25
✈
Edward Hospital.
Sunday 4 pm.
Dara sudah berada di depan ruang operasi rumah sakit milik keluarganya. Kini ia sedang duduk menemani Kei yang menunggu jalannya operasi Saras. Ternyata operasi yang dimaksud Arumi tadi pagi adalah operasi Saras. Agenda operasi kali ini awalnya dilakukan untuk melakukan transplantasi, namun berhubung keluarga pendonor tidak memberikan persetujuan, maka tranplantasi pun tak dapat dilakukan. Untuk mencegah hal yang lebih buruk terjadi, Arumi menyarankan untuk membersihkan ginjal Saras yang memang 80% sudah tidak berfungsi. Keluarga Kei pun langsung menyetujuinya, mempertimbangkan kondisi Saras yang semakin memburuk.
"Kak ... yang tenang," ucap Dara menenangkan.
"Operasinya gak akan lama, kan, Ra?"
"Insyaallah, kita berdoa aja semoga lancar."
Dara kemudian menggenggam tangan Kei untuk menyalurkan ketenangan dan kekuatan bagi Kei. Setidaknya itu yang dapat ia lakukan untuk saat ini.
Di bangku yang lain Thomas juga terlihat sangat kacau. Ia melepas jas dan dasinya, jelas sekali jika ia sedang cemas dan ketakutan. Meskipun sikapnya dingin dan tegas, namun sebenarnya jauh di lubuk hatinya ia sangat mencintai Saras. Ia akan melakukan apapun demi Saras.
Tak dipungkiri Dara juga merasa sangat cemas apalagi setelah melihat Kei dan Thomas. Namun, Dara percaya jika Mamahnya akan melakukan yang terbaik. Terlebih Saras sudah seperti sahabat dekat Arumi selama empat tahun terakhir ini. Hanya saja ada satu hal yang begitu mengganjal dalam hati Dara sejak ia datang ke rumah sakit, ia sama sekali tak melihat eksistensi Ken.
🛫🛫🛫
Lapangan Udara TNI AU.
9 pm.
Tim Garda sudah kembali lagi ke Indonesia. Mereka harus segera kembali ke Tanah Air, lagi-lagi karena perintah. Sepertinya mulai saat ini mereka akan sangat disibukkan dengan laporan dan interogasi, mengingat apa yang baru saja mereka dapatkan.
Ayunda yang memang tak ikut pergi, langsung menghampiri rekannya, menyambut kedatangan mereka. Ia mengambil sikap sempurna lalu melakukan penghormatan.
Ken yang masih memakai seragam dan atribut lengkap itu segera menerima hormat Ayunda. Begitu juga yang lainnya.
"Kabar baik?" Ayunda bertanya sambil menerima tas yang berisi laptop seperangkat alat mata-mata.
"Baik," jawab Ken, Ziko, Bobi, dan Raka serentak.
"Setelah mengirimkan kata sandi pada pihak Istana, saya ingin laporan tertulis mengenai isi ruangan Derren," ujar Ken langsung masuk ke mobil yang akan membawa mereka ke Istana.
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, Tim Garda sudah sampai di Istana. Mereka disambut oleh Panglima Jenderal TNI serta beberapa menteri. Mereka dipersilahkan masuk ke ruang pertemuan. Di dalam ruangan sudah terdapat beberapa orang yang mereka ketahui sebagai ahli IT dari Istana.
"Baik, kita mulai pertemuan ini," ucap Menteri Pertahanan.
Ken yang diberi kode untuk segera membuka tas yang tadi ia serahkan pada Ayunda pun berdiri. Ia membuka tas tersebut. Di dalamnya ada sebuah laptop dan flashdisk berisi data negara yang sempat terunduh oleh Archernar dan juga sandi untuk memasuki server utama milik Archernar.
Ken menyambungkannya ke laptop. Kemudian datanya langsung terlihat di proyektor yang sudah terpasang di ruangan ini.
"Selama seminggu ini, baru ini saja yang bisa kita dapatkan," ujar Ken kemudian duduk kembali.
"Kerja bagus. Untuk hari ini cukup sekian bagi Tim Garda, sisanya tetap di sini kita coba lanjutkan pemulihan dan pengembalian data," tukas Menhan. "Oh, ya, kecuali Ayunda. Bisa kamu bantu tim kami?" Tanyanya.
Ayunda mengangguk tegas.
"Kita balik duluan, ya, Ay," pamit Bobi sambil menggoda Ayunda.
"Udah sana, pergi!" Desis Ayunda tajam.
Tak menyiakan kesempatan itu, Ken segera meninggalkan Istana. Ia harus cepat ke rumah sakit menemui Saras.
🛫🛫🛫
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 malam. Lorong rumah sakit pun mulai sepi. Hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang, dan kebanyakan dari mereka adalah staf rumah sakit.
Dara terus menyusuri lorong menuju ke ruangan Saras. Ia baru saja menerima titah dari Arumi untuk mengecek vital Saras.
"Kan, ada suster ngapain harus gue coba. Ih, dasar Mamah!" Gerutu Dara sambil berjalan cepat.
Sedikit horor memang berjalan di lorong rumah sakit di waktu yang hampir tengah malam ini. Tapi mau bagaimana lagi, dirinya tak tega jika harus membiarkan mamahnya yang baru saja bisa istirahat setelah berdiri di ruang operasi selama lima jam dan memeriksa beberapa pasiennya. Pada akhirnya Dara merelakan dirinya begadang dan menyusuri lorong rumah sakit sendirian untuk membantu Arumi.
Tok! Tok! Tok!
Dara menggeser pintu kamar rawat inap Saras.
"Permisi,"
"Oh, masuk, Ra." Kei yang baru saja terbangun oleh suara Dara pun segera bangkit dari sofa.
"Maaf ya, Kak, aku mau cek Tante Saras." Dara merasa tak enak telah mengganggu istirahat Kei.
"Nggak apa-apa, kok. Emang ini udah dua jam, ya?" Kei melihat arlojinya.
"Iya, kak,"
"Oh, iya, ternyata Kakak udah tidur sejam."
Dara tersenyum kemudian memerhatikan monitor yang ada di sisi brankar Saras dengan seksama.
Menjadi relawan di rumah sakit ternyata membuatnya cepat terbiasa membaca alat-alat seperti ini meskipun dia bukan orang medis.
Selesai menuliskan kondisi vital Saras, Dara berbalik dan hendak berpamitan. Hingga suara pintu tergeser pun membuatnya dan Kei menoleh.
"Ken!" Kei langsung berlari ke arah Ken dan memeluknya.
Dara tersenyum melihat pemandangan hubungan antara adik-kakak di depannya ini.
"Kak," ujar Ken yang saat ini melepas pelukan Kakaknya.
"Mamah gimana?"
Kei menatap Dara. Sepertinya ia tak kuat menjelaskan.
"Kondisi Tante Saras sekarang sudah stabil setelah operasi," ucap Dara meniru ucapan Mamahnya.
"Operasinya berhasil?" Tanya Ken dengan gurat wajah yang sangat khawatir.
"Kalau soal itu, lebih baik tanya Mamah aja, Ken," Ujar Dara yang memang tak punya hak untuk mengatakannya.
"Kalo gitu aku ikut kamu ke Dokter Arumi," ujar Ken.
"Iya, boleh. Kak, aku permisi dulu, ya." Dara pun keluar dari ruangan Saras diikuti oleh Ken.
Dalam perjalanan menuju ruangan Arumi, sama sekali tak ada pembicaraan di antara mereka. Yang satu hanya sibuk memikirkan, kemana saja dia, kenapa baru datang. Sedangkan yang satunya lagi hanya memandangi punggung cantik perempuan di depannya ini. Entah kenapa meskipun hanya seminggu ia tak dapat melihat Dara, tapi Ken merasa sudah lama sekali ia tak melihat perempuan ini. Dan rasanya setelah melihat Dara, dirinya seperti ter-charge kembali, dan rasa lelahnya pun seketika menghilang, sedikit hiperbola memang tapi itulah fakta yang Ken rasakan.
Sesampainya di ruangan Arumi, ternyata Arumi sedang berada di kamar mandi. Jadi Dara memutuskan untuk mempersilakan Ken terlebih dulu.
"Duduk," Dara menunjuk sofa.
"Makasih."
"Hmm, mau minum apa?"
"Nggak usah, Ra," tolak Ken halus.
Dara tak menggubris penolakan Ken, ia tetap mengambil segelas air serta beberapa camilan dalam stoples yang selalu terisi penuh oleh Arumi.
"Ini, dicicip, Ken." Dara menaruh gelas dan stoplesnya di meja.
"Makasih, Ra, jangan repot-repot."
"Nggak, kok. Kalem aja." Dara tersenyum.
Kemudian hening selama beberapa saat.
"Kabar baik, Ra?"
"Hmm, kamu?"
"Baik." Ken meminum airnya.
Lidah Dara sudah gatal ingin sekali bertanya, dan akhirnya itu tak tertahankan.
"Kamu baru dateng?"
"Iya."
"Dari mana?"
"Kerja."
"Oh."
Beruntunglah saat mereka sama-sama bingung mengenai apa yang akan menjadi topik pembicaraan selanjutnya, Arumi keluar dari kamar kecil.
"Abis mandi, Mah? Malem-malem begini?" Tanya Dara seketika melihat wajah basah Arumi.
"Nggak, cuci muka doang," ujar Arumi sembari mengusap wajahnya dengan tisu. "Eh, ada tamu."
"Halo, Dok. Apa kabar?" Ken berdiri menyalami Arumi.
"Alhamdulillah baik. Kamu gimana? Kok, bisa pulang cepet?"
"Baik, Dok. Iya."
"Syukurlah, duduk, Ken."
Arumi segera ke mejanya dan mengambil sebuah kertas dari sana.
"Ini, Ken." Arumi menyerahkan kertasnya.
Ia sudah tahu jika Ken menemuinya pasti untuk mengetahui keadaan Mamahnya dengan lebih detail. Sedangkan Dara kini berusaha untuk tetap diam, membiarkan dokter dan wali pasiennya berdiskusi.
"Apa Dokter bisa terus pertahankan kondisi Mamah?"
"Sejujurnya, Ken, saya nggak bisa menjamin itu," ucap Arumi dengan berat hati.
"Kalo gitu, bisa tolong jaga Mamah sampai kita menemukan pendonor lain?"
"Tentu saja, akan saya usahakan." Arumi tersenyum.
"Saya juga akan usahakan cari pendonor secepatnya."
Meskipun harus melakukan segala cara, imbuh batin Ken.
Pintu ruangan Arumi pun terbuka.
"Papah?"
"Ada tamu, Mah?"
"Iya, ini Ken. Anaknya Bu Saras."
"Halo, Dokter. Saya Keano Alexander."
"Ya, saya sudah mendengar banyak tentang kamu." Kenant menepuk bahu Ken.
"Ra, kamu bawa mobil?" Arumi bertanya sembari memakai jaketnya.
"Nggak, kan, tadi aku ikut Mamah."
"Ya, udah. Kamu tunggu di sini dulu. Nanti pak Ajis balik lagi ke sini jemput kamu."
"Emang Mamah sama Papah mau ke mana?"
"Ada pertemuan dokter di Singapura. Mamah sama Papah harus hadir. Sekalian cari pendonor juga," jelas Arumi.
"Oh, ya, udah. Aku pulang sendiri aja."
"Kamu kalo dikasih tau ngeyel, ya!"
Perkataan Dara langsung dibantah Kenant. Dara hanya bisa menunduk takut dengan Papahnya itu. Mau bagaimanapun Dara adalah anak gadisnya. Ia tak bisa membiarkan anaknya pulang sendiri di waktu yang sudah tengah malam ini menggunakan transportasi umum.
"Kalo gitu, biar saya yang antar Dara."
Ken tiba-tiba bersuara. Ini membuat jantung Dara berdebar kencang.
"Kamu, kan, baru datang. Masa udah pergi lagi. Nggak usah, Ken," tolak Arumi membuat Dara menghela napasnya.
"Nggak apa, Dok, lagian Mamah juga lagi istirahat, gak bisa saya ganggu."
"Ya, sudah, kalo kamu maksa." Arumi sudah siap pergi. "Ra, sama Ken, ya, pulangnya. Mamah sama Papah duluan."
"Mah ..." rajuk Dara tak Arumi dengar.
Ingin rasanya Dara berteriak ia bisa pulang sendiri. Tapi ia masih punya malu, dan ia juga tak bisa tidak menghargai tawaran Ken. Ya, karena sejujurnya hatinya tak sepenuhnya menolak. Hanya saja Dara selalu sesak dan tak tahan jika ia berada di situasi yang begitu kikuk.
"Ayo, Ra!"
Tepat sekali, Dara tak tahan dengan situasi canggung seperti sekarang ini. Semoga saja ia dapat bertahan dengan baik hingga sampai di rumah.
🔜🔜🔜🔜🔜
I am sorry, telat bgt apdet karena lg sibuk dengan suatu hal. Wkwkkw caelah gayanya sibuk HAHAHAHA. Jangan lupa VOTE and COMMENT yang baik2 yaa!!! Maksa nih, wkwkwk. Thank you somay :)
Lavv,
Nun
13/04/2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top