08



Hari demi hari telah Dara lalui. Dapat ilmu yang baru, teman baru meskipun menyebalkan, suasana yang baru, mengharuskan ia beradaptasi dengan cepat. Dan sedikit banyak ia juga terbantu dengan hadirnya Keandra yang kini benar-benar menjadi tutor dan pembimbingnya baik di tempat les maupun di luar itu. Keandra yang sudah menetap sejak dua tahun lalu di sini membuatnya banyak membagi cerita serta pengalamannya pada Dara.

Kini Dara sedang berada di sebuah restoran makanan cepat saji di kawasan ruko Fort Dupont Park untuk memenuhi kebutuhan cacing-cacing yang sudah berdemo sejak dua jam lalu saat ia masih di kelas. Dara baru saja selesai mengikuti simulasi tes akademi hari ini, dan hasilnya cukup memuaskan karena peluang lulusnya sudah mencapai 70%. Ini menjadi berita yang begitu membahagian baginya terlebih di hari spesial seperti ini.

Namun meski ia mendapat kabar gembira hari ini nyatanya tak cukup membuatnya melupakan kesedihan. Dara memandang ke arah jendela, memerhatikan hujan yang sedang turun cukup deras seolah mewakili perasaannya yang saat ini tak dapat dipungkiri sedang merindukan rumahnya. Di saat seperti inilah Dara merindukan Mamah, Papah, dan bahkan adiknya- Viktor yang tak pernah absen menjahili dirinya di hari peringatan kelahirannya.

Yup, hari ini tanggal keempat belas di bulan Juni yang ketujuh belas kalinya bagi Dara. Seharusnya ia sedang makan malam bersama keluarganya, setidaknya ia harus potong kue walaupun tak mengadakan pesta sweet seventeenth yang meriah seperti yang dilakukan kebanyakan orang di kuar sana. Baginya yang paling ia inginkan kini adalah quality time bersama keluarganya.

Selama dua minggu ini pun Dara hanya menghubungi Bianca. Ia masih ragu untuk menghubungi keluarganya, terlebih lagi ia tahu pasti Meri sudah menceritakan tentang kedatangannya ke sini pada Mamahnya. Jadi ia rasa orang tuanya tak akan merasa khawatir lagi.

Lamunanya buyar saat ponselnya bergetar dan menampakkan nama 'Tante Mer' di layarnya.

"Halo, Tan?"

"Kamu di mana? Udah selesai, kan, lesnya?"

"Belum, ini lagi makan di Subway," ucapnya sambil memainkan sedotan.

"Kamu tunggu di situ jangan ke mana-mana, Tante jemput," titah Meri kemudian langsung menutup sambungan.

"Kebiasaan, deh, Tante Mer."

Sekitar tiga puluh menit sejak Meri menelepon akhirnya ia sampai di Subway- resto cepat saji, dan segera masuk menghampiri Dara yang masih setia memandangi hujan, dan karena saking fokusnya hingga sepertinya tak mustahil bagi Dara untuk menghitung jumlah titik-titik hujan yang turun.

Meri menepuk pelan bahu Dara.

"Dara?"

Dara tersentak dan hampir jatuh dari kursinya. Terlalu berlebihan memang, tapi begitulah Dara jika sudah fokus dengan sesuatu maka ia tak sempat memerhatikan sekeliling, alhasil kagetnya bukan main meski Meri hanya menepuk pelan bahunya.

"Gitu banget, Ra, kagetnya. Lagi mikirin siapa, hayo?" Tanya Meri menelisik sesuatu.

"Ng- nggak mikirin siapa-siapa, kok."

"Jangan-jangan lagi mikirin Zero, ya?"

Dara membulatkan matanya, tak percaya dari mana Meri bisa tahu nama lelaki itu. Lelaki yang sudah lama tak pernah berkomunikasi dan tak sempat lagi ia pikirkan.

"Bukan," jawab Dara cepat dan singkat. "Tapi Tante tau dari mana aku punya temen namanya Zero?" Lanjutnya penasaran.

Meri tersenyum tipis melihat keponakannya begitu penasaran.

"Gimana nggak tau, tadi ada sodaranya yang anterin kado ke rumah, katanya dari Zero. Untung barusan Tante pulang dulu, kalau nggak, kan, sayang kadonya."

"Sodaranya?" Dara menautkan alisnya.

Memangnya siapa saudara Zero? Ah, bisa jadi. Mungkin saja Zero menitipkan kado pada saudaranya yang tinggal di sini.

"Ya, mungkin yang tinggal di sini. Ganteng loh, Ra, masih muda tapi cepak tentara gitu," ucap Meri yang diakhiri kekehan.

Tak kuat, Dara tertawa terbahak.

"Haduh, Tan, boleh, deh, boleh sama berondong," ucapnya sesaat setelah berhenti tertawa.

"Udah makannya?" Meri bertanya sambil mengusap air matanya karena tertawa hingga terbahak.

"Cuma sandwich, Tan," sahut Dara sambil kembali memerhatikan hujan yang tak kunjung reda.

"Mukanya nggak usah bete gitu, deh, kalo masih laper," goda Meri sambil mencubit pipi Dara gemas. "Yuk, pulang!"

"Tau aja, deh," Dara tersenyum lalu memasukkan ponsel dan dompetnya dalam tas.


🛫🛫🛫

"Tan, tadi bener-bener nggak sempet nyalain lampu?" Dara berjalan menyusuri ruang tamu dalam gelap, berusaha untuk tidak menabrak apapun hingga mencapai stop kontak.

"Iya, tadi tante nggak sempet, kan, buru-buru jemput birthday girl," Sahut Meri yang sedang menutup pintu lalu segera mengikuti Dara.

Beberapa langkah lagi Dara akhirnya mencapai stop kontak, dan

Klik.

"SURPRISE!!!!"

Dara membeku di tempatnya berdiri, menutup mulutnya yang menganga karena terkejut.

🎶Happy birthday Dara,
Happy birthday Dara,
Happy birthday, happy birthday,
Happy birthday Dara!!🎶

"Selamat ulang tahun, Dara!" Arumi langsung memeluk putri satu-satunya yang masih luar biasa terkejut.

"Mamah," Dara menggumam di pelukan Arumi.

"Iya, sayang, kamu apa kabar?" Arumi mengusap rambut panjang hitam nan lebat milik Dara.

"Happy birthday, Kak," ucap Viktor tanpa menatap Dara, sambil memberikan kado.

"Thank you, Dek," Dara begitu senang mendapat kado dari Viktor.

"Urusan kamu sama Papah belum beres."

Mendadak suasana haru dan bahagia terhenti saat Kenant bersuara. Kini ia berjalan menuju sofa yang kemudian diikuti oleh Dara dengan penuh rasa tegang.

"Papah ..." ucap Dara tanpa berani menatap Kenant langsung.

"Papah nggak tau harus ngomong apa lagi sama kamu." Kenant masih mengeluarkan suara bariton mengerikannya, membuat Dara hanya bisa tertunduk.

Arumi, Viktor, maupun Meri hanya dapat menunggu apa yang akan Kenant lakukan dan katakan selanjutnya. Mereka tak ingin ikut campur urusan antara ayah dan anak, karena satu-satunya jalan yang bisa menuntaskan masalah antara Kenant dan Dara hanyalah mereka sendiri, dengan pembicaraan dari hati ke hati.

"Papah gak tau kata apa lagi yang bisa papah katakan selain," Kenant menghela napasnya berat, memberikan efek tegang yang makin besar.

Mati gue.

Dara menghirup napas dalam masih pada posisi tertunduk, dan menekan-nekan kado pemberian Viktor yang masih ia pegang.

Ya Allah, tolong hamba-Mu yang sedang terjebak di sini, andai tiba-tiba ada pintu ke mana saja punyanya Doraemon hamba akan langsung sujud syukur.

"Papah ba-"

"Aku minta maaf, Pah!" Dengan sigap Dara mengucapkannya dengan lantang dan mata yang tertutup.

"Papah belum selesai Dara."

Duh, bego, dasar otak dangkal!

Umpat Dara sambil berdecak.

"Papah itu bangga sama kamu."

Dara tertegun, dengan susah payah ia menelan ludahnya. Mencoba mengangkat kepalanya perlahan untuk memastikan keseriusan ucapan Kenant.

Ini beneran Papah yang ngomong bukan, sih? Kok, feeling gue bilang bukan, ya.

Kenant menghadap ke arah Dara menatap anaknya dengan lekat dan menerbitkan senyuman langkanya.

"Papah ..."

Speechless, kini Dara benar-benar kehilangan kata-katanya.




🔜🔜🔜🔜🔜




Yuk rekomendasiin ke temen2 wattpaders yang lainnn!!!
Ketjup manjahhh dari aku yang sedang galau wkwkwkwkwkkwkwkw


Lavv,
Nun

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top