57
Happy readinggggg!!!!!
3000 kata lebih sedikit nihh wkwk semoga puas yahh 😊
🛫🛫🛫
Dua minggu kemudian...
Pagi ini awan mendung tak terhindarkan. Angin dingin yang menusuk hingga tulang belulang membuat semua orang yang beraktivitas pagi ini harus membalut tubuh dengan jaket. Begitupun dengan anggota tim gabungan yang kini menuju ke gedung Kemenhan untuk menghadiri rapat.
Ken yang kini didaulat sebagai pemimpin tim gabungan pun telah bersiap di ruang pertemuan. Sejak subuh tadi ia sudah berada di sana untuk mempersiapkan bahan rapat.
"Slide udah siap?"
"Siap Kapt."
Setelah memastikan power point-nya siap kini Ken beralih mengecek materi yang telah disebar di meja yang akan diisi oleh anggota tim gabungan.
Sejak ND3 siap digunakan, tim gabungan disibukkan dengan berbagai berkas yang membantu mereka mempelajari Achernar dan merancang strategi untuk menaklukkan Achernar. Dalam waktu dua minggu ini, Indonesia telah menerima banyak bantuan dari negara yang secara geografis dekat dengan Achernar, dan juga dari PBB. Bantuan tersebut berupa alat tempur, alat-alat komunikasi berteknologi tinggi, bantuan dana, serta kedatangan prajurit handal dari negara-negara adidaya.
"Selamat pagi, rapat ini akan dimulai." Ken membuka rapat tersebut.
Semua orang kini duduk dengan tegak di kursinya masing-masing dan segera melihat materi yang disediakan.
"Sebagaimana kita ketahui, Achernar sama sekali tidak memberikan tanggapan positif terhadap penawaran Indonesia dan juga PBB minggu lalu. Para diplomat juga telah memberikan kabar bahwa upaya diplomasi tidak dapat dilakukan lagi." Ken berpindah ke slide selanjutnya.
Di slide kedua terdapat daftar nama target operasi gabungan ini. Antara lain Derren dan ayahnya berada di urutan paling atas. Selebihnya hanyalah antek-anteknya.
"Orang yang terdaftar disinilah yang nanti harus kita bawa dalam keadaan hidup. Mereka harus menjalani sidang di pengadilan internasional. Kita juga harus mengetahui lokasi mana saja yang telah mereka targetkan atau bahkan telah mereka tanam bom disana."
Ayunda menunjuk tabletnya dengan wajah cemas. Ia meminta Ken untuk mengecek tablet yang terdapat di mimbar. Saat melihat tabletnya Ken cukup terkejut, ia menggertakan giginya. Anggota tim langsung menyadari perubahan ekspresi Ken, mereka menunggu apa yang akan kapten mereka katakan. Dan sepertinya bukan hal yang baik.
"Mereka terus berupaya meluncurkan bom nuklir yang telah mereka buat." Ken melanjutkan presentasinya. "Bahkan beberapa jam yang lalu mereka mencoba meledakkan bom di kantor tentara perbatasan Amerika. Beruntungnya Amerika segera menanganinya sehingga bom itu dapat diledakkan di tengah laut."
Ken memutarkan video yang baru saja dikirim oleh Ayunda.
Seluruh mata terpaku melihat video tersebut. Ledakan besar di tengah laut itu menyebabkan getaran yang cukup hebat hingga terasa ke daratan bahkan mungkin jika diperbesar sedikit akan mengakibatkan tsunami buatan. Beruntungnya, pulau itu tak berpenghuni, hanya ada beberapa tentara yang memang bertugas di perbatasan.
"Oleh karena itu, operasi tim gabungan resmi dimulai hari ini."
Semua orang berdiri tegap dan mengangkat tangan hingga diujung alis mereka. Memberi hormat pada kapten tim mereka sebagai wujud kesiapan melaksanakan kewajiban.
Tugas telah memanggil, keputusan Ken telah bulat. Bagaimanapun kondisinya, masyarakat Indonesia harus dilindungi. Dan sudah merupakan tanggung jawab Ken beserta seluruh rekannya sebagai perwira. Mereka diharuskan mengorbankan waktu, tenaga, jiwa, dan raganya untuk keselamatan NKRI.
Di balik gatalnya tangan Ken untuk mengoperasikan ND3, ada sesuatu yang mulai saat ini membuatnya selalu khawatir.
Bagaimana caranya memberi tahu Dara bahwa ia akan pergi bertempur?
Sejauh ini tak ada yang membuatnya gentar ketika melaksanakan tugas. Tapi setelah Dara berada di kehidupannya terkadang hatinya bimbang dan mempertanyakan.
Dapatkah ia kembali dengan selamat?
🛫🛫🛫
Mulai hari ini Dara dinyatakan pulih total oleh dokternya di Indonesia. Dan tentunya berita ini bukan hanya membahagiakan Dara, tapi juga orang-orang yang selalu mencemaskan dan peduli pada Dara.
Bagi Dara ini merupakan kado kedua yang Tuhan berikan padanya setelah pertunangannya dengan lelaki yang memang ia dambakan sejak awal.
Menjadi tunangan Keano Alexander yang merupakan pewaris AeroWings sekaligus kapten di tim Garda andalan AD.
Hanya ilusi kah? Atau kenyataan?
Meski begitu, Dara cukup sadar untuk mengingat bahwa kejutan pertunangan dua minggu yang lalu adalah kenyataan.
Walaupun ia telah bertunangan, tetapi ternyata bertemu dengan Ken terasa lebih sulit saat ini. Ken memang tak pernah absen meneleponnya, namun belum pernah sekalipun menunjukkan batang hidungnya lagi di hadapan Dara sejak hari pertunangannya. Hingga yang dapat Dara lakukan hanyalah menunggu Ken. Ia mencoba memaklumi jika saat ini Ken sedang sibuk dengan tugasnya. Sudah menjadi konsekuensi yang pasti diterima Dara jika memiliki tunangan seperti Ken.
Dara pun memilih untuk menyambut baik kepulihannya dengan berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Ia tak ingin larut dalam kegalauan yang tak berujung karena rindu. Lagipula hal ini harus ia rayakan karena setelah sekian lama ia dapat kembali beraktivitas tanpa dibantu orang lain. Meski sempat dilarang Arumi, namun karena Dara bersikukuh serta berdalih akan ditemani Bianca, akhirnya Arumi mengizinkan dengan syarat diantar oleh supir.
Setelah turun di lobi utama, kini Dara memasuki gedung mall yang cukup megah itu. Dengan celana warna hitam yang pas di kaki jenjangnya serta kemeja lengan 3/4 bermotif garis vertikal berwarna kuning tua, Dara terlihat sangat rapih. Rambutnya yang ia gelung rendah dan membiarkan beberapa helai di bagian depan tergerai memberi kesan cantik dan elegan di satu waktu. Karena itulah Dara saat ini menjadi perhatian beberapa orang yang berjalan disekitarnya.
Andai aku pergi bareng Ken, kayanya gak bakal berani mereka natap sampe segitunya.
Dara berkerut karena beberapa lelaki disekitar menatapnya liar.
Seketika rasa rindu yang sempat Dara kendalikan terkuak kembali. Bukan seperti ini pertunangan yang ia harapkan.
Saat Dara larut dalam lamunannya, tiba-tiba suara yang tak asing meneriakkan namanya. Dan lagi-lagi, ini menjadikannya pusat perhatian. Banyak yang tersenyum mengetahui nama perempuan yang mereka perhatikan adalah Dara.
Tanpa memusingkan senyuman-senyuman itu Dara hanya menoleh untuk memastikan si pemanggil.
"Bi?" Dara menautkan alisnya. "Lo kenapa ngos-ngosan gitu?"
"Ra, lo udah tau belum?"
"Apa?"
"Aduh, haus."
Bukannya menjawab, Bianca malah menatap cafe di dekat lokasi mereka berdiri.
"Suruh siapa lari-lari?" Dara memutar bola matanya. "Ya udah, ayo beli minum dulu. Kebiasaan deh lo, kalo nyamperin gue suka lari-lari."
Bianca hanya menunjukkan cengiran kudanya.
Dalam waktu 30 detik Bianca sudah menghabiskan segelas jus semangka yang baru saja ia pesan. Sementara Dara hanya geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya ini.
"Jadi?"
Dara menagih penjelasan dari Bianca.
"Gue abis diteror." Ujar Bianca datar.
"Lah sama siapa? Kok bisa? Lo punya musuh emang? Kenapa gak langsung lapor polisi? Mau gue anter?" Pertanyaan Dara seketika membludak.
"Tadinya gue mau lapor polisi, tapi pas inget yang mau gue laporin nyokap sama tunangan sahabat gue akhirnya gak jadi."
Dara mengernyit tak mengerti maksud ucapan Bianca. Butuh beberapa saat untuk dapat mencerna perkataan Bianca, hingga Dara menyadari sesuatu. Kedua sudut bibirnya terangkat, matanya ikut menyipit seiring dengan senyum yang semakin mekar.
"Oh, mamah sama Ken?"
Bianca mengangguk tanpa ragu hingga rambutnya terlepas dari ikatan.
"Nelponin lo terus ya?"
Lagi, Bianca mengangguk pasti.
"Sori, mereka emang rada protektif."
"Rada lo bilang?!" Manik mata Bianca menunjukkan sorot tak percaya. "Gimana kalo beneran protektif coba? Rada aja kek begini rasanya." Bianca tak habis pikir.
Sejak setengah jam yang lalu Arumi dan Ken terus menerus menelepon Bianca. Mereka khawatir Dara akan berjalan sendirian di mall tanpa pengawasan padahal kondisinya belum benar-benar bisa beraktivitas yang berat. Sehingga mereka menelepon Bianca untuk memastikannya segera menemani Dara jalan-jalan.
"Angkat tangan deh gue berhadapan sama tante Arumi. Ditambah si Ken pula. Kelar urusan." Bianca menghela nafasnya berat.
"Udah gak usah cemberut. Sebagai permintaan maaf hari ini kita seneng-seneng yuk!"
Kata 'seneng-seneng' yang diucapkan Dara sontak membuat mata Bianca berbinar-binar. Ini saatnya kembali mengenang masa merdeka mereka saat SMA, waktu dimana mereka seolah tak memiliki beban apapun.
"Mulai dari arkade?" Saran Dara cepat.
"Let's get it!!!"
🛫🛫🛫
Selesai main di arkade, karaoke dua jam, belanja baju dan sepatu, makan di dua restoran berturut-turut, kemudian mengantar Bianca ke apartemennya sekaligus menyapa Nina- ibu Bianca, Dara langsung tepar di kasur kesayangannya. Cukup lelah memang, namun bahagia karena seharian ini menghabiskan waktu dengan Bianca. Jujur saja ia sangat rindu kebersamaannya dengan Bianca, dan hari ini terbayarlah sudah kerinduannya itu.
Masih pada posisi terbaring di kasur, Dara meraih ponselnya yang bergetar. Panggilan tak terjawab sebanyak 10 kali dari Ken. Bukannya merasa bersalah Dara malah terkekeh melihatnya karena senang.
Uhh segitu sayangnya sama aku ya?
Tak berlama-lama, Dara sudah memanggil balik nomor kontak terfavorit diponselnya saat ini. Beberapa kali nada sambung terlewatkan begitu saja, hingga Dara sempat mengembungkan pipinya karena hampir di ujung panggilan tapi tak ada jawaban. Namun sedetik sebelum terputus suara yang sudah ia rindukan itu terdengar. Namun tak seperti biasanya, suara Ken saat ini, terkesan murung.
"Kamu kenapa?" Tanya Dara di tengah panggilan.
"Nggak papa."
"Kamu hela nafas berulang kali Ken, suara kamu juga gak kaya biasanya." Dara sudah beranjak dan kini duduk bersandar pada kepala ranjang. "Kalo karena aku gak angkat telpon kamu. Tadi aku lupa bawa tas pas ketemu tante Nina. Maaf ya.." Dara merasa bersalah.
"Nggak kok, bukan gitu. Aku gak marah."
Dara memainkan jarinya. Ia tahu pasti ada sesuatu yang tengah mengganggu pikiran tunangannya.
"Aku kangen," ucap Dara lirih.
"Ketemu yuk?"
Mendengar ajakan Ken, seketika Dara kembali bersemangat.
"Ayuk ayuk ayuk!!!"
"Tapi karena kamu pasti capek, aku ke rumah kamu aja yah."
Dara mengangguk kecil sembari meninjukan kepalan tangannya di udara meski tak dapat terlihat oleh Ken.
"Okey kapten!" Seru Dara dengan senyum lebarnya.
"Sampai ketemu tiga puluh menit lagi yah."
Sambungan telepon terputus. Dara langsung bangkit dari ranjangnya. Ia segera membuka paper bag yang berisi pakaian yang baru saja ia beli. Ia mengambil sebuah blus motif bunga berwarna perak. Sekilas ia menatap dirinya pada cermin full body yang baru dua minggu ini terpasang menutupi hampir seluruh dinding di sebrang kasurnya.
Nggak kucel-kucel amat kok.
Dan langsung berlari ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.
Tiga puluh menit selanjutnya...
Dara membuka pintu utama rumahnya yang terbuat dari kayu jati berukuran besar. Setelah terbuka, sosok lelaki berseragam hijau loreng khas tentara dengan ragam penghargaan terpasang di bagian dadanya, menunjukkan sebanyak apa prestasi yang ia raih di satuan.
"Ken!!!"
Dara menghambur ke pelukan Ken yang tentunya langsung disambut hangat Ken meski dengan ekspresi yang sebaliknya. Pelukannya semakin erat saat Dara mencoba melepasnya. Karena Dara tahu ada yang tak beres dengan tunangannya, untuk beberapa saat ia membiarkan Ken pada posisi seperti ini.
"Ayo masuk!" Ajak Dara kemudian berjalan menuntun Ken ke dalam. Mereka menuju ke taman belakang rumah Dara, spot favorit mereka untuk mengobrol.
"Mamah, papah kamu belum pulang?" Tanya Ken sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah.
"Belum, biasa, masih di ruang operasi." Dara mengambil dua gelas di rak, kemudian mengeluarkan sebotol jus sirsak dari kulkas untuk ia bawa ke belakang. "Viktor juga katanya ada janji. Mbak Ani lagi main ke rumah sebelah ngumpul arisan sama asisten rumah tangga se-komplek. Jadi sepi deh rumah."
Hanya anggukan yang dilakukan Ken untuk menanggapi.
Selain minuman, Dara juga mengambil beberapa toples camilan yang ada di rak penyimpanan makanan.
Sementara Dara sibuk dengan kudapannya, Ken terus memusatkan perhatian pada setiap gerakan yang Dara buat. Bahkan ia memperhatikan mata Dara yang berkedip, hingga ia lebih lagi menyadari betapa indahnya mata Dara dengan bulu mata yang lentik.
Untuk beberapa waktu ke depan, Ken tak dapat melihat Dara. Karena itulah, momen ini akan Ken gunakan sebaik mungkin untuk memuaskan dirinya memandangi Dara. Meski ia tahu, bahwa ia tak akan pernah puas memandangi Dara sampai kapanpun.
Sadar dirinya terus ditatap oleh Ken membuat Dara salah tingkah. Kini pipinya kembali memanas dan menghasilkan rona merah di pipinya.
"Kamu udah makan malem belum?"
Suara Dara terdengar jelas berusaha menghilangkan kecanggungan ini. Ken menggeleng pelan sambil tersenyum.
Ia memang belum sempat makan seharian ini karena sibuk mempersiapkan keberangkatannya bersama tim kembali ke Achernar untuk terakhir kalinya.
Ya, Ken menjanjikan itu pada dirinya sendiri.
"Yah, tau gitu tadi aku deliveri dulu." Kening Dara berkerut berpikir keras akan memberi Ken makan apa.
"Mmm, ada yang mau aku akuin sama kamu." Mode serius Dara tiba-tiba on.
Ken yang tadinya bersandar pada kitchen set, kini menegakkan tubuhnya kemudian mendekat ke arah Dara. Khawatir dengan hal apa yang akan Dara akui.
"Aku tuh sebenernya," Dara menatap dalam Ken.
Ken mengudarakan tangannya yang kemudian mendarat di puncak kepala Dara. Mengusapnya pelan hingga ke ujung rambut Dara.
"Aku gak bisa masak," lirih Dara menundukkan kepalanya.
"Haduhh, kamu tuh ya, kirain aku mau ngakuin apa." Ken terkekeh. "Gak masalah kamu gak bisa masak. Itu mah nanti ngikutin pas kita udah nikah."
Dara menatap Ken dengan aneh.
"Nikah?" Dara mengulang kata yang Ken ucapkan. "Kapan?" Tatap Dara penuh harap.
Ken menatap langit-langit seolah berpikir, sulit untuk memutuskan.
"Kapan yah? Takut keburu tua ya bu?" Ken menggoda balik wanitanya.
Dara mendelik tajam dan memilih fokus kembali pada bahan makanan yang akan ia olah untuk Ken.
Setidaknya Dara bisa membuat telur dadar. Itu pikirnya.
Ia telah siapkan empat butir telur, segelas susu, dan juga keju yang akan nanti ia taburkan di atas telurnya. Telur dan susu ia campurkan. Tangannya sibuk mengocok telur dan memegang mangkuknya. Hingga tangan yang lain tiba-tiba sibuk melilit tubuh Dara. Perut langsingnya dengan mudah direngkuh kedua tangan Ken dari belakang. Dagunya pun ia sandarkan pada bahu Dara.
"Sekarang udah mau cerita, ada masalah apa?" Dara menghentikan gerakannya.
"Aku sayang sama kamu."
"Iyah tau,"
"Ra, aku bakal kangen kamu." Ucap Ken dengan nada manjanya.
Bakal kangen kamu?
Menjadi fokus Dara.
"Kamu mau pergi?"
Meski tanpa bicara, anggukan kecil Ken terasa di bahu Dara.
"Jadi misinya dimulai kapan?" Dara menggigit bibir bawahnya tak kuasa mendengar pembenaran pertanyaannya.
"Besok."
Air mata Dara seketika meluncur bebas tanpa pemberitahuan. Sesuatu seperti menghantam dadanya dengan kuat. Bibirnya bergetar tak mampu berkata-kata. Biasanya ia tak selemah ini. Tapi kenapa kali ini ia tak dapat mengendalikan dirinya. Tangannya mengepal dengan erat mencoba menguatkan dirinya sendiri.
"Aku belum mandi loh, bau." Dara mengusap pipinya yang basah. "Sana duduk dulu, bentaran doang kok aku masak omletnya. Kasian cacing di perut kamu minta dikasih makan."
"Tetep wangi kok. Aku suka." Ken mengerucutkan bibirnya.
Dara melepaskan lilitan tangan Ken dan mendorong Ken kembali duduk di kursinya.
Dengan cepat ia memasak telur dadar ala Dara. Semoga saja tidak gosong seperti biasanya.
Orang-orang berkata, 'lihatlah punggung seseorang untuk memastikan keadaannya. Karena punggung tak dapat dikendalikan. Saat sedih ia akan terlihat sedih, saat bahagia ia akan terlihat selayaknya orang bahagia'.
Kini Ken tengah menatap punggung indah Dara. Tak butuh waktu lama, Ken dapat melihat betapa sedihnya Dara saat ini.
🛫🛫🛫
Viktor baru saja memasuki lorong panjang dengan cahaya remang di sebuah gedung yang terlihat seperti jejeran kios yang belum selesai dibangun. Gedung yang alamatnya baru ia dapat beberapa jam lalu kini ia masuki lebih dalam. Ia pun menerka gedung ini pasti diperuntukkan menjadi pusat perbelanjaan nantinya.
Sampailah Viktor di penghujung lorong. Bulu kuduknya sempat merinding kala mendengar suara isakan pelan di sekitar tempatnya berdiri.
"Ihhh, horor begini. Ngapain coba gue ke tempat kaya gini?"
Viktor mengusap-usap lengan dan tengkuknya dan berbalik untuk segera pergi dari tempat ini.
"Viktor?"
"Ish, tau nama gue lagi. Amit-amit. Ya Allah lindungi hamba-Mu!"
Kakinya yang sudah siap lari sprint menjadi kaku seketika saat lengannya dicekal sesuatu.
Aduh! Ini tangan siapa???! Jerit Viktor dalam hati.
"Viktor!"
"Apa?!" Viktor teriak sambil berbalik namun matanya tertutup.
"Ini gue, Nayla."
"What?!!!"
Viktor benar-benar kaget saat melihat penampakan Nayla yang acak-acakan. Namun ia segera menormalkan kembali ekspresinya saat menyadari dirinya sepenakut itu.
Ternyata Nayla benar-benar ada disini.
Tawa Nayla pecah. Ia terbahak bahkan sampai tak bersuara. Nayla memegangi perutnya yang kini kesakitan karena tertawa.
"Aduh, aduh." Nayla kini bertumpu pada bahu Viktor. "Lo ngakak abis Vik."
"Apaan sih!" Viktor menepis tangan Nayla. "Lo ngapain disini dengan penampilan begitu? Biar punya temen baru disini yang namanya mbak kunti dan mas poco- ng?"
Nayla menghentikan tawanya.
"Lo sendiri ngapain disini?"
Pertanyaan telak bagi Viktor karena memang tujuannya datang kesini untuk mencari keberadaan Nayla. Jujur Viktor masih merasa khawatir saat Nayla tak ada kabar seperti tadi siang hingga tak masuk kampus. Memaksanya untuk mencari tahu bahkan dengan cara yang ilegal sekalipun.
"Nanti gue jelasin, tapi gak disini!" Viktor mengambil tas dan ponsel Nayla kemudian menyeretnya keluar dari gedung mengerikan ini.
🛫🛫🛫
Kediaman Thomas terlihat seperti biasanya, besar, megah, namun sunyi dan sepi. Tak ada aktivitas mencolok yang terlihat, seakan tak ada manusia yang hidup di dalamnya. Apalagi ini dini hari, sekitar pukul tiga lewat, suasana rumah semakin sepi dibuatnya.
Kei yang baru saja pulang lembur dari kantor memasuki rumahnya dengan lemah. Terkadang ia merasa ini hanya bangunan tempatnya untuk tidur, bukan selayaknya rumah yang memang tempat untuk pulang. Ya, bagi Kei artian pulang yang sebenarnya bukanlah datang sehabis dari kantor saja melainkan tempat dimana ia bisa berlindung dan mencurahkan segala keresahannya dengan orang-orang terkasih.
Raja selalu kesepian di singgasananya.
Pepatah itulah yang kini Kei alami. Duduk di kursi pimpinan untuk menjalankan dan memajukan AeroWings telah diembannya. Memuaskan ambisi serta citanya. Tetapi di balik itu semua, pengorbanan yang besar telah ia lakukan.
Menggantikan adiknya yang membatalkan pertunangan dengan Nayla, kini giliran takdir Kei yang diintervensi orang disekitarnya, termasuk orang tuanya.
Pertunangannya dengan Zero yang terkesan mendadak memang sangat dipertanyakan oleh Ken. Adiknya yang mengetahui belangnya Zero sangat menentang pertunangannya. Tak rela jika kakaknya nanti dipersunting lelaki yang pernah mempermainkan Dara. Baru saja beberapa bulan lalu ia menyatakan perasaannya lagi pada Dara, dan kini Zero akan bersanding dengan kakaknya?
Logika Ken tak membenarkan hal tersebut.
Hal itu sungguh merepotkan bagi Kei. Di sisi lain ia harus meyakinkan Ken seolah Zero memang ditakdirkan untuknya. Tapi di samping itu, ia juga berharap adiknya menjauhkan Kei dari takdir buatan manusia ini. Takdir buatan yang menjeratnya pada kerja sama perusahaan yang berkamuflase perjodohan setelah sebelumnya adiknya yang dijerat namun akhirnya mampu lepas dari jejaring samaran itu.
Kei menghela nafasnya berat, merepresentasikan seberat apa bebannya kini. Serangkaian memori berbentuk mikrofilm dalam benaknya terputar tanpa aba-aba.
Tangannya yang mencengkram jas yang baru dikenakannya sekali.
Telinganya yang mulai memanas mendengar kabar perjodohannya.
Matanya yang menahan air mata melihat sang ibu memohon.
Semua terekam dengan jelas di otak Kei.
Kei sungguh muak dengan segala ingatan itu, karena tak mampu menolaknya. Egonya mengatakan tidak, namun perasaannya tak sejalan. Tak tega melihat sang ibu, tak mampu melepas perusahaan yang telah ia dedikasikan hidup untuk meneruskannya.
Dan ujungnya, keputusan bulatnya membawa Kei pada sebuah kebohongan. Bahwa ia mencintai Zero. Serangkaian cerita yang ia buat agar Ken percaya hingga berlakon seolah saling mencintai menjadi salah satu prasyarat dalam kontrak perjanjian kerja sama perusahaan. Semua itu mengantarkan Kei pada hidupnya yang mulai saat itu akan penuh sandiwara hingga akhir hayatnya.
"Ya, cinta bisa datang nanti!" Seru Kei membakar semangatnya sendiri.
Hingga fokusnya terpecah saat ponselnya berdering, menunjukkan Dara sebagai nama pemanggil.
"You saved me Ra," kemudian menggeser tombol hijau pada ponselnya. "Halo Dara! Jam segini masih bangun?"
Sapa Kei, mencoba seceria mungkin.
"..."
"Nggak kakak belum tau."
"..."
"APA?!"
"..."
"Oke, kakak kesana sekarang."
Dengan cepat Kei mengakhiri panggilannya. Ia menyambar kunci mobil dan juga dompetnya tanpa memedulikan penampilan dan wajah kusutnya.
Satu-satunya hal yang ia dapat pikirkan saat ini hanyalah 'ia harus bertemu Ken', sebelum melepasnya ke kandang singa.
🔜🔜🔜🔜🔜
Jangan lupa tinggalkan jejak yahhh 😊
Rekom juga ke temen wattpaders kalian 😉
Lavv,
Nun
23/01/2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top