6. Mentari di tengah Hujan
Awan hitam mengepul, tak lama memuntahkan ribuan buliran air hingga menghantam permukaan bumi. Petir pun ikut berpartisipasi dalam hujan lebat pada sore ini. Oikawa menggunakan tas sekolah untuk menutupi kepalanya dari hantaman air walau usahanya itu sia-sia. Air yang menggenang bercipratan ketika pemuda itu melangkah cepat; berlari untuk mencari tempat berteduh.
Benar saja, tidak lama setelah itu, dia menemukan sebuah halte dan dapat berteduh di sana. Oikawa menghela nafas, lega sekali rasanya. Setidaknya dia bisa mengurangi risiko demam pada esok hari walau sekujur tubuhnya sudah basah. Air pun menetes dari ujung kemeja yang ia kenakan.
Uap mengepul dari deru nafasnya. Kedua tangan perlahan digosokkan, guna menciptakan rasa hangat. Rintikan air jatuh dari atap seng halte bus, mengalir jatuh ke daratan beraspal. Mobil dengan berbagai warna tetap melaju, terkadang menciptakan cipratan air dari genangan yang mereka lewati. Surai kokoa mengeluh ketika mendapati basah menempel di kain celananya akibat cipratan tersebut.
"Ugh! Jalannya hati-hati dikit bisa nggak, sih?!" Omelan meluncur dengan mulus dari mulutnya walau tubuhnya tetap diam- tidak ada pergerakan akan meraih sapu tangan untuk sekedar mengelap noda. Sudah terlanjur basah, untuk apa dihapus? Pikirnya begitu.
Suara kecipyak-kecipyuk dari langkah kaki seseorang ikut bergabung bersama dominasi suara brum-brum dari mobil-mobil. Oikawa menoleh, mendapati omega bersurai abu tengah berlari menuju halte. Sesekali pun tergelincir yang menyebabkan kemerahan di lengannya yang putih bersih. Tapi, bukan Sugawara Koushi namanya jika menangis, merengek meminta tolong hanya karena luka kecil. Omega itu segera bangkit dan kembali berlari hingga akhirnya berhasil mencapai tempat tujuan; halte bus.
Oikawa menepuk jidat. Dari sekian banyaknya manusia di Miyagi, kenapa harus Koushi yang berteduh bersamanya?!
"Oikawa, lagi nganggur, 'kan? Temenin bentar, ya!"
"Oikawa!"
"Oikawa~!"
Memangnya siapa yang tidak akan merasa risih jika hampir setiap hari kau selalu mengalami hal tersebut sejak hari itu? Baiklah, Oikawa mengaku bahwa dia sempat terpesona dengan Koushi. Senyumannya, intonasinya ketika bicara membuat hatinya terenyuh. Tapi, siapapun akan muak semua itu jika terus menerus diusik selama beberapa hari terakhir. Koushi memang omega yang manis, tapi menyebalkan dengan seringai jahil dan kelakarnya yang tidak lucu. Terus terang, Oikawa akan terkejut jika dua temannya (Hanamaki dan Matsukawa) benar tertarik dengan omega yang cerewet bak burung beo ini.
Oikawa melirik Koushi dari sudut matanya. Melihat sosok pemuda abu itu sedang membawa dua kantung belanja berisikan bahan masakan dan beberapa camilan. Manik hazelnya nampak tidak menyadari keberadaan Oikawa, sehingga sepasang topaz itu hanya menatap langit mendung. Kurvanya menarik sudut, tersenyum seraya mengulurkan tangan ke air yang turun dari atap.
Oikawa mengangkat bahu, memutuskan untuk diam hingga akhirnya Koushi menyadari keberadaannya. O lebar dibentuk oleh mulutnya ketika menemukan sosok Oikawa tengah duduk di kursi halte. Meski begitu, manik topaznya nampak semakin berkilauan.
"Ah! Aoba Johsai no kyaputen!"
"Ah, Karasuno no dairi senshu~!"
Alis koushi menukik. 'Pemain cadangan Karasuno', katanya.
"Hidoii na!" Seru Koushi dengan nada rengekan, walau diakhiri tawa geli dari bibirnya yang berwarna kemerahan alami. Seolah sudah mendapat izin, dirinya lantas merebahkan bokongnya di atas kursi besi halte, yang jelas-jelas akan membuatnya meringis ketika menyentuh benda itu dengan keras. Oikawa tertawa terbahak-bahak.
"Hati-hati dong, Suga-chan! Aku tidak mau menggendongmu ke klinik terdekat, soalnya!"
Koushi mengerucutkan bibirnya sebal. "Kau mengkhawatirkan atau menertawakan?" Pertanyaannya membuat sang alpha semakin terbahak hingga tersedak liurnya sendiri. Koushi terkekeh- menahan tawa dengan tangannya.
"Suga-chan hidoii!"
"Oikawa juga sama!"
"Habisnya aku malas lihat wajah Suga-chan terus!"
Koushi mengerjap. Kepalanya meneleng, sebelah alisnya yang tebal terangkat. Hei, selama ini jumlah orang yang mengatakan dirinya manis itu lebih mendominasi daripada yang mengatakan wajahnya itu menyebalkan (Tentu saja menyebalkan karena tingkah laku Koushi yang pecicilan.)
Koushi kembali mengerucutkan bibirnya. "Jahat sekali!!"
"Suga-chan juga sama!"
Oikawa memalingkan wajah, sedangkan Koushi tertawa geli, tawanya membahana ketika Oikawa menambah dengusan di akhir. Bagi Koushi, perilaku Oikawa itu selalu menghibur. Baik saat sang alpha dibuli teman satu timnya, saat Oikawa ditendang Iwaizumi, Oikawa yang sedang meluncurkan jump serve lebih menarik lagi.
Oikawa mengomel sembari melepas blazer seragamnya yang semakin menambah dingin di tubuhnya. Kurva Koushi tertarik, tersenyum kecil. Tatapan matanya teduh, tidak tertarik untuk menatap apapun selain pemuda yang berada di depannya. Sesekali, matanya juga menyipit, tertawa melihat tingkah laku konyol darinya.
"HATCHIM!!" Si alpha bersin, lendir juga turun dari hidungnya. "Kalau begini, sudah pasti Iwa-chan akan ngomel-ngomel besok!" Gerutu Oikawa sebal. Gerutunya semakin menjadi-jadi ketika sapu tangan miliknya ikut lepek, terkena basah di celana.
Terbesit di benaknya mengelap ingus menggunakan blazer basah yang untuk saat ini tidak terlalu berguna selain digunakan sebagai alternatif tisu. Dia akan melakukannya kalau saja Koushi tidak menyodorkan sapu tangan miliknya yang masih kering dan bersih. Sapu tangan berwarna kuning-pink, serta jahitan huruf "K.S" dari benang berwarna putih (Oikawa berasumsi bahwa Koushi tidak sengaja membawa milik Kurisu). Bahkan ada aroma kue yang menempel di kain kecil itu.
Oh, aroma itu berasal dari feromon Koushi. Wajar, sapu tangan itu menempel di saku Koushi seharian. Sudah pasti tertular wangi aroma feromon manis tersebut.
Oikawa tak bergeming, tidak berniat (baca: gengsi) untuk mengambil sapu tangan itu. Tapi, keadaan darurat (lendir itu semakin memanjang, hampir mencapai bagian dagu), mengharuskannya menyabet sapu tangan itu segera. Tidak usah dijelaskan suara yang dihasilkan si surai cokelat saat menggunakan benda itu.
"Itu sebenarnya hadiah untuk Kurisu, tapi tidak apa! Oikawa bisa mengembalikannya besok~"
Sepasang hazel Oikawa melotot. Kalau begini, dia akan bertemu dengan Koushi lagi, 'kan?! Astaga, seharusnya tadi dia lap saja lendir itu dengan blazer basah walau tidak nyaman digunakan! Lebih parahnya lagi, dia yang akan mendatangi Koushi duluan. Ya Tuhan!
Koushi, seolah-olah bisa membaca pikiran Oikawa, menyeringai jahil. "Aku tetap ada di Karasuno sampai malam, kok!"
Oikawa menjengit. "Aku akan menitipkannya pada Kurisu-chan!"
"Eh? Segitunya kau tidak mau bertemu denganku?" Balas Koushi dengan nada sedih yang dibuat-buat. Oikawa tambah jengkel. Tangannya gemas ingin menimpuk wajah rupawan Koushi dengan sapu tangan cantik yang kini dilumuri ingus.
"Nggak! Suga-chan meresahkan!"
Koushi tergelak. "Oikawa itu populer, aku nggak akan ternotis kalau bersikap manis. Kalau begini, wow! Aku mendapat perhatian khusus dari Oikawa Tooru!"
Kepulan awan hitam berangsur-angsur menghilang, digantikan menjadi gumpalan putih bersih di permaidani biru. Para burung memulai lagi nyanyian orkestra mereka. Daun-daun pun menari di dahan masing-masing ketika semilir angin datang menyapa. Meski begitu, mentari masih malu-malu untuk menunjukkan sinarnya. Koushi tersenyum, seolah mengajukan diri untuk menggantikan sang mentari.
Merah muda merupakan warna semburat yang merambat di kedua belah pipi Oikawa Tooru. Ah, senyuman Koushi memang secerah mentari- walau tidak sinkron dengan tingkah lakunya yang lebih mengarah ke jahil. Apalagi ketika dia mulai berbicara:
"... Tee-hee! Kalau aku nggak dekat-dekat, nanti aku kalah taruhan dong!"
Tuh, kan. Seketika hilang merona merah di pipi Oikawa Tooru. "Tee-hee janaii!" Ucapnya lalu membuang wajah, malas melihat wajah Koushi. Yang tidak dipandang terkekeh geli.
Sang alpha mendengus. Benar-benar deh, Suga-chan ini, pikirnya. Ternyata yang mendeklarasi masih ingat. Kalau begitu, ini benar serius.
Rintikan hujan kembali turun walau tidak deras. Si Beo Abu (julukan baru dari Oikawa untuk Koushi, karena omega itu bawelnya tidak tertandingi) berdiri, menepuk-nepuk lututnya, lalu melangkah- berlari kecil untuk mencapai tujuannya. Tak lama setelah itu, pasang hazelnya membulat, seperti ada imajiner tanda seru di atas kepalanya; melupakan sesuatu. Tubuhnya berbalik, melempar payung lipat berwarna kuning pada pemuda alpha yang meneduh bersamanya.
"Gunakan itu!" Katanya. Cengiran diulas sebelum kembali berlari sembari memeluk dua plastik berisi belanjaannya.
Oikawa melongo. Kalau memang membawa payung, kenapa malah ikut meneduh?!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top