30
✈
Suara burung yang terbang lepas di halaman belakang rumah sakit ini mendominasi suara yang ada. Dara yang masih duduk setia di atas kursi rodanya ditemani Ken yang duduk di bangku samping Dara.
"Jadi, itu gas beracun?" Dara tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Ken hanya mengangguk.
"Dan, a- aku hampir mati?" Pandangan Dara masih lurus ke depan. "Ck!" Dara berdecak, tak mampu berkata.
Ken tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang karena ia mengerti, dengan mendengar penjelasannya mengenai gas beracun saja sudah membuat Dara shock, apalagi harus diinterogasi soal berkas yang dicuri dari kamar Dara.
"Sebenernya apa tujuan mereka, Ken?"
"Mereka menginginkan berkas yang ada di tangan kamu."
"Berkas?" Dara mengernyit.
"Ya, berkas yang ada dalam map berlogo bintang, itu yang mereka cari di kamar kamu."
"Berkas dari Caterine?"
"Caterine?" Ken perlahan mencoba bertanya.
"Iya, dia teman satu angkatanku di akademi. Hari itu setelah landing, dia datang nemuin aku dan ngasih berkas itu."
"Kamu kenal dekat sama dia?" Kini Ken merubah posisi duduknya menghadap Dara.
"Nggak sama sekali. Dia rivalku di kelas. Dia selalu pengen jadi nomor satu. Tapi kenyataannya dia selalu kalah. Karena itulah dia nggak pernah ramah sekalipun sama aku," jelas Dara menunduk.
Ken memilih membiarkan Dara untuk bercerita dengan sendirinya. Kini ia hanya menatap Dara cemas.
"Dari awal aku emang ngerasa aneh. Dia bukan orang Indonesia, nggak pernah tinggal di Indonesia, tapi dia lancar ngomong bahasa Indonesia." Dara mengehela napas. "Dan sekarang dia datang lagi malah nyelakain aku."
Tanpa terasa Dara menitihkan air matanya sambil tertunduk. Ia benar-benar kaget saat mengetahui ia berada di ambang kematian dan koma selama tiga hari. Terlebih ia tak menyangka jika Caterine akan setega itu padanya. Padahal ia mengira permusuhan yang dibuat Caterine terhadap Dara telah berakhir sejak lama.
Kini tangan Ken ingin sekali menyeka air mata Dara. Namun, apa boleh buat ia bahkan tak berhak menyentuh Dara. Hingga rasa bersalah pun menyeruak dalam hatinya.
"Ken," Dara mengusap pipinya. "Kamu pasti butuh informasi, silakan tanya apapun. Aku nggak mau membiarkan dia lepas begitu aja." Dara menatap Ken intens.
"Sebenarnya kejadian ini belum pasti disebabkan Caterine sendirian. Tapi aku yakin ada hubungannya dengan dia. Dan kamu gak usah khawatir, Ra, dua orang yang masuk kamar hotel kamu udah kita tangkap."
"Syukurlah," Dara sedikit lega. "Tapi berkasnya?"
Melihat mata Dara yang kini berubah sangat serius, Ken memutuskan untuk menceritakan yang sebenarnya telah terjadi.
"Sebenernya kita memang sudah nangkap penyusup itu. Tapi kita gak berhasil mendapatkan berkasnya karena keburu mereka bakar. Maka dari itu, kita lagi cari tau apa yang ada dalam berkas itu." Ken menarik napas dalam, menatap Dara. "Apa kamu sempet liat isi berkas itu?"
Dara mengangguk.
"Kalau aku boleh tau sekarang, apa isinya, Ra?"
"Daftar nama negara, sepertinya mereka menargetkan sesuatu."
"Apa Indonesia termasuk ke dalamnya?"
Dara mengangguk pasti.
"Indonesia ada di urutan paling atas."
"Oke, informasi ini udah cukup membantu kita, Ra." Ken tersenyum simpul. "Terima kasih, dan maaf."
"Maaf untuk apa?"
Ken tak menjawab dan mengalihkan pandangannya. Dara yang mengernyit tak paham pun hanya bisa terdiam. Dan hari ini, pembicaraan mereka hanya sampai di sini.
🛫🛫🛫
Nayla begitu fokus dengan bukunya, sedangkan Viktor masih asik dengan ponselnya, membaca berbagai artikel mengenai Dara yang kini berada di posisi teratas mesin pencari. Akibat dari kejadian malam itu yang disaksikan banyak jurnalis, kini kisah Dara sudah menjadi rahasia umum. Beruntungnya tak sedikit yang justru mendukung Dara dengan karirnya.
"Vik, liat apaan sih, serius banget?" Nayla yang penasaran kini sudah memposisikan kepalanya tepat di depan kepala Viktor dan menghadap ponselnya.
"Kamu apaan, sih?"
"Oh, baca kisah Kak Dara yang lagi jadi trending topic." Nayla manggut-manggut.
Viktor tak menjawab, ia hanya mencoba menyingkirkan kepala Nayla dari hadapannya dan ponselnya.
"Aku juga fans Kak Dara." Nayla bicara sembari kembali pada bukunya. "Dia keren banget, di situasi yang kaya gitu dia masih bisa tenang, coba kalo aku, nangis duluan deh kayanya."
Viktor masih terdiam. Mendengar penuturan Nayla kembali membuka pemikiran baru tentang kakaknya.
Kakak aku emang sehebat itu, Nay.
Hingga akhirnya Viktor terpikir sesuatu.
"Nay, Ken itu adiknya Kak Kei direktur AeroWings itu, kan?"
"Yup, why?"
"Nggak, nanya doang."
Setelah sekian lama, kini Viktor baru merasakan kejanggalan dengan segala yang terjadi selama ini. Entah itu keberuntungan yang kakaknya dapatkan maupun segala rintangan yang Dara hadapi. Semuanya terasa aneh, tapi bagaikan takdir.
Bukankah Kei adalah instruktur Dara saat kursus?
Sekarang Kei menjadi bos Dara?
Dari mana dan sejak kapan Ken bisa kenal Dara?
Pertanyaan itu mulai menyerbu pikiran Viktor. Dan sepertinya takkan mudah hilang meski Viktor berusaha keras menyingkirkannya. Sedangkan Nayla saat ini telah membereskan seluruh bukunya dan telah masuk ke dalam tas.
"Kok udahan, mau ke mana?"
"Hari ini aku mau nyalon, biar cantik." Nayla mengedipkan sebelah matanya.
"Ada acara?"
"Hmm. Emang kamu nggak diundang?"
"Diundang sama siapa?"
"Itu acaranya Tante Saras, yang lagi ulang tahun pernikahannya, sama Om Thomas. Acaranya malem ini makanya mau nyalon dulu. Aku kira kamu diundang," ujar Nayla membuat Viktor berpikir.
"Mamah papah mungkin," ucapnya asal.
"Oke deh, duluan, ya!" Nayla menyampirkan tasnya. "Jangan kelamaan di perpus, tar gampang ubanan!"
Tak membalas ucapan Nayla, Viktor hanya tersenyum melihat perempuan yang disukainya itu. Jika terus begini, sepertinya pikirannya mengenai kejanggalan Dara pun akan terkalahkan oleh masalah Viktor yang gagal move on dari Nayla.
🛫🛫🛫
Dara yang masih berbaring di kamarnya kini dikejutkan oleh dua orang perempuan asing yang masuk ke kamarnya. Mereka membawa sebuah tas dan juga gaun cantik berwarna biru dongker dengan manik-manik yang berkelip.
"Eh, eh, Mbak pada ngapain? Siapa kalian?" Dara langsung bangkit.
"Kami disuruh bu Arumi langsung masuk ke sini," ucap salah seorang dari beberapa Mbak yang ditanya Dara.
"Buat apa?" Dara mengerutkan alisnya.
"Kita dari salon Mbak, ini mau dandanin Mbaknya."
"WHAT?!" Mata Dara seketika melotot. "Mamahhhh!!!!"
🛫🛫🛫
Semenjak di perjalanan, Dara terus mengerucutkan bibirnya. Ia tak ingin ikut ke acara seperti ini. Banyak orang dan juga wartawan, rasanya mengingatkan Dara pada kejadian seminggu yang lalu. Terlebih ini pertama kalinya Dara keluar dari rumah setelah masa pemulihannya.
"Ra, ayo turun!" Ajak Arumi sambil memaksa Dara turun dari mobil.
"Mah," Dara memasang muka memelas.
"Apa?" Arumi berkerut. "Nggak terima penolakan. Udah cantik gitu, masa gak turun?"
"Kenapa nggak sama Papah aja, sih?"
"Papah ada operasi, dari tadi dibilangin, ya!"
"Viktor?" Dara masih mencoba menghindar.
"Dara," geram Arumi.
Jujur saja sebenarnya Arumi bukannya tidak berperasaan atau tak mengerti kondisi anak perempuan satu-satunya itu, tapi Dara benar-benar butuh bersosialisasi saat ini.
Ya, lagipula siapa yang tak akan down ketika seseorang mengetahui ada di ambang kematian setelah dipermalukan di depan umum dan kemudian menjadi trending topik nasional, baik di media elektronik maupun media cetak yang tak selamanya memberi tanggapan positif dengan apa yang Dara lakukan.
Ketika lift yang dinaiki Dara hendak menutup, tiba-tiba seseorang datang dengan tergesa menghentikan pintu lift yang akan tertutup.
"Maaf," ucap pria itu menunduk membenarkan posisi dasinya.
"Ken?"
Dara yang awalnya hanya memainkan gelang yang ia pakai, kini ikut beralih setelah mendengar nama yang disebut Mamahnya.
"Dokter," Ken segera menyalami Arumi.
"Kamu baru datang?" Heran Arumi.
Ken hanya tersenyum kikuk menanggapi Arumi. Ia sedikit malu dengan pertanyaan Arumi, jelas saja seharusnya Ken sudah ada di tempat sebelum tamunya datang karena ini acara yang diadakan keluarganya.
Di sebelah Arumi, Dara hanya dapat menatap Ken dengan ekspresi nanar. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan atau katakan. Mengingat cerita Bianca yang mengatakan Ken hampir diskors karena memukuli kedua pelaku yang menyebar gas beracun, terbersit sedikit rasa bersalah dalam diri Dara.
Kini pun Dara semakin merasa bersalah, melihat kondisi Ken yang sedikit semerawut membuatnya berpikir jika Ken seperti ini karena ia mendapat masalah di tempat kerjanya, dan Ken mendapat masalah di satuan tidak lain dan tidak bukan karena dirinya. Semua asumsi itu semakin kuat karena Ken sama sekali tak menyapa Dara.
Ting!
Lift akhirnya sampai di lantai yang dituju.
"Mari," dengan tergesa Ken keluar dari lift.
Dara ingin sekali bicara pada Ken, setidaknya meminta maaf. Tapi apa boleh buat, sepertinya ia belum punya kesempatan.
"Mah, Dara ke kamar mandi dulu, ya."
"Oke, jangan lama-lama!"
Dara pun berjalan mengikuti penunjuk arah. Tak banyak orang yang berlalu lalang di koridor ini, hingga sesaat sebelum memasuki rest room Dara dapat melihat dengan jelas seorang perempuan yang berjalan anggun dengan gaun cantiknya menuju ke arah yang berlawanan dengan dia.
Cantik banget. Batin Dara melihat perempuan itu.
Dan ketika Dara kembali melanjutkan langkahnya, lengannya tiba-tiba disergah.
"Uh?" Dara menoleh, dan ternyata itu perempuan cantik tadi.
"Kak Dara," ucapnya tersenyum.
Dara masih mengernyit. Seberapa pun kerasnya Dara mencoba mengingat siapakah orang ini, namun tak ada jawabnya.
"Kamu siapa?"
"Kenalin, Kak, aku Nayla temennya Viktor."
"Oh, temen Viktor. Halo, Dara." Menyambut uluran tangan Nayla.
"Viktor ikut, Kak?"
"Belum tau. Mungkin datang, mungkin nggak."
"Kalo gitu aku duluan ya, Kak, lagi buru-buru, hehe. Sampai ketemu di dalem."
🛫🛫🛫
Selesai mengucapkan selamat pada Saras dan Thomas, serta menyapa beberapa kolega orang tuanya, Dara langsung kabur dari Mamahnya. Ia tak ingin kembali berada di situasi canggung yang tercipta ketika Dara bertemu teman-teman Mamahnya.
Merasa lapar karena tak sempat makan akibat dipaksa berdandan, Dara pun mengambil beberapa kue yang tersedia di meja hidangan kemudian mencari kursi yang letaknya agak jauh dari keramaian. Setelah duduk di kursi yang berada di sisi kiri belakang ruangan, Dara menyantap kuenya.
"Ra!"
"Uhuk-uhuk!"
Karena terkejut Dara tersedak kue yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.
"Aduh, nih, minum!" Ziko memberi segelas minuman yang berada di meja hidangan paling dekat.
"Udah lega?" Tanya Ziko setelah Dara meneguk minumnya sekaligus.
"Lo tuh, ya! Kenapa sih seneng banget bikin gue kesedek makanan?!"
"Sorry," sesal Ziko.
Meski telah berselang beberapa menit, keheningan masih menerpa kedua orang yang tak begitu tertarik dengan acara seperti ini, walau kegaduhan terjadi di sisi ruangan yang lain. Dara dan Ziko benar-benar tak mengacuhkan apa yang sedang diributkan tamu undangan di tengah ballroom.
"Kami undang Keano Alexander, putra dari Bapak Thomas Alexander dan Ibu Sarasvati Deana dengan Nayla Tania, putri dari Bapak Wijaya Herdiantara."
Mendengar nama yang tak asing baginya secara refleks Dara langsung mengalihkan perhatiannya.
Bukannya itu Ken sama perempuan yang tadi ngaku temennya Viktor? Dara mengerutkan alisnya. Mau apa mereka?
"Silakan bertukar cincin."
"Kok?!" Dara berdiri hendak melihat lebih dekat apa yang sedang terjadi.
Namun lengannya disergah Ziko yang kini menatap Dara serius. Bukannya kembali duduk, melihat Ziko menahannya seperti ini justru rasa ingin tahunya semakin berkembang. Ia melepaskan lengannya dari genggaman Ziko. Baru saja hendak melangkah kembali, lagi-lagi Ziko mencegahnya.
"Jangan!"
"Kenapa?"
"Nanti lo sakit."
"Apaan, sih?! Lepas, gak?!"
Dengan pasrah Ziko melepaskan Dara.
Tak ambil pusing dengan apa yang Ziko katakan, Dara bergegas pergi dan menghampiri Mamahnya.
"Ada apaan sih, Mah?"
"Kamu kemana aja? Tadi Kei nyariin."
"Dari tadi di sini, kok. Tapi Mah, ini ada apaan, sih?" Tanya Dara kukuh.
"Ken tunangan."
Frasa itu membuatnya membatu seketika. Bagai tersambar petir, seluruh aliran listrik di tubuhnya menyatu dan berkumpul pada satu titik hingga dadanya terasa sesak dan hendak meledak. Perasaan ini pun membuat Dara sadar. Ada yang lebih yang ia rasakan terhadap Ken.
Apa sebenarnya yang aku rasain?
🔜🔜🔜🔜🔜
Halohaaaa!
Senang sekali bisa kembali update. Senang sekali bisa liat Birunya Angkasa [wanna fly?] berada di peringkat #12 di wattpadstory. Ahhhh bahagianya daku :))
Terima kasih banyak pembaca dan voters Birunya Angkasa [wanna fly?] !!!!!!
Ay lop yu tu de mun en neper bek!!!!!!! :D
Lavv,
Nun yg skrg udh 19 th wkwkwk
12/05/2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top