[Prolog]

Angkasa menggaruk kepalanya frustrasi. Gadis di hadapannya ini sangat keras kepala dan susah untuk dibilangi. Berkali-kali Angkasa mencoba mengajarinya mengendarai motor dengan penuh kesabaran, tapi bukannya berhasil ia malah menghancurkan pot bunga tetangga. Alhasil mereka berdua dimarahi habis-habisan oleh sang pemilik. Untung saja mereka masih tidak harus mengganti rugi.

"Udah gue bilang, Bin. Lo itu gak bakalan bisa!" ujar Angkasa sudah mulai kesal.

Bintang cemberut, "Bilang aja Angkasa gak mau ngajarin Bintang kan?"

"Bukan gitu, Bintang. Coba liat, udah berapa kali lo nabrak pot orang dan endingnya gak bakalan berubah gitu-gitu aja!" ujar Angkasa geram.

Angkasa semakin dibuat kesal saat Bintang sengaja mengejeknya dengan mengulang setiap perkataan Angkasa sambil membuat mimik wajah yang menyebalkan.

"Kalau orang lagi kasih tau itu dengerin!" Angkasa mengatakannya sambil menoyor kening Bintang.

Bintang menyilangkan kedua tangannya di dada, "Ya makanya ajarin Bintang dong, katanya sahabat. Terus sahabat macam apa yang gak mau ngajarin sahabatnya sendiri buat bisa naik motor?"

"Sahabat itu kalau butuh langsung ada, bukan datang pas ada butuhnya." Lanjut Bintang.

"Itu sih lo," gumam Angkasa. "Makanya tiap pagi tuh ngaca!"


"Cantik gini gak usah ngaca." Bintang mengibaskan rambutnya ke belakang.

Angkasa memutar bola matanya malas, "Ngarep."

"Emang cantik kok. Kaya Lisa Blackpink," balas Bintang tak mau kalah.

"Halu lo ketinggian. Awas jatuh, mukanya hilang!" sindir Angkasa.

"Yang penting gak ngerugiin orang." Bintang menjulurkan lidahnya.

Angkasa mendesah. Percuma berdebat dengan kepala batu seperti Bintang. Ia menggaruk tengkuk yang tidak gatal sama sekali. Entah bagaimana lagi caranya untuk meyakinkan Bintang jika dia tidak bisa diajari. Apalagi dengan tingkah kekanak-kanakannya itu.

Angkasa bukannya tidak mau mengajari Bintang, tapi dia hanya bingung. Bingung harus dengan cara apa lagi?

"Kita pulang," ujar Angkasa membuat Bintang spontan melotot.

Bisa-bisanya, Bintang kan masih belum mahir mengendarai motor. Masa harus selesai secepat itu.

"Jangan dulu dong, ya, please. Bintang janji deh kali ini bakalan dengerin kata-kata Angkasa, tapi jangan dulu pulang dong." Bintang memohon dengan penuh harap.

Angkasa berdecak. Lagipula kenapa Bintang ngotot sekali ingin bisa mengendarai motor padahal dirinya tidak punya motor.

"Lagian lo kenapa sih ngotot banget pengen diajarin naik motor?"

"Angkasa lupa tahun ini kan Bintang mau delapan belas tahun," jawab Bintang menunduk menatap pegangan motor lalu tangannya mengerat kuat.

"Terus?" Angkasa mengangkat alisnya masih tidak mengerti.

Bintang mendesah sebelum mengangkat tatapannya untuk berhadapan langsung tepat di mata coklat milik cowok itu yang selalu terlihat indah di matanya. Warna mata yang dulu pernah membuatnya iri.

"Bintang mau minta dibeliin motor ke Mama sama Papa nanti, makanya Angkasa harus jadi guru pembimbing dulu buat Bintang," ujar Bintang.

"Buat apa kalau tiap hari lo selalu nebeng sama gue? Udah, kita pulang. Gue mau namatin game."

"Angkasa, please!" mohon Bintang. Memegang tangan Angkasa mencegah cowok itu melarikan diri.

"Bintang janji bakalan bikinin makanan buat Angkasa tiap hari, tapi jangan dulu pulang ya?" mohon Bintang sambil merapatkan kedua tangannya dihadapan Angkasa.

"Ogah, makanan buatan lo gak enak."

Bintang mulai merengek sambil menggoyangkan tangan Angkasa.

"Angkasa."

Angkasa menghela napas.

"Ok, ini kesempatan terakhir. Tapi lo emang gak bisa diajari, Bintang. Tiap kali gue bilang 'Tarik pedal gasnya pelan' lo malah teriknya full, otomatis kan lo nabrak pot orang!" ujar Angkasa. Mengingat hal itu membuat kepalanya geleng-geleng sendiri.

Sungguh, Ia tidak habis pikir. Apa Bintang itu tuli atau bagaimana, sampai tidak bisa melakukan hal sederhana itu. Berapakalipun dirinya menuntunnya, Bintang akan selalu melenceng dari arahan.

Bintang tersenyum lebar, "Makasih Angkasa."

"Iya sama-sama," ucap Angkasa dengan wajah masam.


Angkasa kembali mengajari Bintang. Namun kali ini ia tidak akan membiarkan gadis itu mengendarainya sendiri seperti sebelumnya. Kini ia ikut duduk di jok belakang dengan kedua tangan berada di pundak Bintang sebagai ancang-ancang jika gadis itu menabrak pot orang lagi.

"Jangan sampe kebalik antara rem dan gas!"

"Tenang, aman," ujar Bintang begitu percaya diri.

Justru karena Bintang begitu percaya diri, Angkasa jadi semakin takut.

Awalnya semua berjalan lancar sampai senyuman terbit di wajah Bintang dan tidak lupa berbangga diri kepada Angkasa dan Angkasa hanya berdehem. Sampai seekor kucing hitam tiba-tiba keluar dari semak-semak Bintang yang belum siap malah kelewat panik.

"REM, BIN! REMMM!" teriak Angkasa detik kemudian.

Rem dadakan itu membuat keduanya tersungkur ke depan. Untungnya saat meraka berhenti kucing itu tidak terlindas. Jika bukan karena Angkasa yang cekatan menarik pedal gas mungkin saja Bintang sudah menabrak kucing itu.

"Tuh kan!" pekik Angkasa setelah turun dari motor.

"Ini salah, Angkasa!" sangkal Bintang malah menyalahkan Angkasa.

Faktanya cewek selalu benar dan cowok selalu salah. Gitu aja mulu sampai Indonesia turun salju.

Angkasa mengendus, "Nasib gue gini amat!"


Kali ini Angkasa benar-benar tidak tahan lagi. Tidak ada yang bisa diharapkan. Bintang memang tidak akan pernah bisa dibelikan motor apalagi mendapat SIM. Tidak peduli mau Bintang menyogok berapa pun juga, Angkasa tetap tidak akan pernah membiarkan Bintang untuk mengendarai motor. Ia pastikan itu dari sekarang.

Cukup. Angkasa menyerah.

****

Setelah mengajari Bintang yang tidak berhasil mengendarai motor, tentu membuat keduanya kelelahan dan memutuskan untuk pulang ke rumah saja. Meski awalnya mereka berdebat antara Angkasa yang tidak mau lagi mengajari Bintang dan Bintang yang memaksa ingin tetap melanjutkan kegiatan belajar mengendarai motornya. Akan tetapi, perdebatan diakhiri dengan Angkasa yang mengambil alih motornya dan membawa mereka berdua pulang.

Lebih tepatnya ke rumah Angkasa. Meski rumah mereka berdua berseberangan hanya dibatasi dengan jalan yang berjarak empat meter. Bintang lebih memilih berada di rumah Angkasa. Alasannya sederhana, karena di rumahnya sepi tidak ada orang, berbeda dengan rumahnya Angkasa yang entah kenapa selalu terasa hangat.

Tanpa segan Bintang berlari masuk ke dalam rumah perpaduan putih dan abu. Merebahkan dirinya di sofa. Tangannya terlentak. Matanya terpejam menikmati hembusan angin yang keluar dari AC menyapu permukaan kulitnya. Sementara, Angkasa berjalan ke dapur untuk mengambil air minum.

Tak lama Angkasa keluar dari dapur membawa satu botol air mineral dari kulkas, lalu ikut merebahkan diri di samping Bintang.

"Kok satu?" tanya Bintang.

"Mau? Ambil sendiri!" suruh Angkasa.

"Enggak ah ini kan rumahnya Angkasa."

"Biasanya juga ambil sendiri. Anggap aja rumah sendiri!" ujar Angkasa lantas membuat Bintang tersenyum cengengesan.

Sebenarnya Bintang hanya basa-basi saja. Jika dia mau pun dia bisa ambil sendiri.

"Iya deh kalau Tuan rumahnya maksa." Bintang berlari kecil menuju dapur.

"Ya deh kalau Tuan rumahnya maksa." Angkasa memanyunkan bibirnya mengulangi perkataan Bintang.

"Cape gue," keluh Angkasa.

Angkasa lelah setelah mengajari Bintang naik motor dan tidak ada hasilnya sama sekali. Malah menyusahkan saja.

Tak lama Bintang kembali dengan membawa satu air meneral dan sepiring gorengan yang masih hangat. Dengan senyum di bibirnya, Bintang mendudukan pantatnya di lantai. Dingin langsung menyentuh kakinya yang hanya memakai celana jeans pendek.

"Tadi Bintang nemu gorengan di lemari jadi Bintang bawa kesini. Nggak papa kan?" tanya Bintang sembari mencomot gorengan dan memasukannya ke dalam mulut.

"Suka-suka lo aja Bintang."

"Kira-kira Bunda bakalan marah gak ya kalau gorengan di dapur ilang," ujar Bintang.

"Bunda udah tau kali kalau semua makanan yang ilang di dapur masuk ke perut lo."

Bintang tertawa. Lain kali ia pasti akan membuatkan makanan untuk Bunda sebagai gantinya.

"Eh, besok latihan naik motor lagi yuk!" ajak Bintang menatap Angkasa.

"Uhuk!" Angkasa tersedak.

Angkasa langsung beranjak dengan cepat ke kamarnya, meninggalkan Bintang sendirian.

"Angkasa jangan kabur!" teriak Bintang.

______________________________

©2022 | Bintangkasa

Written by : Yunita Salsabila

Follow @yunitasalsabilaaa_ on instagram for more information ^^

Halo 🙃 Gimana kabar kalian? Apa yang kalian pikirkan soal prolog ini?

Thank you so much for the support, guyss. Thanks for reading, vote and comment🖤

Sigh with love,
Yun Sal

( 25.01.2022 )

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top