[ORION] 19 | trying to get back
[SAGI]
Saat ini aku berada di UKS. Untuk apa? Tentu saja untuk mengobati sekaligus memberi pelajaran kepada dua manusia paling merepotkan di depanku sekarang ini.
“Duduk!” perintahku dengan galak.
Dengan wajah yang sama-sama terluka, Orion dan Edo duduk di tepi ranjang. Edo di ranjang samping kananku dan Orion di ranjang kiriku. Keduanya duduk berhadapan. Aku menatap keduanya bergantian dengan tatapan sengit.
“Enak berantemnya, hah? Enak?”
“Enak.”
Mataku membulat menatap Orion yang baru saja menjawab, berbeda dengan Edo yang nampak menunduk karena merasa bersalah. “Yaudah, sana berantem lagi!”
“Besok aja, udah sore,” Orion mengedikkan bahunya dengan santai yang mana makin membuatku kesal padanya.
Bodo amat! Bodo amat sama Orion!!!
Aku meraih kotak P3K dan berangsur duduk diranjang yang sama dengan Edo. Kubuka kotak P3K itu dan mengambil kapas serta alkohol disana.
“Edo, kamu gak mau berantem lagi kan?”
Edo menggeleng dengan lemah. “Maaf.”
“Aku maafin dan karena kamu gak mau berantem lagi, aku obatin kamu aja,” kataku sengaja menyinggung Orion.
Aku mulai membersihkan luka di wajah Edo yang sesekali membuatnya meringis. “Makanya kalo gak mau sakit, gak usah sok jagoan.”
“Iya, maaf, Gi…”
Aku menghela napas kecil, kalau ini Orion aku bisa memakinya habis-habisan tapi kalau Edo? Kalau dia sudah bilang maaf seperti tadi, aku bisa bilang apa lagi?
“Udah,” ujarku menempelkan plester di ujung bibir Edo. Aku menjauhkan tubuhku kemudian meneliti wajahnya dengan seksama, sepertinya karena sudah terbiasa melihat dan mengobati Orion yang lukanya jauh lebih parah, beberapa memar dan satu luka sobek di wajah Edo jadi nampak tidak seberapa di mataku.
Aku meraih kotak P3K dan melemparnya di ranjang samping Orion yang sedaritadi hanya terus berdiam diri. “Obatin sendiri!” ketusku menatapnya dengan dagu terangkat.
Orion melirik pada kotak disampingnya dengan tatapan sinis. Ia kemudian berdecak dan menggeser kasar kotak itu, “Gak butuh!”
Aku mendengus. Kuputuskan kembali pada Edo daripada mengurusi Orion yang begitu keras kepalanya. “Kamu gak pulang? Ini udah sore.”
“…saya gak bisa pulang.”
“Hah? Kenapa?”
Edo mulai mendongak untuk menatapku. Tangannya kemudian terangkat menunjuk wajahnya sendiri. Butuh beberapa detik untukku mencernanya.
Ya ampun! Tentu saja! Kalau Edo pulang dengan wajah luka-luka begini, orang tuanya pasti tidak akan senang.
Aku mendengus. “Masih mau berantem lagi, hah?” dan memutuskan untuk memakinya sekali lagi.
Edo kembali menunduk. Sekali lagi aku menghela napas, mencoba memikirkan jalan keluar untuk masalah ini. “Kamu aku make up aja ya?”
Edo dengan cepat mendongak dan menggeleng dengan ngeri dan mata membulat. Betul juga, aku sendiri saja jarang make-up, tidak pernah malahan.
Hehh...
Aku kembali berpikir dan saat itulah mataku terpaku pada sosok Orion. Mungkin saranku ini bisa membuat rumah Orion jadi hancur tidak bersisa besok, tapi apa ada pilihan lain?
“Orion, Edo nginap di rumah kamu beberapa hari kedepan, ya?”
“Dih?! Ogah! Dia yang punya masalah, kenapa harus gue yang repot?!”
Aku menatap Orion dengan jengah. Kalau Orion sudah bilang tidak maka akan susah merubahnya.
Jadi aku harus bagaimana? Abu? Tidak, Edo tidak akan mau kesana. Abu punya 2 kakak perempuan dan dua adik perempuan yang keempatnya tergila-gila pada Edo. Menginap disana sama saja seperti membuat Edo punya istri 4.
Aku menggaruk kepala walau tidak terasa gatal. Sebuah ide sebenarnya terlintas di otakku, tapi aku masih tidak cukup yakin.
“Gak pa-pa, Gi, saya bisa cari tempat menginap sendiri.”
Aku menoleh pada Edo, menatapnya sejenak sambil berpikir. Sebodo udang, aku tidak bisa membiarkan Edo seperti ini. Toh, dia terlibat perkelahian dengan Orion karena membelaku.
“Do, kamu nginap di rumah aku aja dulu.”
“WHAT?!” itu bukan dari Edo, itu Orion yang kini sudah bangkit dari duduknya di ranjang. Kenapa malah Orion yang bereaksi?
Aku menatap Edo sekali lagi. “Jangan nginap disembarang tempat, lebih baik dirumah aku aja.”
“Tapi… Bunda kamu…”
“Gak pa-pa, Bunda juga udah kenal sama kamu kok. Dia pasti ngerti.”
Edo nampak diam sejenak, sepertinya dia sama sepertiku, ragu untuk menerimanya.
“Udah, gak pa-pa, percaya sama aku. Ayok!”
Edo perlahan mulai menerima ajakanku. Ia mengangguk kemudian berdiri dari duduknya.
“Eh, entar! Gak bisa gitu dong!” Orion kembali menyela.
“Kamu kalo gak mau bantu, gak usah banyak bacot!”
“Enggak! Gak baek satu cewek dan satu cowok serumah!”
“Terus? Emang kamu mau terima Edo nginep di rumah kamu?”
“Ya enggaklah,” kata Orion dengan santainya.
“Yaudah, gak usah komen!”
“Gak bisa gitu juga dong. Kalo Edo nginep di rumah lo, gue juga ikut.”
Aku membulatkan mata. “Kok gitu?! Enggak!”
“Satu cewek dan satu cowok serumah itu gak baik. Lebih baik kalo ada satu tambahan cowok lagi biar ada yang ingetin kalo lo berdua khilaf!”
Mataku sukses membulat dan langsung kuterjang Orion dengan pukulan kekesalan. “OTAK MESUM KAMU ITU PERLU DIPERBAIKI TAU GAK! KAMU PIKIR AKU SAMA EDO MAU NGAPAIN, HAH?!”
"ITU NAMANYA JAGA-JAGA SAGI!! LO GAK BAKAL PERNAH TAU SEKOTOR APA PIKIRAN COWOK PAS MIKIRIN CEWEK!"
"ORION BERHENTI NGOMONG GAK?! BERHENTI!!!"
◐◐◐
Aku masuk kedalam rumah dengan langkah gontai. Disampingku ada Edo dan dibelakangku ada Orion. Pada akhirnya cowok itu ikut serta dan karena aku tidak bisa menyaingi kekerasan kepalanya, aku memilih pasrah.
“Sagi, pulang…”
Seperti biasa, Bunda langsung muncul di sekat antara ruang tamu dan ruang tengah, menyambutku dengan senyum hangatnya.
“Eh, ada temennya Sagi toh? Aduh, maaf, tante cuma dasteran ini.”
Edo dan Orion menciumi tangan Bunda dengan sopan.
“Eh, Edo kan ya? Udah lama gak main kerumah. Terus, yang satu ini, emm, namanya siapa lagi?”
“Orion, tante.”
“Ah, Orion ya… iya iya.”
Aku sedikit tertawa melihat ekspresi Bunda. Sudah pasti Bunda tidak ingat dengan Orion, orang Orion sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengannya.
“Bun, Edo sama Orion mau nginep disini beberapa hari, boleh ya?”
“Emm, gak usah beberapa hari tante, sehari aja,” Edo menyela dengan senyum sopannya. Ckck, dia pasti belum mengenal Bundaku dengan baik.
“Eih, biar lama juga gak pa-pa kok! Tante malah seneng jatuhnya kayak punya anak laki aja,” Ya, Bunda memang dari dulu ingin sekali punya anak laki-laki.
“Beneran, tante?” Orion menyahut dengan semangat. Dasar Orion itu!
“Bener dong. Kebetulan sepupunya Sagi yang dulu tinggal disini udah balik ke kampung bulan lalu, tante tuh jadi rindu ada sosok laki-laki di rumah ini.”
Orion tersenyum lebar dengan gembira. Jangan bilang dia sekarang berencana tinggal dirumahku untuk waktu yang lama?
“Yasudah, kalian pasti capek kan? Sagi, antar teman kamu ke kamar tamu selagi Bunda siapin makan malam buat kalian semua.”
Aku mengangguk dan Bunda pamit kembali ke dapur. Nampaknya ia jadi lebih bersemangat daripada sebelumnya.
“Wah, nyokap lo masih tetep baik ya, Sa. Gak kayak lo.”
Aku melototkan mata pada Orion dengan kesal. “Jangan pikir bakal bisa tinggal dirumah aku dengan gratis ya!”
Orion mencibir. Aku kemudian teringat akan sesuatu yang sepertinya tidak disadari sedaritadi oleh dua cowok didepanku itu ketika mereka sama-sama setuju untuk menginap disini.
Aku tersenyum penuh arti menatap mereka bergantian.
“Oh ya, kalian berdua bakal satu kamar, loh…”
Dan aku hampir saja menumpahkan semua tawa ku ketika melihat wajah mereka yang seketika cengo mendengarnya.
Cih, akan kupastikan keduanya kembali berbaikan setelah mereka menginap disini.
to be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top