[ORION] 18 | lose his head
[SAGI]
Hari terakhir Porseni dan semua pertandingan final akan diselenggarakan hari ini. Kelasku sendiri berhasil masuk final di dua cabang lomba. Voli dan tarik tambang. Untuk debat, aku kalah dari kelas Abu yang begitu jago membacot berpendidikan.
Aku sedang bersiap untuk memulai final tarik tambang. Aku dan teman-temanku yang lain mulai meregangkan tangan. Kulihat di sisi lapangan, berdiri Orion dan Edo, mereka berdiri berdampingan. Tapi apakah mereka terlihat akrab? Tidak, dari wajahnya saja aku bisa tahu keduanya merasa kesal satu sama lain.
Aku memutuskan membuang muka ketika mereka berdua bersorak melihatku. Pertandingan di mulai dan sepanjang itu pun aku berusaha fokus pada tarikan tambang tapi sorakan kedua cowok yang kini ditambah dengan Abu itu benar-benar mengusikku.
“SAGI GAK PA-PA LENGAN LO MAKIN BESAR, ITUNG-ITUNG BIKIN BAJU LO JADI NGE-PRESS BIARPUN BAGIAN TANGAN DOANG!”
“SAGI KAMU PASTI BISA, SAYA PERCAYA SAMA KAMU. SEMANGAT!!”
“AYO SAGI, TARIK TEROOSSS!! JANGAN KASIH KENDOR!!!”
Ya Tuhan, entah aku harus bersyukur punya pendukung atau harus kesal karena teriakan mereka. Hanya sorakan Edo yang kudengar paling normal diantara ketiganya. Apalagi Orion, kenapa harus membawa perihal lengan besar sih?
Prittt!!!
Suara sempritan diiringi lenguhan itu terdengar bersahutan. Aku dan teman kelasku gagal memenangkan pertandingan di babak pertama.
Aku melepas peganganku pada tali tambang dan meregangkan jari-jariku yang terasa kebas dan terlihat memerah. Tiba-tiba selagi aku sedang sedikit meringis, dua botol air minum disodorkan di depanku. Aku mendongak dan menemukan Edo serta Orion sedang memasang senyum khas mereka masing-masing.
“Kamu haus kan? Jangan sedih, kamu pasti bakal menang di babak kedua nanti.”
“Lo emang cemen tapi setelah minum air dari gue, lo pasti bakal dapet kehokian gue.”
Aku mendatarkan wajah menatap keduanya bergantian. Mataku kemudian terarah pada Abu di samping mereka yang sepertinya sedang bersiap mau bermain tik-tok. “Bu, lo ada bawa minum gak?”
“Lah, itu dua botol di depan lo apa?”
“Gak mau, gue maunya dari lo.”
“Sagi, kamu marah?”
“Eh Sa, gak bisa gitu dong. Kalo gak mau ambil minumnya si curut ya tolak aja tapi gak berarti punya gue juga lo tolak dong.”
Aku menghembuskan napas dengan kesal. “Aku gak mau ngomong sama kalian sebelum kalian berdua akur!”
“Gue akur kok, si curut aja nih yang suka ikut-ikutan. Gue beli minum, dia juga ikut. Gue disini sorakin lo, dia juga ikut. Kayak anak ayam tau gak dia.”
“Kamu jangan geer, untuk apa saya jadi anak kamu?”
“Idih, siapa juga yang mau punya anak kayak lo, najis.”
“Saya juga gak mau jadi anak kamu!”
“Yaudah, yaudah, gimana kalo kalian punya anak bersama aja? Daripada repot,” sahut Abu dengan santuy.
“Ada yang pernah kasih tau kamu semengganggu apa kamu itu?”
“Iya lah, lo hampir tiep hari ngomong gitu.”
Aku sedikit tertawa dengan respons dari Abu, disaat seperti ini aku bersyukur punya Abu yang bisa melontarkan komentar penghibur seperti itu.
“Sorry ya, lo pikir gue anak Bogor? Lagian kalo mau homo, gue juga pilih-pilih kali,” kulihat Orion bergidik.
“Saya juga kalo homo gak bakal mau sama kamu!”
Tiba-tiba perasaan ngeri menjalar di tubuhku mendengar arah perdebatan Orion dan Edo barusan. Kenapa jadi terkesan cringe begini mereka?
“Udah ah, kalian sana! Aku mau lomba lagi,” leraiku kemudian membalikkan badan.
Brukk.
Tubuhku sedikit mundur saat kepalaku menabrak dada bidang seseorang.
“Wow, kepala lo keras juga.”
“Eh, maaf kak, saya gak liat.”
Itu adalah Daniel. Ia tersenyum hangat dan mengangguk dengan santai. Tangannya kemudian tersodor kearahku, tangan yang memegang satu botol pocari dingin. “Biar lo tambah semangat dan kuat.”
Aku sedikit menolehkan kepalaku ke belakang, sepertinya aku dapat ide untuk membuat kedua orang itu berhenti bertengkar satu sama lain. Mataku kembali menatap Daniel dan aku memasang senyum manisku.
“Wah, makasih kak,” aku membuka tutupnya dan meminumnya beberapa teguk.
Daniel tertawa kecil membuat keningku mengerut. Apa yang salah?
“Lo kayaknya haus banget ya? Sampe tandas setengah gitu.”
Aku melihat botolku dan membulatkan mata ketika tanpa sadar sudah meminumnya begitu banyak. Sepertinya memang benar, aku sedang sangat haus.
Plangg!
Aku terlonjak dan langsung memutar badan. Orion baru saja membuang botol airnya keatas tanah dengan keras, wajahnya nampak kesal dan mengerikan. Matanya yang mengecil menatapku dengan tajam.
“Sialan!” tukasnya dengan sinis kemudian pergi.
Aku bingung, Edo juga dan Abu juga sepertinya ikut bingung. Edo melihat kearah botol yang tadi dibuang Orion dan langsung memungutnya.
“Orion…” panggilnya kemudian mengikuti arah menghilangnya Orion tadi.
Aku dibuat semakin kebingungan dan Abu mulai mendekat padaku. “Gi, gue cemas mereka berdua bener homoan.”
◐◐◐
Pada akhirnya lomba tarik tambang tadi berlangsung 3 babak, dan apakah kelasku berhasil menang? Tentu saja! Entah kenapa kekesalanku pada Orion dan Edo akhirnya berubah wujud menjadi sebuah kekuatan. Aku merasa menjadi wanita paling kuat ketika menarik tambang tadi.
Aku sudah di kelas, bersiap untuk segera pulang. Pertandingan final voli tadi kelasku menang melawan kelas Daniel dan itu artinya kelas kami berhasil mendapat dua juara, tarik tambang dan voli. Dan hadiahnya tadi sudah diberikan, isinya? Sekotak beng-beng dan nabati.
Selagi aku membereskan tasku, aku mendengar suara grasak-grusuk dari pintu. Aku berbalik dan langsung menemukan dua sosok yang akhir-akhir ini selalu membuat kepalaku sakit.
“Kalau mau berantem lagi, jangan disini! Kepalaku sakit denger kalian ngomong!”
Edo berdiri dengan kepalanya yang tertunduk sedangkan Orion berdiri santai, wajahnya nampak kesal. Apa marahnya di lapangan tadi sampai sekarang masih ada? Terus untuk apa kesini kalau begitu?
“Emm, saya mau minta maaf, Sagi.”
Aku menatap Edo sejenak kemudian membuang wajahku. Sebenarnya baik Edo ataupun Orion tidak perlu minta maaf, aku tidak marah sama sekali pada mereka hanya saja aku masih kesal melihat keduanya yang tidak bisa akur.
Tapi berbeda dengan Edo, Orion diam saja dengan wajah tidak bersahabatnya. Dan Edo yang menyadari itu nampak menyiku kecil lengan Orion, mereka bertatapan dan nampak berkomunikasi tanpa suara.
Sungguh, kalau begini keduanya terlihat lucu.
“Lo kan udah, ngapain gue juga!” maki Orion tanpa sadar bersuara besar.
“Yasudah, kalau tidak mau minta maaf, kamu untuk apa kesini?!”
“Emang gak boleh? Ini kan kelas gue, harusnya gue nanya ke elo, ngapain lo di kelas orang?”
“Saya mau minta maaf sama Sagi. Jangan geer kamu, kelas ini bukan punya kamu saja.”
”Errggghhh! Tuh kan, berantem lagi!!” aku menggeram disertai pekikan membuat dua orang itu yang tadinya saling menatap sengit kini membuang pandangannya menghindari satu sama lain.
Aku berdecak, merasa kembali kesal. Kuambil tasku berniat untuk segera pulang.
“Kamu mau pulang, saya antar.”
“Gak perlu! Kamu debat lagi aja sama Orion, kayaknya lomba debat tadi belum cukup buat kamu, ya.”
“Maaf, jangan marah. Ayo kita pulang.”
“Aku bilang gak perlu! Aku sama kak Daniel,” aduh, kenapa aku pakai berbohong segala sih? Aku kan pulangnya sendiri tapi nama Daniel keluar begitu saja dari mulutku.
Kulihat Edo sudah diam, sudahlah yang penting aku pulang dulu. Aku mulai melangkah, tapi baru berapa langkah kugerakkan, sebuah tangan mencekalku dengan keras.
“Jangan pulang sama Daniel!”
“Apa sih Orion? Lepas!” tapi Orion malah semakin mengeratkan cekalannya. “Orion, sakit!”
“Lo kok bego sih? Gak sadar si anjing itu lagi berusaha deketin lo?”
“Terus kenapa kalo kak Daniel mau deketin? Bukan urusan kamu juga kan? Sekarang lepas!” aku berusaha melepas cekalan tangan Orion yang semakin erat. Aku sebenarnya mulai ketakutan karena rasanya aura yang dipancarkan Orion saat ini sudah berbeda.
“Orion, lepas tangan Sagi!”
“Gak usah ikut campur lo, bangsat! Kalo gak tau apa-apa, diem!” Orion memaki Edo kemudian kembali menatapku dengan sangat menusuk. “Lo pulang sama gue!”
Oke, Orion kali ini sedang dalam mode sangat marah. Selama ini ia tidak pernah mau mengucapkan kata-kata kasar di depanku seakan-akan aku ini adalah anak kecil yang tidam boleh mendengar hal semacam itu.
Orion tiba-tiba sudah menarik tanganku dengan kasar tapi aku meronta, berusaha untuk tetap tinggal disana. “Orion aku bilang aku gak mau! Lep—”
“SHUT YOUR FU*KING MOUTH!!”
Aku mematung begitu Orion langsung menoleh dan berteriak tepat di depan wajahku. Aku,,, aku tidak pernah melihat Orion semarah ini padaku.
“Emang hati lo itu pintu otomatis yang setiap ada orang datang langsung terbuka lebar, hah? Segitu sukanya lo sama Daniel sampe gak sadar lo mau dimanfaatin? Lo ada harga gak sih sebagai cewek?”
Plakk!!
Tangan ku yang baru saja menampar pipi Orion nampak bergetar. Mataku memanas, berkaca-kaca. Hatiku nyeri, tidak menyangka kata-kata kasar itu baru saja dilontarkan Orion padaku.
Orion untuk sejenak bergeming kemudian menatapku dengan tatapan tidak percaya. Aku tersadar dan seketika merasa bersalah sudah melakukan apa yang baru saja kulakukan tadi.
“O—orion…”
“Ayo!” Orion sudah bereaksi dengan menarik kembali tanganku untuk keluar dari kelas. Kali ini aku tidak bereaksi, tapi Edo bereaksi.
Edo mengejar kami dan langsung mencekal lengan Orion. Orion berbalik kemudian dengan kasar melepas cekalan tangan Edo dan kembali berjalan. Tapi Edo tidak menyerah, ia kembali mencekal tangan Orion. “Sadar kamu!”
“Lo pikir gue pingsan, anjing? Lepas!”
Bughhh!!
Mataku melotot, tidak percaya dengan apa yang barusan dilakukan Edo. Edo baru saja memukul Orion duluan?
“Babi!” Orion yang tadi sedikit tersungkur kini bangkit kembali dengan wajah yang lebih emosi. Dan sebelum aku sempat memekik untuk menghentikannya, ia sudah melayangkan hantaman balasan di wajah Edo.
Keduanya kini berakhir saling memukul di koridor sekolah. Aku mematung dan tidak tahu harus melakukan apa. “ORION, EDO!!!”
Tapi mereka tidak berhenti.
to be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top