11
✈
Waktu adalah sebuah perputaran yang begitu cepat berlalu namun takkan dapat kita ulang. Waktu yang kita lalui pasti akan menjadi sebuah kenangan, terlepas itu kenangan yang manis atau pahit, baik atau buruk, tergantung pada diri kita sang pelukis kenangan.
Kini Dara pun sudah melewati lebih dari setahun waktunya untuk belajar di tempat yang jauh dari tanah kelahirannya. Selama itu pula Dara memilih untuk fokus dengan pendidikannya dan tidak pulang kampung dulu. Selama ini pula rutinitas hariannya tak jauh dari olahraga, belajar di kelas, melakukan simulasi hingga praktik, dan pada akhirnya kembali ke peraduannya. Terus berulang seperti itu.
Namun ini tidak berarti tak ada kenangan yang menyenangkan dan membahagiakan baginya. Bagi Dara tiap hari yang ia lalui adalah kenangan dan pengalaman yang begitu membahagiakan. Seolah ia tak pernah terbangun dari mimpinya. Bahkan kini dapat terbang setiap hari, belajar hal-hal baru, hingga mendapat banyak rekan yang luar biasa.
Meskipun tak dapat dipungkiri jauh di lubuk hatinya Dara sangat merindukan Tanah Air.
🛫🛫🛫
Mei 2009
"Hei, Dara, mau ke mana?"
"Mau ambil CPL-ku, kamu udah?" Dara sedikit berteriak karena jaraknya agak jauh.
"Sudah, dong." Shawn mengacungkan map berwarna biru gelapnya sambil menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Sombong kamu. Udah, ah, aku juga mau ambil punyaku biar bisa pamer juga." Balas Dara menjulurkan lidah lalu segera berlari menjauh dari Shawn.
Sifat Dara yang ramah seperti itulah yang membuat Dara punya banyak teman di sekelilingnya di mana pun ia berada. Dan salah satu temannya adalah Shawn, sejauh ini ialah teman terdekat Dara. Selama di sini Shawn lah tempat Dara berkeluh kesah, Shawn lah yang selama ini selalu membagi tawanya dengan Dara. Pemikirannya yang dewasa membuat Dara begitu nyaman bertukar pikiran dengan Shawn, seolah Shawn adalah Bianca kedua. Tak peduli se-tak jelas apapun cerita Dara, Shawn akan mendengarkan. Sereceh apapun candaan Dara, Shawn akan tertawa meski untuk ketidaklucuannya. Dan nilai tambahnya adalah Shawn dapat berbahasa Indonesia.
"Excusme, I'm going to take CPL." Dara menyerahkan kartu peserta ujiannya.
"Please wait a minute."
Karena diminta untuk menunggu Dara pun memilih untuk duduk di kursi tunggu. Sembari menunggu ia mengecek ponselnya, sesekali ia pun melihat akun sosial medianya.
Ketika membuka timeline Facebook tak ada hal yang menarik selain status-status galau dari teman-temannya yang seingat Dara mereka adalah teman SD-nya.
Ketika men-scroll dengan cepat, tiba-tiba Dara menghentikannya.
"Zero?"
Yup, nama Zero kini menjadi perhatian Dara. Sebenarnya bukan hanya namanya, tapi fokus Dara adalah pada foto yang diunggah Zero. Di fotonya terlihat Zero sedang merangkul seorang perempuan.
"Cantik," pikir Dara sambil tersenyum semu.
Sudah lama Dara tak pernah mendengar kabar dari Zero apalagi bertukar kabar. Terakhir setahun yang lalu ia mendengar kabar Zero dari Bianca.
"Ternyata ini pacar barunya." Dara pun mengklik tombol menyukai pada fotonya.
Bagaimana pun ia harus berbahagia untuk Zero. Dara bahkan merasa tak berhak untuk terganggu dengan foto ini. Apa haknya setelah ia menolak perasaan Zero dan tak pernah membalas surat dari Zero yang selama enam bulan awal Dara tinggal di Amerika tak pernah absen datang setiap seminggu sekali.
Mungkin perempuan lain di luar sana akan merasa geram akan sikap Dara terutama yang menginginkan bisa bersanding dengan Zero, misalnya saja Chelsea.
Dan tiba-tiba Dara mengingat perempuan di foto itu.
"Ya, itu Selia," batinnya.
Selia adalah teman seangkatannya di SMA. Ia tak ingat persis di kelas apa Selia dulu, yang jelas bukan anak IPS. Pantas saja Zero bisa move on dari Dara, ternyata Selia ini anak fakultas kedokteran.
"Megandara Vlaretta."
Namanya sudah dipanggil. Kegiatan mengamati Zero pun akhirnya terhenti.
🛫🛫🛫
Setelah mengambil Commercial Pilot License-nya yang tak lain adalah lisensi yang sangat penting karena menunjukkan bahwa Dara kini seorang pilot profesional yang akan menerima bayaran untuk setiap penerbangannya, setelah sebelumnya ia mendapat Private Pilot License yang di mana saat ia sempat magang pun ia tak mendapat upah sepeser pun.
Dara pun memilih untuk pulang ke rumah Meri dibanding ke asrama. Sebenarnya kebanyakan siswa sudah mengosongkan kamar asrama mereka karena masa pembelajaran sudah berakhir tinggal menunggu acara kelulusan, namun Dara masih terlalu malas untuk melakukan pindahan. Terlebih Meri pasti sangat penasaran dengan lisensi keduanya ini.
Setelah sekitar dua setengah jam perjalanan Dara akhirnya sampai di komplek rumah Meri dan sebelumnya sempat membeli beberapa camilan di minimarket.
Saat berjalan sambil menikmati sejuknya udara, Dara melihat seorang lelaki sedang bersepeda menuju ke arah yang sama. Sekilas Dara melihat wajahnya.
Memori Dara pun berselancar kembali ke ingatannya dua tahun yang lalu. Dan setelah mengingatnya Dara sangat yakin itu adalah orang yang sama.
Ia mencoba mengejar laju sepeda itu dengan berlari. Sekuat tenaga ia berlari dengan kencang. Entah kenapa ia selalu penasaran dengan sosok lelaki itu.
Namun sayang angan tak sampai. Dara tak dapat mengikutinya lagi. Kondisinya yang lelah setelah naik kereta serta perutnya yang kosong pun menjadi alasan lain kenapa Dara tak mau memaksakan berlari.
Dengan nafas yang masih terengah Dara masuk ke rumah dan segera berlari mengambil segelas air.
"Dara? Udah sampe? kaget Tante," panggil Meri yang baru saja menuruni tangga.
"Hai. Tante."
"Kamu abis ngapain, Ra?" Meri bingung melihat Dara yang menghabiskan hampir seteko air.
"Abis olahraga, Tante."
"Ya, ampun, olahraganya pilot sampe segitunya, ya. Mau pulang aja mesti olahraga dulu." Ledek Meri sambil mengambil map biru yang dipegang Dara.
Menyusul Meri, Dara pun ikut duduk di kursi depan televisi. Kemudian menatap wajah Tantenya penuh rasa penasaran.
"Kenapa? Tante cantik? Udah dari lahir, kali!"
Seketika Dara bergidik ngeri, "idiihhhh, jangan kegeeran, Tan, ingat usia, hahaha."
Mata Meri langsung melotot ke arah Dara, yang dipelototi pun hanya bisa minta ampun.
"Omong-omong, Tan,"
Dara menggantungkan kalimatnya sejenak.
"Di perumahan ini apa ada orang asal Indonesia juga?"
"Hmm, kayanya ada." Jawab Meri singkat, ia masih memeriksa CPL Dara.
"Siapa, Tan? Tante kenal?"
"Kalau nggak salah mereka yang punya AeroWings company."
"AeroWings?" Dara mengernyitkan dahinya. "Bukannya itu perusahaan pembuat pesawat, ya, Tan?"
"Heem, tuh, tau."
Dara masih harus mencerna kata-kata Meri.
"Bentar, Tan, kita punya tetangga asal Indonesia, mereka itu yang punya AeroWings, berarti yang punya perusahaan segede itu, tuh, orang Indonesia?!!"
"Duhh, bisa nggak, sih, ngomongnya pelan-pelan?"
"Ya, maaf." Dara nyengir kuda, ia terlalu antusias dan terkejoed mendengarnya.
"Tapi bener, kan?" Tanya Dara lagi untuk memastikan.
Meri mendelik, Dara pun langsung memeluk Tantenya itu.
"Aduh, Tanteku yang satu ini lagi bete," ujar Dara sambil terus memeluk Meri.
"Peringkat berapa?"
"Satu, dong."
Mendengar hal itu senyum Meri pun kembali mengembang.
"Ya, udah, cepet sana telepon Mamahmu pasti kesenengan anaknya dapet peringkat satu lagi."
Dara pun lekas pergi ke kamarnya untuk menelepon orang tuanya.
🔜🔜🔜🔜🔜
Hallooo!
Mulai dari part ini aku kira akan sedikit banyak menggunakan bahasa Inggris. Kalau ada yang salah-salah I apologize... :(
And thank you so much for reading and voting Birunya Angkasa.
Don't forget to recommend this story to the other wattpaders!!!
Love,
Nun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top