59

Semoga temen-temen sukaaaaa 😊



Waktu terus melangkah maju, terlalu rajin untuk sekadar istirahat apalagi untuk menengok pada hari kemarin. Sesakit apapun, bagaimanapun menyesalnya, tak ada satupun makhluk yang mampu kembali. Bahkan jika mesin waktu benar adanya, tak menjamin keadaan akan lebih baik dari hari ini. Pun dengan rasa sakit yang kini Dara hadapi, tak lekang meski waktu terus berlalu.

Sudah beberapa minggu tak terdengar kabar dari Ken. Entah sehat atau sakit, terluka atau tidak, dalam kasus terburuk, apakah ia masih hidup atau tewas di suatu tempat yang asing?

Tak ada kepastian. Yang ada hanyalah berbagai berita simpang siur yang Dara dengar dari Bianca. Awalnya Dara berharap besar, keberadaan salah satu temannya di bidang militer akan dapat membantunya menggali banyak informasi mengenai Ken. Nyatanya kini Bianca pun tak dapat memperoleh informasi yang akurat karena pengamanan di sekitar Pasukan Khusus kini semakin diperketat berkali lipat, terlebih informasi yang berkaitan dengan Tim Garda.

Menjadi tim yang diandalkan untuk misi Kode 00 otomatis membuat Tim Garda menjadi tim yang sangat dirahasiakan gerak geriknya. Semua anggota TNI mengerti betul makna sandi tersebut.

Misi bahaya dan bersifat rahasia. Pantang pulang sebelum berhasil, meski nyawa taruhannya.

Seperti itulah kurang lebih makna yang selama ini dipahami oleh seluruh anggota. Apalah daya Bianca yang hanya prajurit biasa, tak mampu sedikitpun menembus informasi serahasia itu. Ditambah dengan email-nya yang tak pernah Caterine balas, membuat Dara semakin pasrah. Dengan keadaan ini Dara hanya dapat berharap dan berharap, meminta agar ketiadaan kabar berarti kabar baik baginya, bahwa Ken masih hidup dengan keadaan baik-baik saja.

"Dara," Kei menyembulkan kepalanya di balik pintu ruangan Dara.

"Masuk kak!"

Melihat Dara yang jelas sekali baru saja sadar dari lamunannya, semakin membuat Kei gelisah. Seharusnya tiga hari yang lalu Ken telah kembali dari tugasnya sesuai jadwal. Namun hingga detik ini tak ada sama sekali kabar mengenai Kapten Tim Garda itu.

"Kita jalan yuk habis jam kerja?" Kei bertanya dengan menampakkan wajah yang mencoba tegar.

Dara menatap Kei yang kini tertegun di tempatnya berdiri. Entah sejak kapan hubungan mereka menjadi sangat aneh, bukan hanya hubungan kerja dan sebagai calon saudara ipar, melainkan menjadi dua wanita yang saling mengasihani. Apalagi alasannya kalau bukan seorang Keano Alexander.

Selesai saling menatap, Dara dan Kei mendaratkan bokongnya di sofa kulit yang sangat empuk dengan serentak. Kemudian helaan nafas kasar mereka udarakan, lagi-lagi secara bersamaan.

"Situasi macam apa ini?" Dara mengusap wajahnya frustasi.

"Kakak juga gak tau."

"Bukan itu maksudku. Sejak kapan Ken punya dua tunangan?"

Kei membelalakan matanya hingga hampir keluar dari tengkoraknya.

"Woahh, santai kak! Aku cuma aneh aja, bukannya ngekhawatirin Zero, kakak malah khawatir sama Ken sampe segitunya."

"Suka-suka, 'kan aku kakaknya!"

"Kak, bukannya kakak tuh punya banyak kekuasaan? Masa hanya untuk cari informasi adik kakak tersayang, kak Kei gak bisa sih?"

Dara tak ingin berlama-lama dengan topik yang akan membuat beban Kei semakin bertambah. Ya, Dara kira bagus juga untuk Kei yang kini hanya mencemaskan Ken.

Kei hanya memutarkan bola matanya. Berulang kali Dara lontarkan pertanyaan itu, berulang kali pula Kei jawab dengan kalimat yang sama.

"Karena Ken terlalu spesial untuk kakak korek informasinya di militer."

Ya, bagi keluarga seorang prajurit, tak peduli seberapa besar kekuasaan yang dimiliki, akan sulit mendapatkan koneksi dan mungkin takkan pernah mampu untuk mencapai sebuah informasi jika bukan secara resmi dibuka oleh pihak yang berwenang. Sudah resiko yang memang harus diterima Kei dan Dara.

Dara menyandarkan kepalanya pada ujung sofa, sungguh untuk sehari saja ia ingin berlibur. Libur tanpa memikirkan Ken sekejap pun. Ia akan sangat bersyukur jika ia melakukan itu.

"Ra, tadi ada yang cari kamu."

"Siapa kak?" Dara mengerutkan alisnya, khawatir orang tuanya yang mencari.

Bukan tanpa sebab, Dara merinding mendengar ada yang datang mencari dirinya, karena telah sekian lama ia tak mengunjungi kediaman keluarganya. Setelah pindah ke apartemen mewahnya di dekat Kantor AeroWings, Dara belum pernah sekalipun pulang. Entah karena terlalu sibuk bekerja atau terlalu sibuk memikirkan Ken yang sukses membuat wajah Dara jauh lebih suram dari biasanya. Dan Dara, tak ingin keluarganya mengetahui itu.

"Itu pengacaranya Chelsea, kakak lupa namanya siapa."

Dara mencoba mengingat sosok pengacara yang diceritakan oleh Viktor saat dirinya masih berada di rumah sakit. Hingga seseorang terlintas dalam benaknya. Teman lamanya saat les biola.

"Ah, Farel."

Dara menghela nafasnya lega karena itu bukanlah Arumi dan Kenant.

"Nah itu."

"Mau apa yah dia kesini?" Pertanyaan Dara terdengar seperti gumaman.

"Apapun gak masalah, asal jangan mau ajak kamu kencan aja!" Kei beranjak dan merapihkan stelan jasnya.

Dara mencebik kesal mendengar ucapan Kei, mana mungkin dia akan kencan di saat ia hanya bisa memikirkan Ken di setiap langkahnya.

Melihat Dara sangat kesal justru membuat Kei bersorak senang karena berhasil membalas kekesalan yang Dara sulut dalam dirinya. Meski begitu ia bersyukur karena keberadaan Dara kini lebih menguatkannya menanti Ken.

✈️✈️✈️


"Mau apa lo ketemu gue?"

Dara sama sekali tidak tertarik berbasa basi dan bersikap ramah pada 'teman lamanya'.

"Boleh aku minta tolong?" Farel malah balik bertanya.

Isyarat yang Dara berikan akhirnya membuat Farel memberanikan diri berterus terang bahwa ia ingin Dara menemui Chelsea. Ya, ucapan panjang lebar yang diucapkan Farel dapat diringkas dengan cepat oleh Dara.

"Elo gak gila 'kan?" Tangan Dara kini telah dilipat di atas meja. "Kalo lo ada di posisi korban yang hampir mati karena dibunuh dengan sangat terencana, apa lo mau datang ke penjara buat kunjungin orang yang udah rencanainnya?!"

Farel terdiam. Ia tahu, sangat tahu  seberapa gilanya permintaan yang ia utarakan pada Dara. Tapi jika itu demi kebaikan Chelsea, ia akan melakukannya. Farel yakin jika sedikit kata dari Dara dapat mengubah Chelsea dan menyadarkan Chelsea betapa hidupnya sangat berharga jika disia-siakan untuk melakukan hal yang keji. Begitulah kekuatan cinta.

Percaya atau tidak Dara dapat sedikit memahami perasaan itu. Meskipun ia benci kenyataan bahwa ia memahami maksud Farel. karena inilah yang sedang ia rasakan untuk Ken, ternyata tak berbeda jauh dengan Farel.

Akan aku lakukan semua hal untuk temui kamu Ken.

Sejenak mereka larut dalam pikirannya masing-masing. Dara yang membenci hati dan pikirannya yang bertarung mempertimbangkan permintaan Farel, dan Farel yang semakin merasa bersalah pada Dara namun tetap berharap besar Dara bersedia melakukannya.

"Dengan satu syarat."

Tentu Farel menyanggupinya tanpa pikir panjang.

"Gue mau ketemu sama bokapnya Chelsea."

Farel cukup terkejut dengan persyaratan Dara yang di luar dugaan.

"Kenapa? Gak bisa? Gak ada yang gratis di dunia ini. Kita buat kesepakatan atau tidak sama sekali. Asal lo tau, gue gak sebaik itu untuk jadi pemaaf ulung yang sudi liat orang yang hampir ngirim gue ke akhirat."

Syarat Dara sebenarnya sangat memungkinkan. Sebelum Dara berubah pikiran, Farel segera menyetujuinya.

Semoga ini berhasil.

Bisik batin kedua manusia yang tak dapat temukan cinta yang lain.

✈️✈️✈️


Kak, semua kerjaan hari ini udah aku selesaikan. Aku izin pulang cepet, makasih kak :)

Note itu Dara tempel pada monitor komputer Rani yang entah kemana bersama Kei saat Dara hendak pamit. Kini note itu Dara perkirakan telah dibaca Rani mengingat sudah satu jam berlalu, dan saat ini ia telah sampai di tempat yang sejujurnya Dara tak ingin kunjungi.

Ya, Dara telah sampai di depan bangunan besar dengan gerbang yang menjulang tinggi bak benteng pertahanan di zaman perang dunia. Saat hendak melapor untuk mendapat kartu kunjungan, Farel berlari dari arah koridor masuk lapas dan menghampiri Dara.

"Hai Ra, kamu datang lebih cepet dari yang aku kira."

Dara hanya terdiam. Tak ingin bicara dan buang waktu disini, ia ingin segera menyelesaikan hubungan rumit dan buruk antara dia dengan Chelsea.

Setelah mendapat kartu kunjungan, Dara mengikuti langkah Farel memasuki lebih dalam bangunan yang sangat asing dan menyeramkan bagi Dara. Langkah kaki mereka terdengar sangat jelas, dan hanya beberapa petugas lapas yang terlihat berlalu lalang, berpapasan dengan mereka.

"Sebelah sini Ra." Farel mempersilahkan Dara untuk memasuki ruang kunjungan terlebih dulu.

Dara terdiam sejenak menarik nafas dalam kemudian mengeluarkannya perlahan. Tanpa orang lain ketahui, jantung Dara kini berdebar sangat kencang. Ini pertemuan pertamanya dengan Chelsea setelah Dara mengalami kecelakaan. Ia sendiri pun tak menyangka ia mampu memberanikan diri bertemu dengan orang yang berusaha membunuhnya.

Melangkah melewati pintu, mata Dara langsung disuguhi pemandangan yang sangat miris. Hati Dara bukannya puas melihat seorang yang jahat padanya memakai baju tahanan, tapi justru ia khawatir dan merasa kasihan, tak tega melihat kondisi Chelsea yang seperti saat ini.

Perasaan apa ini? Sadar Dara!

"Ngapain lo bawa dia Rel?!" Teriak Chelsea begitu melihat siapa yang Farel ajak berkunjung.

Farel hanya tersenyum tipis lalu menarikkan kursi untuk Dara duduki. Dara yang tak tahu harus berkata apa, kini telah terduduk dengan tatapan yang kentara nanar.

"Chels, udah lama 'kan kamu pengen ketemu Dara?" Farel menatap Chelsea yang kini justru memalingkan wajahnya.

Jujur saja, Dara pun merasa bahwa Chelsea memang telah menunggunya sejak lama. Ia dapat melihat hal itu dari tatapan Chelsea walau hanya sekejap.

"Gue datang kesini karena gue yang setuju dengan kesepakatan Farel. Bukan karena paksaan siapapun atau karena elo yang mau ketemu sama gue." Dara menaruh kedua tangannya di atas meja lalu melipatnya. "Bukan cuma elo yang gak terbiasa, gue pun gak terbiasa ngeliat orang sombong kaya lo duduk di kursi itu."

"Terus kenapa lo dateng kesini? Puas lo ngeliat gue kaya gini? Thanks to your brother, dia yang mati-matian bikin gue kaya gini." Chelsea menunjukkan tangannya yang bertaut terikat borgol.

"Iyah gue puas liat elo duduk disitu pake baju tahanan! Tapi bukan adek gue yang bikin lo kaya gini, melainkan diri elo sendiri yang udah jerumusin lo jadi penghuni disini." Dara menurunkan tangannya dari meja. "Seenggaknya lo gak akan bisa bunuh diri selama di penjara."

"Gak usah sok tau Ra!"

"Gue udah baca diari lo. Gue tau isi pikiran lo. Dan gue tau sekarang, seberapa bodohnya diri lo."

Buku diari yang Farel titipkan melalui Viktor telah Dara baca. Awalnya Dara tak tertarik sama sekali dengan isinya. Namun seketika melihat kondisi kakinya saat itu yang tak dapat bergerak normal membuatnya penasaran, apakah memang ada kesalahan dari dirinya yang pantas dihukum seperti ini?

Ya, ia tahu betul sebaik apapun ia bertingkah laku setidaknya akan ada satu orang yang berpikir ia tak baik dan membenci dirinya tanpa sebab. Tapi, apakah seberat itu kesalahannya hingga dirinya harus merasakan sakit yang sangat menyiksa ini?

Dara menatap Chelsea lekat. Ia tahu Chelsea pun sama menderita seperti dirinya, meski ia tak sepenuhnya memahami itu. Ia tahu berulang kali Chelsea mencoba mengakhiri hidupnya yang menyakitkan meski Dara tak mengerti alasannya. Hanya satu yang Dara yakini, Dara tahu, dan Dara pahami, bahwa Chelsea adalah orang yang sangat berharga bagi orang tuanya. Hidup Chelsea membawa kebahagiaan bagi orang tuanya, meski Chelsea merasa ia tak dapat menyaingi dan mengalahkan seorang Megandara Vlaretta.

Jangan salah paham! Saat ini Dara hanya mencoba memunculkan sisi kemanusiaannya. Bagaimana jika ia yang berada di posisi Chelsea. Ia usahakan berpikir seperti itu sebaik mungkin.

"Lo bukan saingan gue. Gue juga gak pernah nganggep lo saingan gue. Kenapa? Karena gue kira, hubungan kita gak se-spesial itu sampe gue harus bersaing sama elo. Gue cuma anggep lo teman sekelas gue di SMA, sama kaya temen yang lainnya." Dara berdiri sembari menyerahkan diari Chelsea. "Tapi kalo elo emang anggap gue sebagai saingan lo, gue terima. Dan kalo lo mencoba lagi buat mengakhiri hidup lo dengan tangan lo sendiri, di saat itulah gue anggap sebagai tanda kekalahan lo."

Tanpa mau menatap wajah Chelsea lagi, Dara berkata "jangan buat pengorbanan nyokap lo sia-sia. Ini saran terakhir gue sebagai saingan lo." Lalu Dara melangkahkan kakinya, tak mampu lagi menegakkan tubuhnya.

"Maaf," lirih Chelsea menatap punggung Dara.

Meski sedikit samar, namun Dara tetap dapat mendengarnya dengan baik.

Tak dapat lagi menahan air matanya, bahunya mulai bergetar meski ia baru menyadari ternyata hatinya dapat terbawa suasana semudah ini.

Melihat Dara yang berjalan sambil sesenggukan, Farel pun mengejarnya.

"Ra,"

Dara menatap kosong hingga ia sempoyongan dan hampir terjatuh jika saja tak Farel tahan.

"Kamu gak apa-apa? Perlu aku anter?"

Dara menepis tangan Farel.

"Dimana Pak Bima?"

"Ada di lapangan parkir. Di depan akan ada ajudannya yang anterin kamu."

"Oke."

"Makasih banyak Ra-"

"Gak usah berterima kasih!" Potong Dara. "Cukup abaikan gue kalau kita gak sengaja ketemu suatu hari nanti." Dara menghapus air matanya. "Dan anggap gue udah maafin dia."

Memaafkan memang lebih baik daripada memohon ampun untuk dimaafkan. Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, Dara memahami bahwa setiap orang pasti bersalah. Dan sebagai manusia yang percaya bahwa semua hal yang terjadi di bumi ini adalah atas kehendak Tuhan, Dara mencoba memahami dan memaafkan. Ya, mencoba. Karena meski ia memaafkan, kenangan buruk yang terukir dalam hati dan otak Dara takkan hilang begitu saja.

Orang-orang berkata, memaafkan bukan berarti melupakan 'kan?

Kini Dara hanya berharap Tuhan tak lagi memberinya ujian yang berat seperti ini. Karena baru Dara sadari, memaafkan ternyata terasa sangat menyakitkan.

✈️✈️✈️


Dengan koneksi dan pengaruh Bima yang masih kental, akhirnya Dara berhasil memasuki Markas Pasukan Khusus.

Kini Dara sedang berjalan dengan langkah yang pasti menuju ke ruangan Tim Garda dimana biasanya Ken dan timnya berada.

Tanpa mengetuk pintu Dara langsung menerobos masuk. Biarlah ia dikatakan tak punya sopan santun, yang terpenting baginya saat ini adalah memastikan keadaan Ken baik-baik saja.

Emosi Dara terlanjur bercampur. Amarahnya terhadap Ken yang tak mengabarinya, rindunya terhadap Ken yang sangat menyesakkan, hingga kebencian terhadap dirinya sendiri yang tak dapat kendalikan hatinya.

"Ken!!!"

Dara mencari-cari Ken meski ia hanya melihat Ayunda di ruangan ini, ya, Ayu yang kondisinya tak kalah kacau dari Dara.

"Mbak Dara,"

Panggil Ayu lirih kemudian menghampiri Dara yang perlahan meluruh, menyentuh dinginnya lantai yang telah jarang tersentuh langkah kaki penghuninya. 

Ayu membawa Dara duduk di kursi yang biasa Ken tempati. Lalu diambilnya sebotol air mineral yang segera ia buka kemudian menyerahkannya pada Dara.

"Diminum dulu mbak."

Untunglah Dara masih sadar dan segera meminum airnya meski hanya seteguk.

Dara yang kini menatap Ayu dengan sarat akan pertanyaannya, membuat Ayu mau tak mau harus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Ceritakan," pinta Dara tegas. "Tanpa terkecuali."







🔜🔜🔜🔜🔜






Yukk di kasih bintang dan komennya, jangan lupa rekomendasikan ke semua Wattpaders ya guyssss

TERIMA KASIHHHHH😍






Lavv,
Nun
22/07/2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top