44
✈
Senin, 06 Juni 2011.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas, tapi Dara masih bergulat dengan kemacetan yang tiada berujung di Ibu Kota. Hari ini adalah hari pertamanya datang ke kantor untuk melakukan seleksi administrasi test pilot di PT.DI, tetapi bukannya memberi kesan baik di hari pertama, Dara justru datang terlambat. Lokasinya memang cukup jauh dari rumah Dara, jika tak macet maka hanya akan memakan waktu sekitar 30 menit. Namun karena ini Hari Senin, awal minggu, macet tak bisa dihindari terlalu banyak kendaraan bermotor yang seliweran di jalanan protokol bahkan jalan bebas hambatan pun kini seperti antrean kendaraan yang menunggu datangnya kapal, diam tak bergerak.
Dddrrrttt. Dddrrrttt.
Ponsel Dara bergetar di kursi penumpang. ID caller-nya menampilkan teks "Asisten Pak Anton".
"Duh!" Dara menepuk jidatnya.
Dara berdehem sebentar.
"Halo,"
"Selamat pagi, dengan Ibu Megandara?"
"Iya, betul."
"Anda hari ini ada jadwal verifikasi administrasi di PT. DI. Ibu bisa hadir?"
"Bisa, bu. Saya sudah di jalan. Hanya terjebak macet," jawab Dara jujur sambil terus menggigit bibir bawahnya gugup.
"Baik, kami re-schedule pertemuannya, ya."
"Baik, terima kasih banyak, bu."
"Kami tunggu setengah jam lagi ya, bu."
"Siap!"
Setelah menutup sambungan teleponnya, Dara akhirnya bisa membuang napas yang ia tahan sejak menerima telepon. Ia memperkirakan, ah, bukan, google maps memperkirakan jika Dara akan sampai dalam waktu lima belas menit lagi. Yang ini artinya ia akan datang lima belas menit lebih awal dari penjadwalan ulangnya.
Di waktu yang bersamaan...
Ruang rawat inap melati nomor 305 kini dipenuhi oleh orang-orang berseragam loreng. Rekan-rekan Bianca yang tadi pagi mendapat kabar mengenai musibah yang menimpa Bianca langsung meluncur ke rumah sakit begitu menerima kabarnya.
Ibu Bianca langsung dilarikan ke rumah sakit usai pertengkaran hebat semalam yang mengakibatkan ditangkapnya Ayah Bianca atas KDRT oleh pihak berwajib.
Salah satu di antara mereka yang datang ada Bobi yang tak lain adalah Anggota Tim Garda yang sempat menjadi pengasuh Bianca saat pendidikan. Mereka cukup dekat sehingga Bobi langsung datang untuk memastikan Bianca dan ibunya dalam keadaan baik.
"Terus nanti yang urus ke pengadilan siapa?" Tanya Bobi setelah mendengar kronologis kejadian dari Bianca.
"Aku," ucap Bianca lemah.
"Biar gue aja yang ke sana, bisa diwakilin, kan? Kebetulan ada temen pengacara juga, nanti bisa minta tolong sama dia," ujar Bobi santai sambil beranjak dari duduknya.
"Gak usah, Bang. biar aku aja sendiri. Aku gak mau repotin Abang, lagi sibuk-sibuknya sama tugas itu, kan?"
"Gak usah ngeyel kalo dibilangin. Gue pamit."
Tak memberi kesempatan Bianca untuk menolaknya lagi, Bobi segera berlalu meninggalkan Bianca yang masih harus berbincang dengan tamu yang lain.
Bianca hanya tersenyum tipis melihat punggung Bobi yang semakin menjauh. Tak disangka Bobi seperhatian itu pada Bianca. Pengasuhnya itu kini perlahan menjadi teman yang selalu ada ketika Bianca butuhkan.
Thanks, Bang.
🛫🛫🛫
Dara akhirnya bisa bernapas dengan sangat lega karena kini ia sudah menyelesaikan proses verifikasi berkas dan wawancaranya di PT. DI meski masih ada satu PR besar lagi baginya yaitu tes kesehatan dan kebugaran. Dia harus melewati tahap tersebut untuk bisa secara resmi menjadi test pilot di PT. DI divisi kemiliteran.
Ya, Dara akan ditugaskan untuk menguji pesawat dan helikopter khusus tentara. Maka dari itu, kini ia sedang memikirkan bagaimana caranya agar Ken mau menjadi pelatihnya. Dengan segera Dara meraih ponselnya kemudian mendial nomor lelaki yang sudah sangat ia rindukan.
Nada sambung beberapa kali terdengar hingga akhirnya suara sapaan hangat di sebrang telepon ikut menghangatkan hati Dara.
"Halo,"
"Ken, kamu lagi sibuk, ga?"
"Nggak kok, ini lagi rehat sebentar."
"Boleh minta tolong latih aku olahraga?"
"Boleh banget. Tapi kok, tumben?" Ken penasaran.
"Nanti aku cerita."
"Kamu lagi sibuk, ya?"
"Nggak kok. Aku otw pulang."
"Dari rumah sakit?"
Dara mengernyitkan alisnya.
"Rumah sakit?" Ulang Dara bertanya.
"Loh, emang kamu gak nemenin Bianca?"
Mendengar nama Bianca disebut dengan cepat Dara menepi.
"Ibunya Bianca dirawat di rumah sakit. Ayahnya ditangkap polisi semalem."
Tangan Dara melemah. Ia benar-benar lupa kemarin Bianca meneleponnya dan meminta bertemu namun ia tak bisa. Seketika bagian kecil dari hatinya menyalahkan diri sendiri.
"Rumah sakit mana, Ken? Bisa kamu kirim alamatnya?"
Karena Ken mengiyakan, Dara segera memutus sambungan telepon dan menuju ke rumah sakit di mana Bianca dan ibunya berada. Dengan segala penyesalannya Dara berharap Bianca dalam keadaan yang baik.
🛫🛫🛫
Ragu-ragu Dara mengetuk pintu kamar rawat inap ini, sedangkan tangan kirinya kini memegang erat keranjang parsel buah yang sengaja ia bawa seolah menguatkan dirinya.
Suara parau yang menyahut dari dalam kamar akhirnya terdengar. Ketika Dara membuka pintu, matanya langsung tertuju pada wanita paruh baya yang tengah terbaring lemah di brankar sembari tersenyum pada Dara.
"Tante..."
Dara langsung menaruh bawaannya di atas nakas kemudian memeluk Nina yang kini meneteskan air matanya.
"Maafin aku, Tante. Aku baru tau," Dara tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
Dan ketika Dara sedang larut bersama Nina, kedatangan Bianca menginterupsinya.
"Dara?!" Seru Bianca. "Lo kok bisa ada di sini?"
"Bi..."
"Kita bicara di luar, biar nyokap gue istirahat," ujar Bianca dan segera berlalu.
Setelah pamit pada Nina- Dara segera mengikuti langkah Bianca.
⏭️⏭️⏭️
Rasa canggung tak terelakkan. Bianca yang enggan membuka pembicaraan lebih dulu dan Dara yang bingung apa yang pertama kali harus ia katakan membuat mereka diselimuti keheningan di tengah riuhnya suara kendaraan di jalan raya.
"Maaf," suara Dara memecah keheningan.
Bianca tak bergeming.
"Maaf karena gue gak nepatin janji dan gak datang kemaren saat lo minta. Maaf karena gue gak cukup peka sebagai sahabat lo."
Dengan perlahan Dara mengulurkan tangannya meraih tangan Bianca kemudian menggenggamnya erat. Tak ada kata yang terucap dari mulut Bianca, dengan seluruh kemampuannya Bianca mencoba menahan air matanya yang hendak menetes. Beberapa detik, hanya beberapa detik kemudian Bianca tak kuasa lagi hingga tangisnya pecah. Tangisnya yang sesenggukan, yang membuat semua orang yang mendengarnya ikut merasa tersayat.
Dara mengerti, sangat sulit bagi Bianca untuk mengatakannya. Yang harus Dara lakukan saat ini hanyalah berada di samping Bianca dan memeluknya erat, meyakinkan bahwa semuanya akan segera membaik, meyakinkan bahwa dengan sedikit lagi kesabaran Bianca akan menemukan kebahagiaan.
🛫🛫🛫
Sembari memandang langit malam yang cerah dan berbintang, Dara duduk di kap mesin mobilnya yang terparkir di sebuah bukit tengah kota ditemani secangkir kopi panas yang ia beli dari kafe kopi terkenal di seluruh dunia. Healing therapy seperti ini terbukti manjur bagi Dara sehingga ia selalu melakukannya jika hatinya sedang resah. Hingga tiba-tiba seseorang membuang kopi milik Dara ke tempat sampah di depannya dan menggantinya dengan empat kaleng susu berlogo beruang.
"Ken?!"
Dengan tampang tampan tanpa dosanya Ken mengambil satu kaleng kemudian membukanya dan menyodorkannya pada Dara.
"Minum ini."
"Kok tau aku ada di sini?"
Tanpa menghiraukan pertanyaan Dara, Ken meraih tangan kanan Dara dan menyerahkan kaleng susunya.
"Ken."
"Tadi aku telepon kamu, tapi gak diangkat. Aku kira kamu di rumah sakit nemenin Bianca, tapi kata Bianca kamu baru aja pergi."
"Pertanyaan aku bukan itu jawabannya. Gimana caranya kamu tau aku ada di sini?" Ulang Dara sedikit kesal.
Jujur saja mengetahui Ken adalah seorang tentara pasukan khusus membuatnya sedikit waswas, Ken akan selalu melacak keberadaannya bahkan jika itu di kamar mandi. Spontan Dara menjauh dan memeluk dirinya sendiri menatap Ken dengan tatapan curiga.
"Hahaha," tawa Ken renyah.
Dara semakin menjauh dan mengernyitkan dahinya.
"Bianca yang bilang kamu pasti lagi di sini sendirian mikirin dia. Makanya aku cepet-cepet ke sini."
"Oh ..." Dara menormalkan lagi ekspresinya dan kembali duduk ke tempat semula.
"Makasih susunya," ujar Dara kemudian meneguknya hingga habis.
Meski Dara terlihat biasa saja dan bersikap seolah tak ada yang terjadi. Namun Ken tahu jika Dara saat ini sedang banyak pikiran. Rasa bersalah yang mendalam di wajah Dara dapat Ken baca dengan mudah. Untuk beberapa saat tak ada perbincangan. Dara yang sibuk menatap langit sedangkan Ken yang sibuk menatap Dara membuat mereka tak ingin beranjak dan hanya ingin mengabadikan malam ini dalam ingatan mereka. Hingga tiba-tiba kegiatan mereka terinterupsi bersinnya Dara. Dengan sigap Ken berlari ke mobilnya dan mengambil jaket.
Ken berdiri di hadapan Dara lalu memakaikan jaketnya, ia tak ingin kekasihnya itu disentuh angin, terlalu sakit rasanya ketika melihat angin dengan bebas menyentuh Dara, membuatnya cemburu.
Dara menatap wajah lelaki di depannya dengan tatapan yang mengatakan "ken aku sedang tidak baik-baik saja". Kemudian air matanya menetes, Dara tak mampu menyembunyikannya di hadapan Ken.
"Pipi kamu dingin," ujar Ken saat menyentuh pipi kiri Dara lalu mengusap air matanya.
Bukannya berhenti menangis, Dara justru semakin menjadi. Tak peduli lagi dengan wajahnya yang jelek karena menangis ia hanya ingin mencurahkan isi hatinya. Tanpa ragu Ken merengkuh Dara, memeluknya erat, dan mengusap punggung Dara lembut, membiarkan air mata Dara membasahi bajunya.
Untuk beberapa saat, mereka berada di posisi seperti ini.
🛫🛫🛫
Sepekan ini yang Dara lakukan tak jauh dari mengunjungi Bianca dan berolahraga. Ya, setiap sore hari selama sepekan ini ia dilatih oleh Ken untuk menghadapi ujian kebugarannya. Meski terkadang terasa sulit dan melelahkan, setidaknya ini semua Dara lakukan untuk masa depan karir dan juga kisah cintanya. Berkat pelatihan ini ia dapat bertemu Ken yang super sibuk itu meluangkan waktu setidaknya satu sampai dua jam per hari untuk melatihnya. Tentunya ini juga berperan besar dalam memupuk semangat juang Dara.
Seperti biasa olahraga selalu dimulai dengan pemanasan dari statis ke dinamis, kemudian lari keliling lapangan sebanyak lima kali, dan dilanjutkan dengan melakukan berbagai gerakan yang akan diujikan nanti. Mulai dari push up, pull up, back up, squat, hingga sit up.
Namun hal itu tak semua dapat dilakukan dengan mudah oleh Dara. Ada satu gerakan yang Dara benci untuk melakukannya yaitu sit up. Bagaimana Dara tak kesal, setiap kali Dara mengangkat tubuhnya dan mendekat ke lututnya, Ken malah mendekatkan kepalanya ke arah Dara.
Sekali, Dara biarkan. Mungkin tak sengaja. Dua kali, Dara heran kenapa Ken tidak menjauh. Tiga kali, Dara mulai risih dengan posisi tubuhnya dengan Ken. Dan sampai pada hitungan kelima, Dara tak tahan lagi.
"Ken!!!" Dara mendorong Ken yang memegangi kakinya.
"Aduh!" Ken menepuk pinggulnya yang mendarat cukup tajam di aspal lapangan.
"Kamu ih, pengen deket-deket wae!" Dara memelototi Ken.
"Ya, maaf sayang ..."
"Sayang-sayang, jijik!" Dara bangkit dari posisinya. "Udahan ah, latihannya."
"Jangan marah, dong ..."
Dara berjalan keluar dari area lapangan. Hingga ia tiba di parkiran, Dara baru menyadari bahwa hari ini ia tak membawa kendaraan. Ken menjemputnya ke rumah tadi siang. Tentunya secara sembunyi-sembunyi. Bergerilya karena tak ingin orang rumahnya tahu.
"Ken ..."
Ken yang melihat Dara berbalik dengan wajah memelas hanya tersenyum jahil sambil mengangkat kunci mobilnya.
"Gak mau anter, kan lagi marah kamunya," ujar Ken sembari mendekat.
"Gak jadi deh, marahnya ditunda dulu." Dara tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya terlihat jelas.
"Maaf, ya," imbuh Dara merebut kunci mobil yang dipegang Ken.
Sang empu mobil pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Hal seperti inilah yang dapat membuatnya tersenyum lepas. Sifat kekanakan Dara, lucunya Dara saat marah, dan senyuman manisnya yang tak pernah dapat Ken lupakan. Hal yang sederhana memang, tapi begitu membahagiakan.
🔜🔜🔜🔜🔜
Haiii semua apa kabar?
Aku punya kabar gembira nihh hehehe (semoga menggembirakan teman2 yah 😬)
Aku bakalan publish Birunya Angkasa [wanna fly?] tiap hari selasa sama sabtu. Jadi pantengin Birunya Angkasa [wanna fly?] terus yahh jangan lupa bintang dan komennya yah teman2!!!! Makasihhhh😆
Lavv,
Nun
02/10/2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top