepat di manik mata Arjuna. Jika saja Dara belum jatuh cinta pada Ken, mungkin ia akan menjatuhkan hatinya pada lelaki yang cukup tampan ini.

"Gue bisa nunggu dia."

"Selama apa lo bisa nunggu? Belum tentu dia bakal balik hidup-hidup."

"Emangnya lo Tuhan?!"

Kesabaran yang Dara miliki telah mencapai ambang batasnya. Sejak awal keberangkatannya, orang-orang selalu berkata bahwa tak ada gunanya Dara pergi, untuk apa Dara menyusul, bahkan seorang istri pun takkan senekad dan sekeras kepala ini untuk bertemu suaminya yang sedang bertugas.

Semua orang hanya melihat dirinya dari sudut pandang itu saja, tanpa pernah mengetahui pertimbangan apa saja yang Dara pikirkan sebelum memutuskan pergi.

"Kenapa sih semua orang ngenilai gue seenaknya!" Air mata Dara telah menggenang di pelupuknya. "Apa gue terlihat segampangan itu?! Lo tau apa yang paling bikin gue sakit hati? Saat orang gak bantu gue tapi mereka bilang gue useless dan Ken gak bakal pulang hidup-hidup! Kalo lo gak bisa bantu, gak usah nge-judge gue! Seenggaknya gue gak pernah ngerugiin kalian semua!!!"

Meski memang motif utama Dara adalah untuk bertemu Ken, namun bukan hanya itu alasannya. Mimpi Dara sejak awal adalah untuk membanggakan Indonesia, membawa nama baik Indonesia harum di seluruh penjuru dunia. Keterlibatannya sejak awal dengan kasus Achernar menjadi pertanda yang Dara artikan sebagai takdir Tuhan, yang mengharuskan Dara ambil bagian dalam menyelesaikannya. Dara juga tak begitu saja datang ke Pentagon tanpa tugas. Ia tahu ia hanya akan menjadi beban untuk para anggota pasukan tambahan, karena itulah ia berusaha keras mencari tahu tugas yang tidak dapat orang lain kerjakan.

Saat Dara mendengar kabar dari komandan aerobatic-nya bahwa tim AFO kekurangan pilot untuk kendalikan helikopter dan jet, saat itulah Dara mendaftarkan dirinya secara sukarela. Dan benar saja pihak AFO langsung menyetujuinya. Singkatnya, Dara berkorban, bukan hanya untuk dirinya dan Ken, melainkan untuk Indonesia juga.

Arjuna terpaku di tempatnya berdiri, melihat Dara yang telah berjongkok memeluk lututnya sambil menangis tersedu. Hatinya tak dapat memungkiri, bahwa ketulusan Dara datang kesini, mengorbankan waktu, tenaga, dan semua pikirannya akan sangat membantu tim penerbang. Arjuna mengakui, seharusnya ia menujukkan sedikit saja rasa terima kasihnya pada Dara.

✈️✈️✈️


Ngiiiung! Ngiiiung! Ngiiiung!

Sirine tiba-tiba dinyalakan dengan volume yang membelah angkasa, hingga tak ada satupun sudut markas yang melewatkan suara aumannya. Meski waktu masih menunjukkan pukul 3 dini hari, namun Dara, Ayu, dan seluruh anggota harus bergegas pergi ke lapangan untuk berkumpul.

Sambil berlari, Dara yang tak sempat istirahat setelah terbang dari Indonesia, segera memakai jaketnya. Kemudia terdengar pengumuman yang menggantikan suara sirine. Keadaan darurat ternyata telah ditetapkan dua menit yang lalu, tepat ketika laporan telah terbekuknya para pemimpin Achernar diterima tim pemantau di markas.

Dara dengan segera mengambil posisi di dekat helikopter yang telah diatur untuk ia kemudikan. Ya, setelah mendapat tempat tidur, Dara diarahkan oleh orang-orang dari AFO untuk segera siaga di dekat helikopter saat sirine dibunyikan.

Berdiri dengan tegap, Dara kemudian diperintahkan untuk segera menyalakan mesin dan membawa tiga personil tim tambahan dari Indonesia untuk mengevakuasi dan menjemput tim 1 di Achernar, sebutan untuk Tim Garda dan beberapa personil tentara dari Amerika.

Dengan cepat Dara menyalakan mesin, memakai sabuk pengaman, kacamata, dan headphone radionya. Ia mengecek instrumen helikopter yang terbilang cukup sederhana sehingga tak memakan waktu lama untuk terbang. Ketiga penumpang yang Dara bawa telah siap, dan setelah memastikannya Dara langsung menerbangkan helikopternya.

Sekitar tujuh helikopter diterbangkan menuju titik lokasi evakuasi. Dua diantaranya dikemudikan Dara dan Arjuna. Tak kalah gesit dengan Dara Arjuna pun kini telah terbang.

Dari perbatasan ini, tak membutuhkan waktu lama untuk segera sampai di lokasi penjemputan.

Dara sangat fokus, hingga ia tiba lebih awal dibanding dengan helikopter yang lain. Jika ini balapan mobil, ia sudah keluar menjadi juaranya.

"Kita sudah sampai." Ucap Dara yang langsung diangguki oleh ketiga tentara di belakang yang siap terjun.

Helikopternya Dara bawa pada jarak tiga setengah meter dari permukaan tanah. Karena datarannya yang tak rata dan terdapat beberapa pohon, hingga tak memungkinkan untuk mendaratkan helikopternya disini.

Tak lama berselang, keluarlah segerombolan orang berseragam loreng hijau dilengkapi kostum penyamaran dari semak-semak belukar yang ada di hadapan helikopter Dara. Dua orang tentara di barisan pertama membekuk seorang lelaki yang wajahnya tak dapat Dara lihat dengan jelas karena kondisi yang masih gelap gulita.

Dara yakin itu adalah salah satu dari buronannya. Lalu menyusul di belakang barisan pertama, dua lelaki yang berkostum hitam-hitam dilengkapi rompi anti peluru dan helmnya. Mereka seperti pemimpin tim, menurut perkiraan Dara.

Dara pun mencoba mencari dan menebak siapa mereka, mana di antara mereka yang adalah tunangannya.

Sungguh Dara tak dapat membedakannya. Postur tubuh yang hampir serupa, kostum yang seragam, hingga derap langkah yang seirama dan teratur membuatnya semakin sulit membedakan mereka.

Sekali lagi Dara dibuat berdecak kagum dengan kemampuan dan keahlian TNI yang tiada habisnya.

Kegiatan mengamati Dara yang tak sampai tiga menit akhirnya terhenti saat tiba-tiba beberapa ranjau darat sengaja diinjak oleh penjahat yang ada di barisan pertama. Hal itu membuat kedua tentara yang membekuknya tersentak. Dalam hitungan detik penjahat itu telah berebut senjata dengan tentara yang berada di sebelah kanannya. Hingga akhirnya senapannya dapat diambil alih dan diarahkan ke depan.

Dara bergetar, senapan itu diarahkan padanya. Lalu Dara menunduk dan melihat ke bagian dada kirinya yang kini telah ditandai laser bidik merah senapan itu.

Tangan Dara berkeringat, hampir saja ia melepaskan pegangannya pada flight stick. Jantungnya berdegup tak karuan, rahangnya ia paksa berhenti gemeretak, dan matanya yang tertutup kini ia coba buka perlahan.

Ya Allah, apakah ini akhir dari hidupku?
Jika memang iyah, izinkan aku untuk menyelamatkan mereka terlebih dulu.
Hamba mohon. Aamiin..

Komunikasi transidental yang dilakukan Dara ternyata mujarab. Kini ia dapat mengeratkan pegangannya hingga tangannya tak lagi bergetar. Perlahan detak jantungnya kembali stabil seiring tarikan nafasnya yang konsisten. Rahangnya melemas hingga menimbulkan senyum di bibirnya. Dan matanya yang menutup kini telah terbuka untuk melihat dan menghadapi kenyataan bahwa kini bukanlah saatnya untuk cemas.

Tatapan mata Dara yang fokus ke depan membuatnya dapat melihat dengan jelas wajah si penjahat yang ternyata cukup familiar bagi Dara. Senapan yang semakin ditegakkan posisinya, laser bidik yang tepat di posisi jantungnya berada, hingga telunjuk yang dalam hitungan sepersekian detik akan menarik pelatuk senapannya. Semuanya terlihat jelas.

Hingga salah satu di antara dua personil berbaju hitam yang berada di barisan kedua tiba-tiba meloncat tepat di hadapan si penjahat, sambil mengacungkan senapannya langsung ke arah jantung penjahat itu,

DOR! DOR!

Dua suara tembakan yang mengenai sasaran, terdengar secara bersamaan dan jelas di telinga Dara, tak teredam suara baling-baling heli. Mata Dara yang tak melewatkan sedetik pun peristiwa itu seketika membelalak.

Di saat inilah Dara berharap matanya tak dapat berfungsi dengan baik. Di saat inilah Dara berharap cahaya dari lampu helikopter tidak menyorot ke arah yang sama dengan matanya. Sungguh, di saat yang seperti inilah Dara harap ia bisa berlari, dan mendorong pria berseragam hitam itu agar tak menghadang peluru yang ditujukan padanya.

Dara tak ingin mengorbankan seseorang untuk dirinya yang belum tentu pantas menerima pertolongan itu.

Di saat Dara masih terlarut dalam keterkejutannya, para personel telah berhasil menembak kaki semua tahanan. Penjahat yang membidik Dara pun telah terkapar di tanah dengan berlumuran darah karena timah panas berkecepatan tinggi itu, telah tertancap di jantungnya.

Namun di saat para tahanan telah benar-benar ditaklukan, salah seorang personel berseragam hitam ikut tumbang, demi selamatkan seorang Pilot Megandara Vlaretta. Dan perlu diketahui Dara sangat tak ingin mendengar serta menerima kenyataan itu.

Beberapa anggota segera bergerak untuk membopong personel itu masuk ke helikopter. Dan helikopter yang dituju adalah yang dikemudikan oleh Dara.

Sesampainya di dalam helikopter Dara menoleh ke belakang dengan ragu. Ingin ia memastikan, orang itu masih hidup dan dapat diselamatkan. Namun belum sempat Dara mengecek dengan seksama apakah orang itu masih bernafas atau tidak, ia justru melihat sebuah benda yang sangat berharga baginya. Benda yang sama persis dengan yang ia gunakan.

Cincin itu..




🔜🔜🔜🔜🔜







Lavv,
Nun
25/07/2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top