10


Lima bulan telah berlalu. Setelah berkali-kali melakukan simulasi tes tulis dari yang bermula grafiknya berwarna merah hingga hijau, kemudian latihan fisik mandiri maupun bersama lembaga yang sama-sama terasa berkeringat darah, hingga simulasi tes wawancara yang selalu dibuat sangat mengerikan sudah Dara lalui. Kini saatnya Dara mengimplementasikan hasil belajar dan latihannya selama ini di medan perang yang asli.

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu para calon siswa akademi penerbangan. Semuanya sudah bersiap untuk melalui berbagai tahapan tes selama dua hari ke depan. Berbeda dengan di Indonesia, di sini Dara akan menjalani semua tahapan tes sekaligus yang tentunya tetap memakai sistem gugur di tiap tahapnya.

"Kamu yakin nggak ada yang tertinggal?" Meri bertanya untuk keempat kalinya.

"Iya, Tante, bekalnya udah siap semua, kok," ujar Dara sambil tersenyum menenangkan.

Sedari subuh Meri memang sudah sangat sibuk mempersiapkan perbekalan untuk Dara terutama makanan. Ia memasak beberapa menu andalannya agar dibawa Dara ke camp tempatnya menginap nanti.

Meri juga terlihat lebih tegang dibanding Dara.

"Kamu yakin ini cukup?" Meri menutup kotak makanan yang telah diisi penuh.

"Cukup, Tan. Lagian aku juga, kan, belum tentu lolos terus, Tan," Dara menghela napasnya.

"Ush! Jangan pesimis duluan, dong. Yang penting kamu sudah usaha, lakukan yang terbaik, sisanya serahin sama Tuhan."

Meri menyerahkan kotak makannya pada Dara kemudian mengusap kepala Dara lembut.

Selesai memasukkan semua barang yang harus dibawanya, mengganti pakaian, lalu sarapan, Dara pun pamit pada Meri kemudian bergegas pergi menggunakan taksi yang sudah ia pesan menuju ke tempat tes.

Perjalanan yang memakan waktu tiga perempat jam itu pun akhirnya selesai. Dara sampai di depan sebuah gedung pelatihan tepat tiga puluh menit sebelum waktu ujian dimulai.

Setelah check in dan memastikan barangnya aman di kamar inapnya, Dara langsung menuju ke ruang ujian.

Dan, tes pun dimulai.

Semuanya hening, hanya detak jam dinding saja yang konsisten terdengar. Setiap orang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Saling berlomba untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

Begitu pun Dara, yang penting lakukan yang terbaik. Urusan hasil Dara yakin akan terbaik pula.

🛫🛫🛫

Selepas melakukan tes tulis, Dara menuju ke kamarnya untuk sholat dan makan siang.

"Gimana? Bisa?"

Suara yang sarat akan rasa penasaran milik Meri menggema di kamar Dara. Ia sengaja mengatur mode loud speaker pada ponselnya agar bisa melakukan hal lain sambil menelepon.

"Bisa, Tan, alhamdulillah."

"Terus, pengumumannya kapan?"

"Nanti jam tiga sore, terus langsung tes wawancara."

"Ya, udah, sekarang kamu sholat, berdoa terus makan yang banyak. Kasian, kan, otak kamunya abis mikir."

"Iya, iya ... dah Tan-,"

Tut.. Tut.. Tut..

Dara hanya bisa berdecak sebal dengan kebiasaan buruk Tantenya ini. Mau diapakan lagi kalau sudah bawaan dari lahir. Ia pun menaruh ponselnya dan segera pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudu.

🛫🛫🛫

Kata orang kalau seseorang sedang gugup maka jantungnya berdetak seperti genderang mau perang. Awalnya Dara tidak percaya dengan hal itu, tapi kini ia yakin seratus persen itu bagai genderang yang menandakan perang segera dimulai setelah ia merasakannya sendiri.

"Tuhan, kuatkan hamba-Mu ini." Gumam Dara sambil terus mengusap dadanya seakan menenangkan jantungnya yang tak karuan.

Perasaannya kini campur aduk, kalau bisa diungkapkan dengan kata-kata maka kecampuradukannya itu terdiri dari rasa tegang, takut, pasrah, tapi penuh harapan. Mengingat kembali apa yang sudah dilaluinya, Dara pun menitihkan air matanya.

Entah mewakili perasaan yang mana, tetesan air matanya itu mengalir deras.
"Ahhh, kenapa harus nangis, sih?"

Sebal, Dara pun segera keluar dari kamarnya dan mengunci pintunya rapat.

"HUH!"

Dara mengacungkan kedua tangannya, mencoba merilekskan tubuhnya.

"HUH!"

Terus seperti itu hingga akhirnya beberapa peserta ujian yang lain memerhatikan tingkah Dara yang aneh itu. Dara pun hanya bisa tersenyum lebar. Malu dan ... tengsin.

Setengah menahan malu Dara pun berjalan cepat menuju papan pengumuman.

"Oke, Dara, lo harus siap," bisiknya pada diri sendiri.

"Megandara Vlaretta?"

"Megandara Vlaretta?"

"Ya, ampun. Ya, Allah,"

"Oh My God,"

"Seriusan?"

"WOW, DAEBAK!"

"Alhamdulillah, ya, Allah rejeki anak sholehhh!!!"

Rasa senang langsung menjalar ke saraf-saraf di seluruh tubuhnya dan secara otomatis mengangkat tubuhnya ke angkasa, hanya dua detik.

Yup, Dara melompat kegirangan. Meski baru tahap pertama, tapi ia yakin ini adalah awal yang baik. Intuisinya menyebutkan bahwa kali ini Tuhan berpihak padanya.

🛫🛫🛫

"Daraaaaaa!"

Meri berlari sekencang-kencangnya ke arah Dara yang baru keluar dari gedung olahraga.

"Tan, ya, ampun inget pake high heels!" Peringat Dara sambil menyalami Meri.

"Hehe, lupa." Meri hanya nyengir kuda diingatkan keponakan kesayangannya itu. "Gimana? Lulus, kan?"

"Gimana, ya, Tan," Dara menggantungkan kalimatnya sambil memandangi kakinya.

"Dara ..."

Dara tak menyahut, masih konsisten menunduk tak mau menatap Meri.

"Ra, nggak apa-apa. Kamu tetep yang terbaik buat Tante. Nanti Tante bantu kamu lagi biar masuk Harvard."

"Tan," Dara menatap Meri dengan mata berkaca-kaca.

"Hmm?"

"Dara,"

"Iya, Dara kenapa?"

"Dara, Dara akhirnya lolos Tan."

"ALHAMDULILLAH. WUAHH!!!"

"Iya, alhamdulillah banget, Tan!"

Meri menatap Dara penuh rasa bangga, ia mencium pipi dan kening Dara tanpa henti. Entah bagaimana lagi caranya Meri mengekspresikan kebahagiaannya itu.

"Oke, sekarang kita telepon Mamah Papah kamu dulu terus kita makan daging di hotel, Tante udah reservasi."

Mereka berdua pun pulang dengan kebahagiaan yang tak ternilai harganya.

Berusahalah semaksimal mungkin. Berdoalah tiada hentinya. Apapun hasil yang kita dapat, yakinlah Tuhan selalu tahu seberapa besar usaha dan kemauan kita.

Mungkin tidak hari ini, mungkin tidak esok hari, mungkin tidak kontan, mungkin tidak seperti rencana kita.

Tapi, yakinkanlah selalu hati kita bahwa balasan Tuhan itu PASTI.

Semoga Allah selalu memberkahi setiap langkah kita.



🔜🔜🔜🔜🔜



Lavv,
Nun
09/01/2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top