(19)

Ternyata
Sesederhana itu aku ingin
menjadi bahagiamu,
Serumit itu kau memilih
akan bahagia dengannya.

-Venus

"Selamat sore, dengan Biru disini, ada yang bisa dibantu?"

Venus terkekeh sebentar, "Biru apa sih? serius."

"Kenapa Ven?"

"Biru lagi ngapain?"

"Barusan pulang dari rumah Venus."

"Biru sibuk?"

"Ini lagi sibuk ngangkat telfon."

Venus spontan memutar bola matanya malas, "Kesibukan lain?"

"Nggak ada, kenapa? kangen?"

"Enak aja!"

"Kalau kangen bilang aja, gue kesana ntar."

Venus merubah posisinya menjadi terlentang, "Jangan gombal, basi."

"Siapa juga yang gombal?" tanya Biru sambil entah melakukan apa di ujung sana, yang jelas ada suara barang dipindahkan.

"Biru?"

"Iya?"

"Venus boleh jujur satu hal?" tanya Venus dengan sedikit hati-hati dan semakin gugup saat diujung sana Biru hanya diam.

"Venus takut kehilangan Biru."

Tutt tuttt

---

"DOR!!!!!"

Venus yang pada saat itu melamun otomatis terkejut saat Manda tiba-tiba berteriak kencang di sebelahnya. Gadis itu bukannya minta maaf atau merasa bersalah justru tertawa terpingkal-pingkal saat melihat ekspresi kaget dari Venus. Di sampingnya, Elena hanya menggelengkan kepala heran dengan tingkah laku gadis satu ini.

"Muka lo jelek banget Ven!"

"Apa sih?! jangan ngagetin! gue bisa kena serangan jantung mendadak kalau kayak gini."

"Eittss, jangan marah dong bunda."

Venus berdecak kesal sekali lagi, "Bunda bunda apaan."

"Lo kenapa sih Ven? PMS ya?" Elena ikut menimpali dengan tawa.

"Lo pikir aja sendiri!"

"Wussss, pagi-pagi di Senin ceria itu harusnya bahagia, kok malah mukanya kusut gini kayak kain pel."

"Alan!!"

Alan menoleh dengan tampang tak berdosanya, "Apa bidadari?"

"Pagi-pagi jangan ngerusak mood!"

"Efek digantung Biru ternyata bahaya juga ya."

Venus menoleh ke arah Radit dengan muka datarnya, "Jangan sok tahu!"

"Itu Biru."

Venus yang mendengar suara Alan spontan menoleh ke arah yang cowok itu tunjuk. Ternyata benar, Biru dengan model seperti biasanya sedang berjalan ke arah mereka berdiri saat ini. Venus diam, ingin melempar senyum tapi takut, ingin biasa saja nyatanya dia tidak bisa biasa saja. Astaga!

"Tumben nggak telat Ru?"

"Ya bagus dong."

"Berasa nonton film ya, cowok nakal bisa berubah saat menemukan tambatan hati." Alan mendramatisir keadaan seperti biasa.

"Kalian tadi di parkiran ngapain?"

"Yah ketahuan," Radit lebih dulu mengeluh.

"Emangnya ngapain?" Elena ternyata mulai penasaran dengan maksud Biru.

"Kalian apain motornya Langit?"

"Langit bawa motor?" tanya Manda yang mulai masuk ke dalam obrolan.

Alan mengangguk, "Mau nyaingin kita dia, ya harus dikasih ucapan selamat datang dulu dong."

"Kalian apain?"

"Nggak parah kok, cuma ngelepas rantainya aja."

"Ditambah paket lengkap, sekalian sama ngeluarin angin dari bannya."

Biru menghembuskan nafas pelan, "Nanti yang dikira gue."

"Tenang tenang, masalah Pak Kumis biar Radit yang urus."

"Enak aja!"

"Lo tumben diem aja Ven?" selidik Elena yang langsung disadari oleh semua orang, kecuali Biru.

"Nggak papa."

"Jangan diganggu, bidadari lagi jadi valak."

"Ven, kenapa?" tanya Biru membuat gadis itu hanya menggeleng.

"Oh yaudah."

"Gitu doang?" tanya Radit saat Biru bukannya bertanya hal lain justru beranjak pergi.

"Ayo kelas."

Dasar cowok!

"Kenapa sih Ven? berantem sama Biru?"

Venus menggeleng, "Nggak ada apa-apa kok."

"Nggak mungkin, kita tuh tau ya antara lo lagi punya masalah sama nggak."

"Iya bidadari, kelihatan tau dari mukanya."

"Alan apa sih?! Pergi sana!"

Alan tertawa tengil, "Ada orang ganteng malah diusir, nanti kalau sini udah laku bingung sendiri nungguin putus."

"Jijik!"

"Gue juga najis sama lo!" sahut Alan membuat Elena hanya memutar bola matanya malas.

"Gue takut suka sama Biru."

"Nggak usah ta...WHAT?!!!!" suara itu berasal dari Manda, diikuti tatapan kaget dari beberapa orang yang ada disana, tak terkecuali Radit.

"Eh jangan macem-macem Ven, Biru itu sumber kesakitan yang paling manis lo."

"Makanya itu gue takut." jawab Venus lirih.

"Gini bidadari, setau Alan nih, ada orang yang udah Biru suka, jadi hati-hati dulu."

Manda berdecak kesal, "Biru sih baperin semua orang."

"Gimana dong?"

Radit menghembuskan nafas pelan, "Lo boleh suka sama dia. Tapi jangan egois kalau seandainya dia nanti memilih bahagia sama orang lain. Biru itu ambigu, semakin lo cari tau, semakin lo nggak akan tau."

"Kalau gue boleh ngasih saran, gue nyuruh lo buat mundur aja bidadari, sebelum semakin jauh."

Manda ikut mengangguk, "Bener juga, sebelum ada kepastian tentang gimana perasaan Biru, jangan pernah melangkah lebih jauh Ven."

"Jangan ngejar intinya."

"Tapi kalian yang akan saya kejar, kenapa nggak pada masuk kelas?!!!!"

Semua serentak menoleh ke sumber suara, senyum mereka terangkat secara paksa saat melihat kumis tebal itu bergerak mengerikan. Dengan aba-aba lirikan mata, semuanya spontan berbalik dan lari tunggang langgang.

"SIAP BEAR!!!"

***

Venus keluar dari kelas bersama dengan Manda dan Elena. Langkah kaki gadis itu berhenti, kepalanya mendongak setelah sedetik sebelumnya ia melihat sepasang sepatu yang tak lagi asing. Biru ada di hadapannya saat ini. Memegang jaket dan kunci motor seperti biasa.

"Selamat siang."

"Kenapa sih Biru?"

"Ada yang lagi marah hari ini?"

"Siapa?" Venus mengalihkan pandangan.

"Seseorang yang barusan malah tanya siapa."

Elena melirik Manda, awalnya gadis itu hendak menarik tangan Venus untuk pergi dari sana. Tapi keduluan Elena yang dengan sigap merangkul bahu gadis itu untuk menuju parkiran terlebih dahulu. Mungkin memang Biru dan Venus butuh waktu berdua.

"Mau bareng?"

"Bisa bareng Elena kok."

"Nggak bisa."

"Kenapa?" Venus kembali menatap Biru.

"Kan ada Biru."

"Biru kenapa sih kok aneh."

"Sekali-kali tuh repotin Biru, jangan repotin Elena terus."

Biru memakai jaketnya dan menggandeng Venus menuju parkiran. Koridor lumayan ramai saat itu, membuat beberapa pasang mata menatap bingung. Terutama Putra, notabene cowok itu belum tau jika Venus sudah putus dengan sahabatnya, Langit.

"Ven,"

"Apa?"

"Ada yang mau dibicarain?"

Venus terdiam sebentar sebelum akhirnya menggeleng, "Nggak ada kok, lagi nggak mood aja hari ini."

"Langit tuh."

Venus mengikuti arah yang ditunjuk Biru dengan dagunya, benar saja, Langit berdiri di dekat motor. Tangannya sibuk menelfon, sedangkan matanya sibuk memperhatikan bagian bawah motornya yang telah dimodifikasi oleh Alan dan Radit. Saat semakin dekat, Venus menghembuskan nafas pelan. Bagaimanapun, dia pernah membuatnya bahagia, walaupun akhirnya yang tersisa hanya sakit hati dan masih membekas sampai sekarang.

"Hai Langit, ada masalah apa?"

Langit terdiam cukup lama, "Motor aku tiba-tiba udah kayak gini."

Venus menoleh pada Biru, "Ini kerjaan-..."

"Eh bukan Ven, tadi Biru berangkatnya lebih dulu daripada aku kok, bukan Biru orangnya."

Lah, siapa yang mau ngomong ini kerjaan Biru?

"Ya udah, kita duluan ya Lang." Langit mengangguk saat Venus selesai melambaikan tangan. Biru? dia tidak peduli dengan interaksi keduanya dan langsung berjalan begitu saja menuju motor.

Selama di perjalanan, keduanya sama-sama terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Venus mengamati punggung Biru dari belakang, mencoba mengusir perkiraan-perkiraan yang bergentayangan di kepalanya. Apalagi ditambah dengan saran dari teman-teman Biru, yang pastinya sudah tau bagaimana sifat cowok itu lebih dalam.

"Ven, makan dulu ya."

Venus hanya menjawab seadanya dan kembali berkutat dengan diskusi antara hati dan pikirannya. Haruskah dia yang memulai dulu? haruskah dia yang membuat pengakuan hari ini? Sampai mereka berdua sudah duduk berhadapan di meja penjual nasi goreng pun, Venus masih tetap diam dan bingung dengan apa yang harus dia lakukan.

"Soal yang lo bilang kemarin di telefon,.." Biru memulai percakapan, membuat fokus Venus teralih.

"Venus itu jujur kok, Venus takut kehilangan Biru." Keberanian darimana sih Ven, bodoh banget!

"Kenapa?"

"Karena Venus mulai.."

"Ven," Biru menyela ucapan Venus secepatnya. "Gue nggak tau yang ada di pikiran lo sekarang itu apa, tapi gue tegasin sama lo, kita punya kehidupan masing-masing."

"Maaf Biru, bukan maksud Venus mau nyampurin kehidupan Biru atau gimana, Biru nggak papa kok pergi, tapi Venus cuma nggak mau kehilangan tempat pulang."

"Nggak usah minta maaf, kan kita emang nggak ada apa-apa."

Venus diam, cukup lama menatap Biru. "Kita temen kan?"

"Iya, cukup itu aja." Biru menjawab singkat sebelum menerima sodoran dua piring nasi goreng dari bapak bertopi hitam.

Biru menepuk pundak Venus untuk menenangkan, "Gue cuma nggak mau ada salah paham, sekarang gue tau lo itu masih suka Langit, jadi jangan sampai kecewa lo itu bikin lo jatuh ke gue. Karena gue, akan tetep suka sama Rein, bukan lo atau siapapun, ngerti?"

"Ngerti elah! siapa juga sih yang suka sama Biru, orang Venus masih belum bisa lupa sama Langit." Venus tersenyum lebar dan mendengus sebal saat menyebut nama Langit.

"Bagus kalau lo dewasa soal kayak gini."

"Bego banget nggak sih, Ru? padahal Langit udah nyakitin, kenapa ya bisa gitu?"

Biru mengunyah nasi gorengnya sebentar, "Soalnya lo dulu udah terlanjur nyaman, dan udah banyak kenangan yang kalian buat."

"Kadang Biru emang suka bener."

"Jangan ketipu lagi nanti."

Venus mengetukkan jarinya di meja sambil berfikir, pura-pura berfikir lebih tepatnya, "Ah tau ah! Move on Venus!!"

"Nggak jelas emang," Biru terkekeh pelan.

"Biru gimana sama Rein?"

Biru terdiam sebentar, "Masih sama, doain."

Venus mengangguk dan tersenyum, lalu pulang bersama Biru setelah selesai makan. Menyusuri jalanan kota malam hari, kemudian tidak terasa mulai menangisi kebodohannya selama ini di dalam kamar sendirian. Malam ini telah ada kejelasan dalam hubungan mereka, karena Biru memang menginginkan keduanya untuk tidak lebih dari sekedar teman. Namun dengan bodohnya, Venus akhirnya menyadari bahwa ada yang salah dengan perasaanya, dan terlihat semakin salah lagi saat tau bahwa Biru tidak pernah meletakkan perasaan diantara pertemanan mereka.

"Bahagia ya, Rein. Lo beruntung."


YA TUHANKU, MAAF LO AKU TINGGAL BERABAD ABAD SUDAH, SAMPAI AKU NGGAK TAU LAGI INI CERITA MUNGKIN UDAH ADA SARANG LABA-LABANYA, DAN UDAH MULAI KALIAN LUPAIN. AKU SEMPET OFF DARI WATTPAD KARENA SATU DUA HAL, JADI MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN YA SEMUANYA. SEMOGA SETELAH INI, AKU BISA RUTIN UP LAGI CERITA BIRU.. SEMOGA MASIH SUKA, LOVE 💕







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top