13

Flashback off.

"Nice landing, Megandara."

"Thank you so much," ujar Dara menyalami pengujinya barusan.

Dara baru saja menyelesaikan tes yang terakhir yaitu tes mengemudikan pesawat. Akhirnya ia pun bisa bernapas lega setelah beberapa minggu ini ia cukup stres memikirkan pekerjaannya.

Tante Mer

Maaf y syg, hari ini tante gak bisa jemput kamu ada meeting mendadak. Hati2 di jalan ya...

Me

Iyah tante gapapa.

Setelah menjawab pesan dari Meri, Dara segera memasukkan ponselnya ke dalam tas. Hari ini adalah hari bebasnya, setidaknya ia harus melepas penat dengan pergi ke tempat bermain ataupun tempat makan. Ya, kebiasaan sejak SMP-nya ini memang sulit diubah. Rasanya selalu kurang lengkap jika menutup hari ujian tanpa refreshing.

Setelah menaiki kereta bawah tanah- transportasi massal favortinya, Dara pun melangkahkan kakinya menuju sebuah rumah makan padang satu-satunya di kota ini. Sudah lama ia tak pernah merasakan bumbu masak khas Indonesia. Maka dari itu, hari ini ia benar-benar harus makan rendang, setidaknya bisa mengobati rasa rindunya pada masakan rumah.

"Selamat datang di rumah makan padang. Can I help you?" Ramah sang kasir.

"Saya pesan nasi dengan rendang, bola otak, ikan kembung, sama kikil satu."

"Oh, baik, Mbak," pegawai itu pun tersenyum.

Entah karena ternyata Dara bisa berbahasa Indonesia atau karena memang Dara pesan terlalu banyak untuk ukuran porsi makan seorang gadis.

"Totalnya jadi 60 dolar."

"Bisa debit, kan?" Dara menyerahkan kartunya.

"Mohon maaf Mbak, kita belum ada untuk pembayaran non tunai."

"Ada ATM dekat sini?"

"Kebetulan nggak ada, Mbak."

"Yahhh," Dara berpikir sejenak. "Hmmm, ya, sudah di-cancel aja kalo gitu, makasih." Dengan berat hati Dara pun berbalik, keinginannya memakan rendang pun lenyaplah sudah.

Saking kecewanya karena tak jadi makan, ia berjalan tanpa melihat sekitar dan akhirnya menabrak seseorang.

"Aw!" Ringis Dara saat menabrak sosok laki-laki dengan perawakan bak seorang tentara itu.

"Mau makan, kan?" Tanya lelaki itu saat Dara menatapnya.

"I- iyah,"

"Terus kenapa mau keluar?"

"Di sini gak bisa-,"

"Duduk," ujar lelaki itu kemudian membawa Dara ke tempat duduk.

Dara hanya bisa melongo tak mengerti. Siapa dia? Mau apa dia? Apa urusannya dengan aku makan atau tidak?

Hmmm, mencurigakan.

Dara memerhatikan penampilan lelaki misterius itu dari ujung kepala hingga kaki.

Rambut normal aku suka gayanya, cepak seperti tentara. Mukanya juga lumayan- ah, nggak, bukan lumayan tapi emang beneran ganteng. Bajunya rapi, stylish pula. Sepertinya memang orang kaya. Tapi kenapa wajahnya sedikit familiar, seperti aku pernah liat. Tapi di mana?

"Permisi,"

"Mbak?"

"Halo?"

"Megandara?"

"What???!" Dara terperanjat.

Tangannya langsung mengisyaratkan agar lelaki itu menjaga jarak dengannya. Matanya melotot tak percaya.

Aku nggak pernah tau aku punya stalker.

Batin Dara dan masih dengan posisi duduk siaga.

Ahhhhh, merinding kan, jadinya.

Ia bergidik ngeri sendiri.

"Ini dicek dulu, ada yang kurang nggak yang dipesen?" Lelaki itu menyerahkan struk pembayaran sambil duduk di kursi yang berhadapan dengan Dara.

Alih-alih bertanya, atau kepo lebih dulu seperti biasanya, kali ini Dara benar-benar penurut. Ia menerima struk itu dan memeriksa daftar pesanannya satu persatu. Sungguh, unbelieveble!!!

"Tunggu dulu!" Tiba-tiba Dara menggebrak meja membuat beberapa pelanggan lain memerhatikannya, ya seperti biasa, ia selalu jadi pusat perhatian.

"Tau namaku dari mana?" Dara menatap curiga lelaki di depannya ini.

"Gue? Ada, deh," ucapnya usil.

"Lo. Tau dari mana? Dan kenapa lo bayarin gue makan?"

"Siapa bilang gue bayarin?" Tanyanya balik.

Kini mereka berdua pun beradu tatapan. Bak anak kecil yang sedang main game mata bawang.

"Trus ini apa?!" Dara menunjuk struk di atas meja.

Matanya masih menatap tajam.

"Ohh, itu," ucapnya santai lalu tersenyum manis pada Dara.

Tuhan ... ini cukup menggoda iman.

Teriak batinnya melihat senyum lelaki di depannya begitu memesona.

"Gue minjemin doang, kasian lo, kan, mau makan masakan indonesia masa gak jadi."

"Lo." Geram Dara.

"Ngapain minjemin segala? Emangnya gue minta, huh?!"

Pesanan pun datang. Makanan yang ia idam-idamkan selama beberapa bulan ini ada tepat di depannya. Wanginya langsung menusuk di penciuman Dara.

Benar-benar bumbu Indonesia.

Batinnya merana.

Porsinya yang bisa dibilang jumbo-jumbo serta tampilan plating-nya yang cantik menambah daya tarik makanan siap santap di depannya itu.

Sungguh menggoda iman.

Semakin dilihat, semakin dicium, semakin membutakan matanya.

Nggak, aku harus memakan kalian. Sayang kan, nanti kalian nangis, mubadzir, kan. Kalo bukan aku siapa lagi yang makan?

Ya, Dara tak boleh melepaskannya.

Lelaki itu pun hanya menunggu Dara, menatap Dara heran, dan ... aneh.

"Oke!" Ucap Dara mengejutkan. "Kalo emang lo maksa, dan udah terlanjur dipesen, gue terima pinjaman dari lo. Dengan satu syarat, kasih tau dulu, lo tau dari mana nama gue?"

"Oh, ya, gue lupa ngenalin diri." Ia membenarkan posisi duduknya lalu menyodorkan tangannya. "Nama gue Brian Ziko, sepupunya Zero."

"Sepupu Zero?" Dara berpikir sejenak.

"WHAT???!!!!!!!"






🔜🔜🔜🔜🔜




Hello everyone!!
My lovelehhh readers. Jangan lupa pencet bintang ya setelah baca.
Thank youu...

Lavv,
Nun
28/01/2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top