45

✈✈✈



Latihan yang Dara lakukan setiap hari dengan Ken ternyata tak sia-sia. Rasa kesal karena sering diusili Ken pun tak lagi bersarang pada hatinya. Hanya senyuman manis yang kini Dara tampakkan sembari duduk manis di kursi sebuah cafe, menunggu kedatangan sang kekasih. Seharusnya di hari seperti ini ia rayakan bersama-sama dengan keluarga kecilnya ditambah kehadiran Ken di rumahnya. Namun untuk saat ini, hal itu tak dapat ia lakukan. Mengingat keluarganya yang masih tak mengetahui soal hubungannya dengan Ken. Tak terbayang oleh Dara sebenarnya, reaksi seperti apa yang akan Papah dan adiknya lakukan saat mengetahui Ken adalah kekasihnya.

Selagi sibuk dengan pikirannya, ternyata Ken sudah berdiri di belakang Dara, namun tak ia sadari. Bukannya menoleh dan merasakan kehadiran seseorang di belakangnya, Dara justru memeriksa ponselnya. Kotak pesannya tak menunjukkan tanda-tanda kabar dari Ken. Padahal sudah hampir setengah jam ia menunggu kedatangan Ken. Ya, memang Dara tadi datang lebih awal. Tapi tidak biasanya Ken datang terlambat seperti ini.

Melihat Dara sama sekali tak merasakan keberadaannya, Ken mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengetikkan sesuatu.

Ra, kayanya aku gabisa datang. Maaf udah buat kamu nunggu..

Membaca pesan tersebut, Dara langsung keluar dari kotak pesan dan mematikan ponselnya. Meski melihatnya dari belakang, namun Ken yakin kini Dara tengah manyun dan bete setengah mati dibuatnya.

"Kok langsung dimatiin, sih?"

Dara menoleh ke arah suara berasal dan tak elak membuatnya membelalakan mata.

"Ken?!" Dara masih tak percaya. "Katanya gak bisa datang?"

Berbeda dengan reaksi Dara yang masih campur aduk itu, yang ditanya malah tertawa lalu duduk di depan Dara tanpa rasa bersalah.

"Kamu, ih!" Sadar dikerjai Ken, Dara spontan mencubit lengan Ken.

"Aw! Sakit, Ra," ringis Ken.

"Biarin, biar tau rasa!" Dara mencebik kesal.

"Ya, maaf ..." Ken mengubah mimik wajahnya menjadi serius.

Dara tak bereaksi, masih terdiam menahan kesal. Kalau saja Ken benar-benar tak datang tanpa alasan jelas, ia sudah pasti akan mengingat hari ini sebagai hari terburuk dalam hidupnya.

"Udah, ah. Aku mau makan!" Dara membuka buku menu dengan kasar.

"Iya, iya. Sok, mau makan apa?" Ken ikut melihat menunya.

Tanpa pikir panjang Dara memanggil pelayannya, kemudian menyebutkan menu yang ia inginkan. Ken juga memesan makanan yang sama dengan Dara.

"Ra, itu yang paling mahal, kan?"

"Kalo iya, emang kenapa?!" Dara masih sewot.

"Bayarnya gimana? Aku gak bawa dompet. Bayarin punyaku, ya?"

Dengan wajah yang sudah mirip hewan ganas yang siap memangsa makanannya, Dara mengepalkan tangannya di atas meja. Wajahnya yang begitu memerah sudah menjelaskan dengan gamblang, betapa kesalnya Dara pada Ken.

Dara menutup matanya sejenak. Kemudian kembali menatap Ken dengan senyuman yang paling terpaksa.

"Keano Alexander, putra pewaris AeroWings yang terhormat dan kaya raya," ucap Dara sambil menahan umpatannya.

"Iya?" Ken menyahut dengan polosnya.

"Keluarin seluruh isi kantong kamu dan taruh di atas meja, sekarang!"

Cukup galak memang, tapi justru ekspresi seperti inilah yang semakin membuat Ken jatuh hati pada Dara. Perempuan yang punya dua sifat berlainan dalam dirinya, dewasa dan kekanakan. Jarang ia temui ada pada perempuan lain. Oleh karena itu, ia senang sekali menggoda Dara.

Tanpa basa basi Ken mengeluarkan seluruh isi kantongnya. Kunci mobil, dompet,

"Tuh, kan, ada dompet kamu!" Seru Dara saat Ken mengeluarkan dompetnya.

Namun gerakan Ken terhenti saat akan mengeluarkan lagi sesuatu yang ada di kantong jaketnya.

"Apa itu?" Dara memicingkan matanya.

Saking penasarannya, Dara mencoba meraih jaket Ken. Namun Ken malah menghindar dengan cepat.

"Ken... Apa sih itu?"

"Ini?" Ken dengan ragu mengeluarkannya. "Buat kamu ..."

Kotak biru kecil yang sempat dititipkan Ken pada Dara, namun malah dikembalikannya itu, kini ada lagi di hadapan Dara. Ken memerhatikan ekspresi Dara yang mendatar.

"Ra ..."

"Uh?"

"Kamu baik-baik aja, 'kan?"

Dara mengangguk. Kemudian mengambil kotaknya. Meskipun kotak itu mengingatkannya pada kejadian kurang menyenangkan, namun karena rasa penasarannya lebih besar maka ia menerimanya.

"Pin-nya?"

"Ulang tahun kamu, Ra."

"Seriusan?" Dara tersenyum lebar. "Jadi selama ini, tuh, kuncinya ulang tahun aku."

Dengan penuh semangat, Dara memasukkan tanggal kelahirannya. Ketika selesai dan kotak terbuka, sebuah kalung dan flashdisk nampak tertata rapi di dalamnya.

Mata Dara yang berbinar memberikan lagi asupan kebahagiaan ke dalam hati Ken. Ia kemudian berdiri mendekat ke arah Dara, dan mengambil kalungnya. Tanpa diminta, Ken memakaikan kalungya di leher jenjang Dara.

"Selesai." Ken tersenyum puas melihat kalung berliontin bintang itu begitu cocok dikenakan Dara.

"Makasih banyak, Ken."

Hanya senyuman yang menjadi jawaban Ken.

"Kalo ini apa?"

"Bukanya di rumah aja, ya. Sekarang kita makan dulu aja."

Mengingat ia sedang tak membawa laptop, Dara akhirnya mengalah pada rasa penasarannya dan memasukkan kembali flashdisk-nya ke dalam kotak. Malam pun menjadi kian molek berhiaskan senyum bahagia dua sejoli ini.

🛫🛫🛫

Bekerja sebagai seorang prajurit memang bukan sekadar bekerja lalu pulang, bekerja lalu pulang. Tanggung jawab itu akan selalu mengikutinya kemana pun ia pergi. Begitu pun saat ini, Ken sedang memutar otaknya untuk menyusun strategi. Meski waktu sudah larut, lelah pun mulai terasa, tapi kini ia dan timnya harus kembali mengemban tugas negara.

"Jadi yang bisa ikut ke ruang pertemuan hanya dua orang. Dan Jenderal Besar meminta Kapten Keano dan Lettu Ziko untuk bisa masuk mengawal Presiden ke ruang pertemuan," jelas Ayunda yang tadi mendapat surat.

"Jadi kapan kita harus berangkat?" Tanya Ken.

"Hari Selasa depan. Kita masih punya waktu untuk mempelajari lokasi."

"Setidaknya saya pernah ke sana."

Ucapan Ken mengalihkan fokus pikiran anggota timnya.

"Meskipun sudah pernah ke sana, tapi ini akan berbeda Kapten," ujar Ayu tegas.

"Ayu benar, dan karena itu kita butuh latihan," Ziko menambahkan.

Keesokan harinya...

Tim Garda sudah bersiap di lapangan tembak. Mereka akan melatih kembali keterampilan menembak mereka yang hampir dua minggu ini tak pernah dilakukan. Dimulai dari tembak statis menggunakan pistol dengan jarak dekat dan jarak jauh. Kemudian latihan tembak dinamis menggunakan pistol jarak jauh dan dekat. Hingga latihan tembak menggunakan senjata laras panjang dengan kombinasi latihan tempur lainnya.

Semua dilakukan oleh Tim Garda dengan serius, penuh kesungguhan, dan tanpa kesalahan sedikitpun. Hingga inilah yang terkadang membuat para anggota tak yakin mereka dapat hidup layaknya manusia pada umumnya.

"Lo anggap sasaran itu bokap Ayu, ya?" Bobi bertanya penasaran karena Raka hampir mendapat nilai sempurna.

"Lo sendiri, Bob?" Raka balik bertanya.

Ziko yang mendengar percakapan kedua rekannya itupun melemparkan pertanyaan yang senada pada kaptennya.

"Lo anggap bokap Dara juga, tuh, target?"

"Bukan," jawab Ken.

"Terus siapa?" Ziko penasaran.

"Elo, Bang."

"Lah, kok gue sih, Ken? Pengen banget, ya, gue mati?"

Ken hanya tersenyum tipis tanpa menanggapi lebih lanjut apa yang dikatakan Ziko.

Orang lain mungkin tidak tahu sebenarnya musuh terbesar seseorang adalah rasa takut akan kehilangan orang yang kita kasihi. Alasan Ken menganggap sasaran itu sebagai Ziko tak lain adalah untuk mengentaskan kelemahannya. Agar ia dapat menghadapi situasi apapun saat di lapangan, meskipun itu berarti harus kehilangan orang yang ia sayangi.

🛫🛫🛫

"Dara!!!" Teriak Arumi pada Dara saat ia melewati meja makan begitu saja tanpa sarapan.

"Maaf, Mah, aku udah telat, nanti sarapannya di kantor aja. Assalamu'alaikum!"

Tanpa menghiraukan lagi teriakan Sang Mamah, Dara langsung melajukan mobilnya. Setiap hari Dara harus melewatkan sarapan dan pergi ke kantornya dengan terburu-buru karena jarak antara rumah dan kantornya yang cukup jauh. Terlebih lagi kondisi jalanan yang ia lewati untuk dapat sampai di kantornya selalu padat merayap di setiap pagi. Pada akhirnya Dara harus selalu berangkat lebih awal agar tak terlambat sampai di kantor.

Meski Dara terlihat selalu bersemangat di tiap harinya. Namun sebagai seorang ibu, Arumi merasa khawatir anaknya akan kelelahan. Tanpa pikir panjang lagi ia memutuskan untuk menelepon rekannya.

"Pagi, Pak Sugeng," sapa Arumi begitu sambungan teleponnya terjawab. "Unit apartemen yang saya minta kemarin sudah ada?"

"..."

"Baik, nanti siang saya akan ke sana. Terima kasih banyak." Sambungan telepon pun terputus.

Di kantor Dara ...

Begitu sampai Dara langsung memesan makanan ke kantin kantornya. Ia meminta agar makanannya dapat diantarkan ke ruangannya. Setelah menunggu sekitar lima menit, makanan pun sudah siap di meja Dara. Dan saatnya Dara menyantap sarapannya. Ketika Dara baru saja akan menyuapkan sesendok nasi, tiba-tiba ...

Tok! Tok! Tok!

Dara menghela napasnya pasrah. Entah kenapa gangguan selalu datang saat ia hendak makan.

"Ya, masuk," sahut Dara lemah.

"Maaf mengganggu waktu Kapten," sesal Wulan- asisten Anton, saat melihat piring yang masih penuh di atas meja Dara.

"Iya, gak apa-apa. Silakan duduk." Dara berusaha memanipulasi ekspresi kesalnya.

"Ini form untuk laporan pengujian pesawat Garuda Jet 011."

Garuda Jet 011 adalah pesawat teranyar produksi PT. DI yang bekerja sama dengan berbagai produsen pesawat dari Jerman dan Amerika. Angkutan udara berkecepatan tinggi ini berkapasitas 20 penumpang. Uji penerbangannya harus dilakukan sebanyak empat kali sesuai rencana yang telah ditentukan. Tapi pada kenyataannya, kini Garuda Jet 011 hanya akan melewati tiga kali tahap uji terbang karena permintaan mendesak dari pemerintah.

"Bukannya evaluasi kedua juga baru selesai minggu depan, ya?" Dara mengernyitkan dahinya.

"Betul, Kapten. Tapi kami diminta untuk segera menyelesaikannya. Minggu depan, pesawatnya harus sudah bisa dipakai oleh TNI. Ini perintah langsung dari Menhan," jelas Wulan.

Hal ini tentu mengganggu Dara. Bukannya ia tak ingin taat pada perintah atasan, melainkan ia tak ingin kesalahan teknis yang akan menyebabkan kecelakaan, terjadi pada Garuda Jet 011. Ia khawatir jika yang dialami Dean akan ia lihat kembali pada orang lain melalui pesawat yang diuji terbang olehnya.

"Saya nggak bisa," tolak Dara kembali menyerahakan formnya.

"Loh, kenapa Kapten?"

"Kita harus menyelesaikan evaluasi kedua sesuai SOP tanpa terlewat satu pun detail yang ada dalam pesawat. Bukannya tim teknisi bilang setidaknya akan selesai minggu depan?"

"Betul, Kapten, tapi itu jika dilakukan hanya pada jam kerja. Kalau kita bisa berlakukan jam lembur, minggu depan Garuda Jet 011 siap terbang, Kapten."

Setelah berpikir beberapa saat Dara pun mengangguk, menyanggupi untuk kembali menguji Garuda Jet 011 besok lusa. Setidaknya ia harus memercayai rekan dari tim teknisi yang terdiri atas orang-orang kompeten dan kapabel dari Jerman dan Amerika. Ya, setidaknya ia harus yakin.

🛫🛫🛫

Wangi buah-buahan langsung menyeruak indra pencium Dara ketika memasuki toserba khusus buah ini. Dengan mudahnya Dara menemukan buah-buahan yang ia cari hanya dengan mengikuti ke mana baunya mengarah. Kini Dara tengah memilah semangka mana yang akan ia beli.

"Pak, yang nggak ada bijinya yang ini, 'kan?" Tanya Dara pada petugas di stand semangka.

"Iya, neng, yang itu."

"Coba yang dua ini, Pak." Dara menyodorkan dua semangka yang ia pilih.

Sembari menunggu petugas menimbang semangkanya, Dara melihat seorang ibu yang begitu familiar sedang memilih buah apel di seberangnya.

"Tante Saras?" Gumam Dara.

Dengan cepat Dara menerima semangka yang sudah ditimbang lalu ia masukkan ke dalam troli. Efek lama tak jumpa membuat Dara begitu bersemangat.

"Tante Saras," panggil Dara.

Saras pun menoleh ke arah panggilan itu berasal.

"Dara!"

"Apa kabar, Tante?" Dara menyalami Saras.

"Baik, alhamdulillah. Kamu apa kabar? Nggak pernah ketemu lagi kita semenjak Tante pindah rumah sakit."

Ada sedikit kilat kesedihan yang tergambar di wajah Saras.

"Iya, Tante, maaf belum bisa ngunjungin Tante," sesal Dara melihat ekspresi Saras.

"Kamu ke sini sama siapa?"

"Sendirian. Tante?"

"Ini, sama calon mantu."

Mendengar kata "mantu" sontak mengingatkan Dara pada seorang perempuan yang berstatus tunangan Ken. Ya, siapa lagi kalau bukan Nayla.

"Mah, ini durennya." Nayla menggandeng lengan Saras.

Dara yang masih terpaku dengan keadaan pun tak dapat bereaksi. Ia hanya mencoba menenangkan hatinya yang kini mulai memanas.

Mamah? Tenang Dara, tenang. Batin Dara.

"Oh, ada kak Dara," seringai Nayla tampak jelas.

"Uh? I- iya, halo," ucap Dara kaku.

"Kalian udah saling kenal, 'kan? Oke, kalo gitu kita belanja bareng aja karena kita udah di sini," usul Saras yang mendapat reaksi berbeda dari Dara dan Nayla.

Dara menggeleng. Nayla mengangguk.

Saras yang melihatnya hanya terkekeh dan geleng-geleng kepala.

"Jadi gimana?"

"Udah, Kak, barengan kita aja." Nayla sengaja ingin mengumbar kedekatannya dengan Saras.

"Nggak usah, Tan, Nayla, Makasih." Dara berdehem mencari alasan. "Aku harus cepet-cepet, mau jemput tanteku dari rumah sakit," tolak Dara halus.

"Sayang banget ya, Kak. Padahal kita mau ajak Kakak makan malem di rumah Mamah. Minggu depan soalnya Kak Ken mau pergi jauh."

"Oh, iya, salam aja buat Ken. Aku duluan Tante."

Tanpa menoleh lagi ke belakang, Dara bergegas meninggalkan Saras dan Nayla.

Meski sebaik apapun Dara coba menutupi kegelisahannya, namun Saras tetap dapat merasakan. Ia yakin ada sesuatu yang tidak beres di antara Nayla dan Dara. Terlebih ini sudah yang kesekian kalinya.

Aku harus cari tau. Harus.



🔜🔜🔜🔜🔜








Haii, maaf telat yah, tadinya mau update td malem tp malah ketiduran hehe

Oke jangan lupa vomment ya guysss, thank you 😊



Lavv,
Nun
10/07/2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top