27
✈
"Gue tau, Bang, Zero nggak bener-bener suka sama Dara. Kalian cuma jadiin Dara sebagai bahan taruhan kalian," ujar Ken membuat Ziko terpaku.
"Apa maksud lo?"
"Lo juga, kan, yang ngirim sepatu itu ke Dara cuma buat ngebikin Zero lebih sadar kalau dia nggak sepopuler lo dengan reaksi Dara yang sama sekali nggak nanggepin?"
Pertanyaan Ken kali ini benar-benar telak. Ziko tak dapat menyangkal ataupun mengiyakan apa yang baru saja Ken tanyakan.
"Kalo lo kaya gini, gue anggap jawaban lo adalah iya, bang," ujar Ken berdiri dari tempat duduknya.
"Tunggu!" Ziko mencekal lengan Ken. "Oke, gue mau."
Ken tersenyum lega.
"Tapi, apa lo siap dengan segala resikonya?"
Ken mengernyit tak mengerti.
"Termasuk kalau Dara jatuh cinta sama gue?"
Ken menarik nafas dalam.
"Ya."
"Termasuk kalau gue juga ternyata jatuh cinta sama dia?"
"Ya."
"Oke, deal."
Flashback Off.
🛫🛫🛫
Awal Desember 2010
Suasana ramai khas sebuah mall langsung menyambut Dara. Hari ini agendanya adalah mencari sepatu baru dan nyalon bersama Bianca. Ini Dara lakukan semata-mata karena paksaan Bianca yang kukuh Dara harus tampil cantik saat acara launching pesawat nanti. Saat ini ia sedang celingukan mencari kafe yang awalnya dijadikan tempat bertemu mereka oleh Bianca. Merasa malas untuk memutar dan berjalan mencari lokasinya, Dara memutuskan menelepon Bianca.
"Bi, di mana?" Akhirnya telepon Dara diangkat setelah beberapa kali nada sambung.
"Ini gue deket pintu selatan."
"Gue udah di pintu selatan, deket lift."
"Oke, tunggu gue ke situ."
Setelah memutus sambungan telepon, Dara mengedarkan pandangannya sembari mencari keberadaan Bianca. Ada yang datang bersama keluarganya, dengan teman, pasangan, dan ada juga yang datang sendirian ke sini sama seperti Dara. Semuanya menarik perhatian Dara. Ini salah satu kegiatan yang sering Dara lakukan, memerhatikan orang lain sama halnya ketika ia memerhatikan anak-anak survivor kanker ketika di rumah sakit. Menurutnya hal ini begitu menarik dan seperti terapi penenangan diri, menebak apa yang mereka rasakan dan pikirkan membuat Dara memahami bahwa setiap manusia, Tuhan ciptakan dengan segala perbedaan, dan ini mengingatkan Dara bahwa sudah tugas kita selaku manusia untuk dapat mengelola segala perbedaan yang ada.
Saat sedang asiknya ia memerhatikan pengunjung mall, matanya menangkap sepasang lelaki dan perempuan yang sedang berjalan bergandengan dengan senyuman yang lebar. Dara pun memicingkan matanya. Rasanya senyum itu tak begitu asing baginya. Jantung Dara semakin berdetak tak karuan, tiba-tiba saja ia butuh asupan oksigen lebih banyak.
"Ken?" Desis Dara.
"Mana?"
"Astagfirullah!" Dara terkejut melihat Bianca sudah ada di sampingnya. "Kapan lo sampe?"
"Sejak tadi lo melotot ke arah mereka." Bianca menunjuk ke arah Ken.
"Siapa ya, Bi, cewek itu?" Dara bertanya lemah.
"Kenapa? Cemburu lo?"
"Nggak! Bukan gitu!"
"Nggak usah ngelak, tertulis jelas di jidat lo tuh!"
"Bukan gitu, ya gue penasaran aja sama dia. Kemaren-kemaren dia baik sama gue. Nitip kotak misterius, ngajak gue jalan, makan, nganterin gue balik. Kan, gue jadi bertanya-tanya, dia itu baik sama gue karena emang dia baik ke semua cewek, atau dia baik sama gue karena dia tertarik sama gue," jelas Dara panjang kali lebar.
"Maunya lo gimana? Dia baik cuma sama lo atau dia baik ke semua cewek?"
"Ya, gue mah, nggak mau gimana-gimana. Cuman bingung aja, gue sama sekali nggak bisa nebak apa sebenernya motif dia baik sama gue."
Bianca hanya geleng-geleng kepala saja. Kebiasaan Dara kembali muncul. Daripada mendengarkan Dara yang semakin banyak mengoceh dan akhirnya tidak jadi nyalon, Bianca lebih memilih tidak mengacuhkan ucapan Dara dan berlalu meninggalkan Dara yang sibuk mengelak.
"Bi! Kok gue ditinggal, sih! Tunggu!!!"
"Makanya cepetan, biar besok lo cantik keliatan di kamera!"
"Bukannya gue udah cantik, ya?"
Dara bertanya pada Bianca pada jarak yang cukup jauh, suara yang cukup keras, dan di depan orang yang sangat banyak. Dan pada akhirnya, lagi-lagi Dara menjadi sorotan banyak orang di tempat umum.
Sementara itu...
Waktu terasa berjalan lambat bagi Ken. Untuk kesekian kalinya ia kembali memeriksa arloji yang ia pakai di tangan kirinya. Menemani Nayla belanja sudah seperti kegiatan rutinnya saat rehat. Dan setiap kali ia melakukannya, rasanya ingin sekali Ken meledakkan mall-nya agar dapat cepat keluar. Karena sebenarnya Ken benar-benar benci dengan tempat yang gaduh dan ramai.
"Kak, kalau yang ini gimana?" Nayla menunjukkan sebuah gaun berwarna hitam.
"Hmm, bagus."
Tanggapan Ken yang selalu saja seperti itu, datar dan membosankan, membuat mood Nayla langsung turun hingga angka 0. Lagi-lagi ia hanya ditanggapi dengan dua kata "hmm, bagus" yang sudah tak terhitung berapa kali diucapkan oleh Ken.
"Udah. Ayo, pulang!" Nayla menghentakkan kakinya kesal.
"Nggak mau makan dulu?"
"Nggak!"
Melihat reaksi Nayla, Ken hanya dapat mengangguk. Ia mengerti pasti saat ini Nayla tengah kesal setengah mati karenanya. Tapi Ken bersyukur, setidaknya ia bisa pulang lebih cepat kali ini.
Berjalan melewati Ken, Nayla langsung menyerahkan belanjaannya. Tak ingin repot sendiri. Ya, beginilah Nayla, calon pewaris perusahaan multinasional yang manjanya tiada duanya.
🛫🛫🛫
Dara baru saja sampai di rumah. Ia pun segera membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Tak lupa ia juga menyiapkan bekal untuk penerbangan besok yang rencananya akan mendarat di Surabaya.
Ia memasukkan beberapa stel pakaian ke dalam koper kecilnya kemudian alat mandi dan sholat, tak lupa seragam pilot dan sepatunya.
Setelah selesai packing, bukannya langsung istirahat seperti isi ceramah panjang Bianca, Dara lebih memilih untuk kembali membuka laptopnya. Menghapal letak, fungsi, dan kembali membiasakan diri dengan kokpit barunya. Meskipun sudah berulang kali ia melakukan simulasi lewat program, kemudian berlatih, menyesuaikan diri dengan kokpit aslinya, namun tetap saja ini adalah pengalaman pertamanya menjadi test pilot yang tugasnya bukan hanya menerbangkan pesawat baru milik perusahaannya tetapi juga mengobservasi jalannya penerbangan.
Dddrrrttt..
Ponsel Dara bergetar dan langsung menunjukkan notifikasi pesan yang masuk.
Rendi
Capt, besok siap?
Me
Siap! Sampe ketemu besok pagi.
Setelah mengirim balasan dan hendak memasukkan ponselnya dalam laci, matanya tak sengaja melihat kotak biru kecil yang tak lain barang titipan Ken, yang hingga saat ini ia tak tahu apa maksudnya Ken menitipkan benda ini pada Dara. Rasa penasaran Dara pun kembali muncul, ingin rasanya ia menghubungi temannya yang ahli soal persandian dan perkuncian untuk membuka kotak ini.
"Ngapain coba dia titip-titip ini ke gue. Maksudnya apa? Titip aja sana sama cewek tadi. Kenapa harus gue?!"
Mengingat kembali saat Dara bertanya mengenai kotak itu pada Ken, Dara semakin kesal saja. Tak ada lagi kalimat kreatif lain yang diucapkan Ken pada malam itu selain, "nanti kamu juga bakalan tau apa isinya".
Semakin kesal, Dara pun melemparnya ke dalam laci kembali lalu menutupnya keras.
"Fokus Dara, fokus! Besok hari besar lo!"
🛫🛫🛫
Hampir seluruh karyawan AeroWings sudah berkumpul di sisi lapangan udara milik perusahaan untuk melihat uji terbang ketiga produk unggulan mereka-- pesawat komersil AeroWings 454.
Dara yang sudah berganti pakaian dengan seragam pilot khas AeroWings pun kini sudah siap untuk uji terbang. Namun langkahnya terhenti begitu melihat gerombolan karyawan penggosip AeroWings yang sempat ia pergoki sedang menggosipkannya.
"Ra?" Kei menepuk bahu Dara.
Dara langsung berhenti menatap geng penggosip itu dan berbalik menghadap Kei.
"Semangat, ya! Hari ini Kakak ikut naik di pesawat," ujar Kei yang tak disangka Dara.
"Kakak ikut?"
"Hmm," angguk Kei.
"Makin grogi aku jadinya."
"Itu tandanya kamu semakin ingin melakukan yang terbaik."
"Hehe."
"Mbak Dara kita briefing dulu ya." Rani datang menghampiri Dara dan Kei.
"Oke."
》》》
Sebelum memasuki pesawat, Dara beserta seluruh kru pesawat berkumpul terlebih dulu di ruangan briefing. Setelah semuanya berkumpul, Dara pun mulai bicara.
"Assalamu'alaikum. Selamat pagi semua," sapa Dara yang langsung dijawab semangat tim.
"Saya Kapten Pilot Megandara Vlaretta, bersama FO Rendi Pratama dan Senior Flight Attendant Rania Adisti yang akan memimpin penerbangan kali ini. Pagi ini kita akan melakukan penerbangan dari Jakarta ke Surabaya dalam event launching AeroWings 454," ucap Dara kemudian membaca flight planner-nya.
"Pesawat AeroWings 454 dalam keadaan baik, pertama kali terbang setelah sebelumnya dilakukan dua kali uji terbang. Durasi penerbangan 1 jam 30 menit, boarding untuk FA setengah jam, take off pukul 09.15, landing di Surabaya pukul 10.45. Wheater cukup cerah, kita akan terbang di ketinggian 32.000 kaki. Any question?"
"Cukup, Capt," ujar SFA Rania.
"Baik kalau begitu, sebelum kita akhiri, kita berdoa terlebih dahulu. Berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, dimulai."
Semuanya langsung hening. Berdoa dengan khusyuk. Begitu pun Dara, ia memohon agar semua berjalan lancar hari ini. Setelah sebelumnya ia meminta doa restu dari kedua orang tuanya saat berangkat tadi.
"Selesai."
🛫🛫🛫
"Uji terbang ketiga sekaligus penerbangan perdana akan dilakukan dalam waktu satu jam ke depan, untuk penerbang kami persilakan memasuki pesawat."
Pemberitahuan tersebut terdengar jelas dari pengeras suara sesaat setelah tim keluar dari ruangan briefing.
"Mari."
Dara pamit pada jajaran direksi beserta teknisi yang hadir hari ini.
Saat Dara memasuki kokpit bersama Rendi, ia kembali merasakan perasaan excited seperti biasanya. Lagi-lagi ia mulai berkaca-kaca. Entah kenapa setiap penerbangan rasanya memberi kesan dan sensasi yang berbeda bagi Dara. Apalagi saat ini di kokpit terdapat kamera yang akan merekam perjalanan mereka.
Memang intensitas terbang Dara saat ini jauh lebih sedikit dibanding dengan saat ia bekerja di sebuah maskapai penerbangan. Sehingga kerinduan akan menerbangkan pesawat pun tak dapat Dara bendung lagi.
Setelah duduk dengan siap dan nyaman di kursinya, Dara segera mengaktifkan flight management computer, kemudian menyalakan navigation display hingga mendapat posisi.
"Start the engines," ucap Dara.
"Engines started." Rendi dengan sigap menanggapi.
"Put the engine masters on. Screen?"
"Screen on."
"Control the air under fuel rescue."
"The air under fuel rescue, ready."
"Okay, I'll move the on power."
Kemudian pesawat mulai bergerak untuk menuju ke runway.
"Kita input planner."
Dara membuka keyboard komputer, kemudian memasukkan data airport, mengecek runway, kondisi pesawat, dan take off way.
"This is AW 454, ready to take off."
"Runway one, 2-0-0," balas ATC.
"Copy that."
🛫🛫🛫
Satu setengah jam tidak terasa bagi Dara, kini ia sudah sampai dengan selamat di Surabaya. Segera ia mengirim pesan pada Arumi.
Akhirnya bisa lega juga. Dara menghela napasnya.
"Kapten Dara?" Seorang staf menghampiri Dara.
"Ya, betul."
"Ada yang ingin bertemu."
"Oh, siapa?"
"Saya lupa menanyakan namanya, dia di ruang tunggu."
"Baik, nanti saya ke sana."
Setelah memasukkan ponsel ke dalam ransel kecilnya, ia pun berjalan ke arah ruang tunggu sambil mendorong kopernya. Hingga Dara akhirnya membuka pintu, betapa terkejutnya ia melihat Caterine lah yang sedang menunggunya, berdiri menghadap jendela.
"Cate?"
Caterine menoleh kemudian tersenyum singkat pada Dara.
"How can? Why are you here?"
"Duduk, Ra."
Dara masih termangu, ia benar-benar tak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan Caterine saat ini. Mengingat hubungannya yang tak begitu baik dengan Dara.
"Ini," Cate menyodorkan sebuah map pada Dara.
"Apa ini?"
"Anggap saja hadiah kelulusan dariku," ujar Cate santai.
"Apa yang kamu lakuin Cate?" Dara sama sekali tak menyentuh map itu.
"Apa yang aku lakuin?" Ulang Cate sarkas. "Menyapa teman lama."
"Teman?" Balas Dara tak kalah sarkastis. "Kita nggak cukup dekat untuk menyandang predikat teman dan bisa berbagi hadiah kelulusan."
"Baiklah, aku akui kita memang tidak dekat, and i'm sorry. Tapi kali ini pengecualian. Anggap saja ini bantuan kecil yang pertama dan terakhir kalinya dariku."
Bantuan apaan coba? Emang dia siapa mau bantu gue segala? Gerutu Dara dalam hati.
"Oke, terserah kamu mau diterima atau nggak. Yang jelas jangan sampai kamu menyesali pilihan kamu nantinya dengan gak membuka ini."
Karena satu-satunya orang Indonesia yang aku kenal dan bisa kupercayai hanya kamu, Ra. Lanjut batin Caterine.
"Omongan kamu makin ngaco, Cate."
"Urusanku udah selesai. Sampai ketemu."
Cate berlalu begitu saja meninggalkan Dara yang masih dilanda kebingungan.
🛫🛫🛫
Setelah istirahat beberapa jam, akhirnya Dara terbangun dari tidurnya dan segera mandi. Ia harus segera berganti pakaian untuk menghadiri acara grand launching pesawatnya di ballroom hotel. Di mana nanti Dara akan ikut diwawancarai oleh berbagai media mengenai penerbangan pertamanya.
Tok! Tok! Tok!
Mendengar ketukan pintu, Dara segera membukakan pintunya. Rani dengan kotak make up-nya sudah siap mendandani Dara.
"Wah, mau ngapain?"
"Ngapain lagi, ya, dandanin Mbak Dara."
"Aku udah dandan," tolak Dara.
"Ini mah bukan dandanan buat wawancara sama media," ujar Rani melihat riasan tipis di wajah Dara.
Dara bukanlah tipe gadis yang senang berdandan. Ia tak suka membubuhkan banyak make up di wajahnya. Jadi ia hanya memakai bedak, lipstick dan maskara saja sebagai riasannya.
"Udah sini," Rani pun memulai aksinya.
》》》
"Ya, ampun! Cantiknya," puji Rani saat melihat hasil akhirnya.
"Wah, kok bisa gini, sih?"
"Cantik, kan?"
Dara mengangguk malu.
"Mbak Dara tuh emang udah cantik tanpa make up, tapi liat, lebih cantik lagi setelah didandani." Lagi, Rani memuji Dara.
"Makasih Mbak Rani yang lebih cantik."
Jujur Dara sendiri cukup takjub dengan perubahannya. Ia tak pernah menyadari bahwa ternyata ia bisa terlihat secantik ini.
"Siap, kan? Ayo!"
Mereka pun bergegas menuju ballroom hotel. Mood Dara yang sedang baik ini begitu kentara. Ia terus menunjukkan senyumannya pada orang-orang yang berpapasan dengannya tanpa mengetahui apa yang akan segera menimpanya.
🔜🔜🔜🔜🔜
D-10 wkwkwkwk
Lavv,
Nun
20/04/2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top