[ORION] 21 | not what it's cracked up to be
[AUTHOR]
"Woy, pelan-pelan, bego! Lo gak ada lembut-lembutnya ye!"
"Itu karena saya laki tulen!"
"Laki tulen tapi gak jago berantem."
"Luka-luka ini karena pukulan saya kalau kamu lupa."
Sagi hanya bisa menghela napas frustasi dengan pemandangan tepat didepannya dimana Edo dan Orion sedang duduk bersila dan saling berhadap-hadapan. Edo yang nampak ogah-ogahan kini sedang mengobati luka di wajah Orion yang terlihat sangat kesal.
Sagi memang berhasil membuat keduanya dekat tapi apakah mereka akur? Yang ada malah saling menghina satu sama lain.
"Bedain jago sama bisa. Luka segini doang? Gue pernah dapat luka yang lebih serius karena ditonjokin anak sepuluh tahun. Ckck, luka yang ini mah gak ada sakit-sakitnya," Orion melanjutkan perdebatan sengitnya.
"Kalau kamu dapat luka serius karena anak sepuluh tahun, bukannya itu artinya kamu yang cemen?"
"Woy jangan salah fokus! Gue ceritain itu buat bilang kalo tonjokan lo gak ada apa-apanya dibanding anak bocil. Dan lo bilang apa? Cemen? Orang sekeren gue?"
"Oh ya?" Edo langsung menekan dengan keras kapas yang sedang ia tempelkan di luka Orion membuat Orion meringis dengan heboh.
"Woy sakit, bego!"
"Oh, katanya luka ini gak ada apa-apanya, kenapa kamu merasa sakit?"
Wajah Orion berubah makin kesal, ia menjauhkan wajahnya dari jangkauan Edo. "Wah, lo sengaja ya? Gue bilangin bunda, mampus lo!"
"Bilang saja, dia juga Bundaku."
"Tapi dia lebih sayang sama gue! Buktinya dia khawatir sama gue."
"Tapi dia sudah mengenal saya lebih dulu dari kamu! Itu artinya Bunda lebih sayang sama saya."
"Yeuu, itu kan karena gue baru pindah kesini. Tulang ikan gue dikeluarin sama Bunda, lo gak digituin kan? Cih!"
"Tapi Bunda menyuruh saya lebih memerhatikan Sagi itu artinya dia percaya dengan saya."
"Tapi Bunda juga nyuruh Sagi obatin luka gue. itu artinya Bunda khawatir sama gue!"
"Tapi Bunda lebih kenal dan percaya sama saya. Artinya dia lebih sayang saya."
"Enggak! Bunda lebih sayang sama gue!"
"Bunda lebih sayang saya!"
Wajah Edo dan Orion sama-sama semakin maju sembari mulut mereka terus melontarkan perlawanan satu sama lain.
"Lebih sayang ke gue pokoknya!"
"Lebih sayang ke saya!"
"Gue!"
"Saya!"
"ARRGHHH! BUNDA LEBIH SAYANG SAMA AKU KARNA DIA BUNDA ASLIKU!!"
Sagi menjerit sejadi-jadinya sambil tangannya refleks meraih belakang kepala Orion dan Edo berniat menumbukkan kedua dahi cowok itu agar berhenti.
Namun alih-alih tertumbuk di dahi, ketika Sagi melakukan itu, malah bibir keduanya yang bertemu membuat seketika Edo maupun Orion sama-sama membulatkan mata sebesar-besarnya. Sagi pun yang tidak bermaksud melakukan itu ikut shok.
1 detik, 2 detik dan kemudian...
Buaghhh!!
Keduanya kompak menendang satu sama lain dan sama-sama tersungkur ke belakang.
"Anjing lo!!"
"Kamu lebih anjing!"
"Ngapain lo majuin kepala lo, setan?!"
"Saya gak melakukannya, kepala saya terdorong! Bukannya kamu yang melakukannya?!"
"NAJISSS!!! Kepala gue juga kedorong kali!"
Orion dan Edo kini menatap satu sama lain dari tatapan penuh emosi menjadi tatapan penuh kebingungan, kepala keduanya lalu sama-sama menoleh kesamping kearah Sagi yang seketika memasang ekspresi panik.
"Ma-maaf, abis kalian perebutin Bundaku, sihh..." Sagi mengedip-ngedipkan matanya dengan was-was.
1,
2,
3,
"KYAAA!!!" Sagi refleks kabur ketika Orion dan Edo terlihat akan menerjangnya saat itu juga.
"SAGIIIIIIII!!! GUE BUAT LO CIUMAN SAMA KAMBING BESOK, TAU RASA LO!!"
"SAGI, ITU CIUMAN PERTAMA SAYA!!"
"HUWAAA! MAAFF!! BUNDAAAAA!!"
"KYAAAAAA!!!"
"Eh, ada apa ini kok bahas-bahas ciuman pake bawa nama Bunda?"
BOOM!
◐◐◐
Sagi sudah berada di bawah selimut menunggu kantuk menyerang dan membawanya melayang kedunia mimpi. Setelah kejadian di ruang tengah tadi, yang berakhir dengan ia dikejar mengelilingi meja makan dan kedapatan Bundanya, Orion jadi semakin kesal padanya dan Edo jadi terlihat canggung, pada Orion.
Sebenarnya itu kejadian lucu tapi kalau mau dipikir kasihan juga dua anak itu. Apalagi Edo yang mengatakan itu adalah ciuman pertamanya. Tapi tetap saja Sagi merasa bersalah jadi tadi ia meminta maaf.
Sagi menghembuskan napas, sudah 20 menit dan ia belum juga bisa tertidur. Matanya kemudian tanpa sengaja melihat jendelanya yang gordennya belum di tutup. Hm, sepertinya karena itu ia belum bisa tidur.
Sagi beranjak menuju jendela namun ketika ia baru saja akan menutup gorden, jendela yang mengarah ke taman belakang itu menyuguhkan pandangan sesosok orang sedang duduk sendirian di ayunan besar yang muat untuk 2 orang dewasa.
Kening Sagi mengerut. Ini sudah larut malam, kenapa dia belum tidur?
◐◐◐
Sagi menggeser pintu taman belakangnya dan menutupnya kembali. Kakinya kemudian melangkah mendekati ayunan dan duduk tepat di samping sosok yang sedang menyesap permen itu.
"Semua bungkusan permen ini kamu yang makan isinya?" tanya nya melihat banyak bungkusan permen kosong.
"Setan," respons Orion ketus.
Sagi mendecak kecil. "Kamu masih marah ya?"
Tapi Orion tidak merespons lagi.
"Emm, maaf..."
"Gak usah minta maaf kalo lo sengaja."
"Bukan, bukan soal ciuman lo sama Edo tad..." Sagi berhenti bicara ketika Orion berbalik dan menatapnya dengan tajam. "Ekhemm, maksud aku maaf udah nampar kamu tadi siang."
Orion sejenak diam. "Gue lebih marah lo bikin gue ciuman sama Edo dibanding lo tampar tadi siang."
"Iya, maaf untuk yang itu juga. Abis, kalian berdua rebutin Bundaku sih..."
"Lo niat minta maaf gak sih? Kalo minta maaf ya minta maaf aja, gak perlu salahin orang lain."
Sagi mengerucutkan bibirnya. "Iya, maaf..."
Orion menghela napas kasar. "Mau minta maaf doang kan? Sekarang lo pergi sana, gue mau sendiri."
"Eh enggak, emm ini sebagai permintaan maaf gue," Sagi menyodorkan sebuah barang kedepan Orion.
"Ngapain ngasih kamus lo? Mau minta maaf pake bahasa asing?"
"Bukan, Orion ih!" Sagi menggerutu. "Besok kelas Maam Ria bakal ulangan, gak boleh ikut kalo gak ada kamus."
"Ulangan? Baru selesai Porseni udah ulangan? Sarap tuh guru!"
"Terima aja kenapa sih, Orion! Dan jangan harap kamu bisa bolos ya besok, bakal kulaporin Bunda."
"Lapor lapor mulu, lama-lama Bunda lu dikira polisi tau gak!" ketus Orion namun begitu ia tetap menerimanya. "Lo sendiri ngasih kamus, terus besok lo gimana?"
"Ohh, tenang, gue ada simpen kamus kok di laci."
Orion mengangguk dengan acuh kemudian kembali terdiam.
"Oh ya, Rion, kamu bukannya gak suka ikan?" tanya Sagi teringat kejadian tadi. "Kenapa bilang di Bunda kalo kamu suka?"
Orion masih diam untuk sejenak, "Bunda udah semangat masakin, masa gue mau nolak? Lagian masakan Bunda lo emang enak."
"Tuh kann, aku udah pernah bilang, kamu tuh bukan gak suka cuman belum pernah cobain aja!"
"Sok tau lu!" Orion ngegas menyentil kening Sagi. "Gue udah pernah nyoba pas masih kecil tapi karna gue gak tau cara keluarin tulangnya, tulangnya ikut kemakan terus nyangkut di tenggorokan."
"Oh, jadi karena Bundaku bantuin kamu keluarin tulangnya makanya kamu keliatan terharu kayak tadi? Sampe mau nangis gitu aku liat," Sagi menggoda.
"Si-siapa bilang gue mau nangis? Mata lu rabun tuh!"
Meski begitu Sagi tetap tertawa cekikikan. "Eh, minta permennya satu ya."
"Dih, gak boleh!" Orion langsung mengambil bungkusan permen kopikonya. "Ini buat bekel gue malem ini karna gak bisa ngerokok."
"Apa hubungannya? Bilang aja kamu pelit."
"Silahkan hina gue sepuasnya, Sagi itu suci Orion penuh dosa!" nyanyi Orion dengan nada ngegas. "Gue gak bisa ngerokok disini, entar Bunda ngeliat terus bilang gue anak yang macem-macem lagi. Lagian, Bunda pasti sama kayak lo, gak suka asap rokok."
Sagi dibuat terdiam untuk beberapa saat mendengar Orion sebelum akhirnya sebuah senyum hangat terukir di bibirnya. "Iya, Bunda tuh gak sukaaa banget sama asap rokok, jadi kamu jangan ngerokok lagi ya?"
Orion berdecak dengan bibir terangkat sebelah.
"Rion, kamu tuh sebenernya gak nakal-nakal amat kan? Tapi kenapa kamu mau semua orang mikir kamu itu nakal?" tanya Sagi dengan gumaman sambil kepalanya menengadah menatap langit malam.
Orion mengalihkan wajahnya menatap Sagi dari samping. Ia terdiam, tidak menjawab.
"Waktu itu juga, waktu kamu bikin Edo marah dan akhirnya kalian musuhan. Kamu senga-"
"Sa, lo tadi kesini buat minta maaf, kan?" Orion memotong ucapan Sagi dengan tiba-tiba, suaranya terdengar rendah.
Sagi tersenyum, Orion kalau tidak ingin membahas sesuatu pasti langsung menyela dan mengganti topik.
"Gue bakal maafin lo dengan satu syarat," kata Orion.
Sagi mengerutkan dahinya, kepalanya menoleh menatap Orion dengan bingung. "Apa?"
Orion menatapnya dengan sorotan mata penuh arti. "Hapus jejak bibir Edo di bibir gue."
"Hah? Gimana caranya?"
Senyum miring Orion tercipta. "Begini."
Mata Sagi seketika membulat ketika bibirnya terbungkam. Orion tadi tiba-tiba menempelkan telapak tangan besarnya di bibir Sagi.
Tapi tidak sampai disitu saja, kini Orion juga mencondongkan kepalanya kedepan dan menempelkan bibirnya di punggung telapak tangannya, Sagi mencium satu sisi tangan Orion sedangkan Orion mencium sisi lainnya.
Orion menatap Sagi dari jarak mata mereka yang hanya lima senti. Mereka berdua seperti ciuman tapi tidak ciuman. Tapi hanya karena ada yang membatasi bibir mereka, tidak berarti mereka kini tidak ciuman kan?
Ahh, Sagi tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang.
Cukup lama sampai Orion akhirnya kembali menjauhkan kepalanya dan melepas penghalang berupa tangannya dari bibir Sagi. Sagi masih mematung di tempatnya.
"Sebenernya caranya gak gitu, harusnya gak ada tangan gue," kata Orion dengan tenang memerhatikan Sagi yang masih terdiam. "Tapi masa gue nyium lo sementara lo udah bukan siapa-siapanya gue?"
Namun Sagi masih tidak merespons membuat Orion mengerutkan kening. Tangannya kemudian ia kibas-kibaskan di depan mata Sagi. "Sa? Lo masih idup? Baru segitu aja lo udah mati? Gimana kalo gue nyium beneran?"
"..."
"Sa? Woy!! Sagi?"
"...ORIOOOONNNNNNNN!!!!"
"Oh masih napas."
to be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top