20. Janji
Beberapa hari setelah itu, Oikawa melangkahkan kakinya-- berlari ke Karasuno. Ketika sudah berada di tempat, tangannya bertumpu di atas lutut, nafasnya terengah-engah. Sesekali, ia mengambil nafas dan menghembuskannya. Dirasa sudah normal kembali, ia menyenderkan punggungnya pada dinding pagar Karasuno.
30 menit berlalu, 1 jam berlalu. Oikawa memeriksa arah jarum jam di handphone nya, kini sudah jam 5 sore. Tidak ada notifikasi Line dari Koushi. Ceritanya, Oikawa si raja lapangan ini di ghosting sama omega, nih?
"Oikawa-san?"
Tersentak, lantas menoleh ke sumber suara. Sesuai dugaannya, suara berat yang tadi memanggil namanya adalah milik Kageyama Tobio. Atas dasar dendam dan kesal, Oikawa berpikir bahwa yang ia lakukan saat ini; membuang wajah dari Kageyama, itu sah untuk dilakukan.
"Dai-ou sama!!" Cebol bersurai jeruk muncul dari belakang bluberi. "Sedang apa disini? Karasuno dan Seijoh nggak ada jadwal latih tanding, lho."
Tak lama, muncul si botak Tanaka, si libero Nishinoya, dan di manajer manis- yang pernah Oikawa goda, Kiyoko. Tanaka dan Nishinoya dengan sigap menghalangi pandangan Kiyoko pada Oikawa, seolah Oikawa akan menggodai Kiyoko lagi. Melihat hal itu, tentu membuat sang raja kesal. "Aku nggak ada niat untuk menggoda manajer kalian lagi, tau."
"Terus, ngapain disini?" Tanya Nishinoya kasar. Oikawa mendengus, wajahnya sedikit memerah ketika menjawabnya. "M-menunggu Suga-chan."
"Yang itu juga nggak boleh kau embat!" Sekarang yang bersuara adalah si jeruk. "Sugawara-san milik kami!"
"Enak saja, maksudku bukan begitu!" Bantah Oikawa keras. "Dia berjanji akan bertemu denganku disini, asal kau tahu saja, Cebol!"
"Sugawara-san sudah seminggu penuh nggak masuk, Oikawa-san. Tanpa kabar."
Hazel terbelalak. Padahal, sudah dua minggu berjalan setelah dia dan teman-temannya mengunjungi Koushi. Lalu, bukannya masa heat-nya sudah selesai? Dia bahkan berjanji akan memberikan roti susu buatan tangannya sendiri. Ini aneh.
"Kau mendengar kabar darinya, oi Dai-ou sama?"
Oikawa menoleh pada Tanaka, mengangguk. "Tapi, hari ini nggak ada kabar darinya, sama sekali."
"Kira-kira, apa yang terjadi dengannya, ya..?" Hinata bertanya, tanpa ada jawaban.
Hazel menatap seluruh sorot mata kesedihan dari para gagak. Menghela nafas, ia kemudian melangkahkan kakinya pergi dari sana. Berdasarkan konfirmasi dari tim voli Karasuno, Koushi memang menghilang. Meninggalkan teman-temannya tanpa angin yang jelas.
Kecewa, kesal, tapi rasa cemasnya lebih besar. Apa yang terjadi padanya? Jantungnya berdegub kencang, keringat dingin turun dari pelipisnya ketika memikirkan Koushi terlibat sesuatu yang berbahaya, membuatnya tidak bisa menghubungi siapapun. Apa ia harus berkunjung ke rumahnya?
Menggeleng, tidak mungkin Koushi berada di situasi yang berbahaya. Dia adalah anak angkat dari keluarga konglomerat. Jika ia diculik atau apapun, keluarganya pasti dapat dengan mudah menebus uang tebusan yang diinginkan si penculik.
Oikawa mengangguk. Pasti begitu. Dia tidak perlu repot mengunjungi rumah si omega. Begitu pikirnya.
***
Seorang bersurai kokoa menyender pada dinding pagar Karasuno. Manik pemuda yang di idolakan oleh gadis-gadis SMA itu berkali-kali mengedar ke dalam area sekolah, hazel itu selalu melirik ke setiap sudut di dalam sana, sedang mencari sesuatu yang seharusnya kini berada di sampingnya.
Dia menghela nafas kasar. Kemana sih, si beo itu? Omega itu mengatakan bahwa dia akan membawa roti susu yang Oikawa inginkan, setelah pulang sekolah. Tapi, bahkan tidak ada kabar darinya sejak kemarin. Ada apa dengannya?
Oikawa merengut, membulatkan niat untuk mengambil langkah dari tempat. Namun, ketika niatnya sudah bulat sempurna, pasti akan ada pikiran negatif yang membuat niatnya itu berubah bentuk menjadi segienam.
"Tapi, bagaimana jika Suga-chan datang saat aku sudah pulang?"
"Bagaimana jika Suga-chan menungguku?"
... Dan berbagai asumsi lainnya.
Akhirnya, ia memutuskan untuk tetap menunggu sang monokrom. 1 jam, 2 jam, tidak datang juga. Ketika Oikawa melihat ke lautan angkasa, kini matahari sudah tenggelam sepenuhnya. Bulan sudah naik, bintang-bintang menghias gelapnya malam.
Oikawa membuka aplikasi Line, berharap ada kabar dari Koushi, tapi nihil. Tidak ada notif apapun dari si beo. Bukan marah yang dirasa, tapi cemas.
"Oi, kau masih disini ternyata. Padahal udah pulang cepet, menelantarkan adik kelas kita."
"Iwa-chan!"
Iwaizumi menatap nanar Oikawa yang sedang duduk di atas trotoar. "... Sugawara nggak datang? Tumben kau sabar dengannya."
Sang alpha dominan menggeleng cepat. "Nggak! Dia nggak datang!" Bibirnya merengut sebal.
Iwaizumi memicingkan matanya. "Kau lebih peduli dengan omega lain dibanding pacarmu sendiri?"
"Aku tahu kau brengsek, tapi jangan sampai membuat cewek itu patah hati. Kau bisa kena masalah nanti."
"Kalau kau memang suka Sugawara, jalin hubungan dengan dia, bukan dengan omega lain." Helaan nafas menjadi akhir dari kalimat.
Bantahan keras sudah pasti disuarakan Oikawa. "Nggak! Aku nggak suka Suga-chan!"
"Aku seperti ini hanya untuk menghargai usahanya, nggak lebih!"
Iwaizumi memutar bola matanya malas. "Mending kau pulang dan ganti baju sana." Kemudian ia kembali menyusuri jalan menggunakan sepeda, meninggalkan Oikawa di depan Karasuno sendirian.
Ia terdiam. Kepalanya menunduk, menatap sepasang pantofel cokelat yang ia kenakan. Tenggelam di dalam pikirannya sendiri.
"... Tapi, aku yakin Suga-chan akan datang..."
Seperti waktu itu, ketika dirinya lagi-lagi dikalahkan oleh Kageyama. Pula waktu itu, ketika Koushi membawakannya roti susu di malam hari. Juga waktu itu, ketika ia sedang memiliki konflik dengan kakaknya. Koushi selalu datang. Seolah surai monokrom itu adalah guardian angel untuknya.
Namun, entah mengapa, hingga jam 8 malam, Koushi tidak kunjung datang.
Sensasi dingin menyentuh hidung. Oikawa menatap ke atas langit, buliran salju menghiasi pandangannya. Remaja itu menggeleng, kini sudah waktunya untuk pulang. Dia bisa demam kalau tetap berada di luar.
"Hatchim!!"
Sudah dapat ia duga. Buru-buru ia mengambil sapu tangan di saku. Tcih, pikirnya. Tau gini, aku juga memakai syal. Semua ini salah Suga-chan! Batinnya. Oikawa bertekad akan menagih roti susu sekaligus tanggung jawab jika ia sakit lagi karena berlama-lama di luar hanya untuk seorang Sugawara Koushi.
Pluk. Sebuah syal melingkari lehernya tanpa peringatan. Oikawa lantas menoleh ke belakang, mendapati sosok yang ia harapkan- surai monokrom berjambul, alias si beo abu dari Karasuno.
"Dasar~ Kalau nggak ada aku, pasti kamu akan beku kedinginan." Sesudahnya ia menyunggingkan senyum menyebalkan- yang anehnya, Oikawa merasa lega setelah melihatnya.
"Suga-chan! Kenapa nggak mengabariku dulu?!" Koushi terkekeh, "Maaf, maaf. Kuotaku habis, hehe~" Ia menjawab dengan cengir jenaka khasnya.
"Suga-chan--"
"Jangan banyak bergerak, aku sedang merapihkan syalnya."
Koushi menahan bahu Oikawa dengan satu tangannya, sementara tangan yang lain dengan telaten merapihkan syal yang ia sampirkan pada sang alpha. Senyum tetap terpampang di wajah manisnya, seolah tidak terjadi apapun yang membuat teman-temannya cemas.
"Kamu kemana saja?"
Hazel menatap dalam almond yang sedang fokus menata syal. Berbagai emosi terpancar dari pasang hazel tersebut, tapi nihil respon khusus dari sang objek.
"Sudah kubilang, 'kan? Paket kuotaku habis, Oikawa-chan." Jemari lentiknya telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Almond berdalih ke kantung kertas berisi roti susu pesanan si lawan bicara, "Tidak ada yang lebih. Aku nggak berpaling pada alpha manapun kok~"
"Karasuno bilang, kau sudah seminggu nggak masuk sekolah." Oikawa menatap syal rajut merah yang melilit di lehernya. "Kau juga mana mungkin nggak bisa membeli paket internet? Kau anak orang berada, Suga-chan. Itu sama sekali nggak mungkin."
"Oikawa-chan ingin roti susu, 'kan?" Senyum terlukis di bibirnya. Sepasang topaz menatap hazelnya dalam. Bukan, bukan tatapan hangat yang biasa Koushi tunjukkan padanya. Melainkan, sorot tajam, penuh ancaman, memerintah Oikawa untuk bungkam dan tidak bertanya apapun lagi.
Sorot yang tidak pernah ia lihat dari siapapun sebelumnya. Terkandung berbagai jenis emosi di dalam sana. Oikawa sudah bertemu banyak jenis orang dengan berbagsi sifatnya, namun, ia tidak dapat menebak apa yang sedang Koushi rasakan.
"... Terima kasih, Suga-chan," Jemarinya memerima kantung kertas berisi makanan kesukaannya. Oikawa melihat isinya, roti-roti itu sudah dingin. Tangannya meraih satu roti, memasukkan roti tersebut ke mulutnya. Cerapan lembut menyapa lidahnya, tapi entah mengapa terasa tawar. Rasanya enak, seperti roti susu pada umumnya. Namun, tidak ada sensasi menggembirakan, melainkan nihil menyapa.
"Maaf ya, sudah membuat kalian khawatir." Koushi duduk di bangku halte bus, membuka pembicaraan di antara mereka. "Yang penting, aku sudah menepati janjiku, kan?" Setelahnya, ia terkekeh seolah tidak memiliki salah.
"Berjanjilah kalau kau akan selalu kembali, Suga-chan."
"Tidak peduli kamu menghilang berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun. Tepati janjimu bahwa kau akan selalu kembali."
Almond membulat seketika. Kepala si beo meneleng, menatap lekat hazel Oikawa, seolah menyuruh sang alpha untuk mengulang ucapannya.
Oikawa berdeham, hazelnya menatap salju yang sudah menumpuk di sisi jalan; menghindari tatapan Koushi. "... Berjanjilah, bahwa kau akan selalu kembali." Dilihat dari rona kemerahan pada telinganya, dia sedang berusaha menahan malu.
"Pfft- Ahahaha!!"
"O-oi! Jangan tertawa!"Alpha itu berpaling, menatap Koushi yang sedang tergelak lepas. Air mata menggenang di sudut matanya. Oikawa merengut, padahal dia bicara serius. Apa-apaan sih, Koushi?
"Maaf, maaf, habisnya aneh aja kamu ngomong lembut begini sama aku," Ungkapnya jujur. Jari telunjuknya menghapus air yang kini telah jatuh ke pipinya, lalu ia tersenyum. Senyum yang biasa Oikawa lihat di sudut matanya ketika ia sedang berceloteh pada Koushi, hangat. Dingin yang semula membungkus tubuhnya, kini terasa luntur karena mentari telah terbit.
"Bagaimana, ya. Sepertinya aku nggak bisa berjanji." Kekehan lolos dari bibirnya. Sepasang almond berdalih pada pemandangan mobil yang berlalu-lalang di jalanan. Sorot matanya menatap jauh, entah apa yang sedang ia pikirkan.
"Meski begitu, walau sesulit apapun, aku nggak akan menghilang."
Sepasang topaz menatap warna senada. Senyum tipis terukir, manik menyipit. "Apalagi, masih ada taruhan yang belum ku menangkan." Cengir jenaka terbit setelahnya. Oikawa mendengus jengkel. "Apa maksudmu? Kau yakin akan menang?"
Terkekeh, Koushi menggelengkan kepalanya. "Nggak ada salahnya untuk percaya diri, 'kan?" Sungging jenaka masih setia terpampang di sudut bibirnya, walau manik tidak berbinar seperti biasa. Kosong.
Setelahnya, ia mengalihkan pandangannya ke lalu lalang di jalanan. "Ya, aku nggak akan menghilang." Walau kalimatnya berani, tapi nada bicaranya mengatakan hal yang berbalik. Kedua tangan yang mengepal, sama sekali tidak membantu untuk menutupi keraguan di intonasinya.
Oikawa tidak memahami apa yang pemuda monokrom itu katakan. Walau ia penasaran, tapi mulutnya kelu, tidak mampu mengutarakan pertanyaan terkait ucapan anomali itu.
Sang alpha menggeleng. Lagipula, untuk apa dia memikirkan urusan pribadi Koushi? Lebih baik mengunyah roti susu gratisan dari sang omega. Walau dingin, setidaknya dapat mengganjal perut untuk sementara waktu.
"Oh iya, akhir pekan nanti, ke festival tahun baru yuk!" Lolos dengan lancar dari mulutnya. Mimik wajah monokrom tadi telah menghilang, ditelan oleh senyum lebar yang biasa dilihat orang lain, termasuk Oikawa.
Sang alpha menoleh, melihat binar mata Koushi yang kini telah kembali. Oikawa menelengkan kepala, memikirkan jawaban dari ajakan tersebut. Ketika ia ingin menyetujuinya, ingatan tentang Sakura yang telah mengajaknya ke festival yang sama langsung melintas. Dengan cepat, ia menggeleng. "Aku ada janji dengan Sakura-chan."
"Baiklah, sudah fiks. Tahun depannya lagi, pergi denganku ya!" Pernyataan yang dibuat sembarangan tanpa persetujuan Oikawa. "Aku nggak menerima penolakan."
"Kenapa harus begitu? Bahkan tanpa kata 'iya' keluar dari mulutku!" Protesnya. Koushi menjulurkan lidahnya, "Biarin, sesuka ku!" Setelah itu, tawa lolos dari bibirnya.
"Lagipula, hanya Tuhan yang tahu, apa yang akan terjadi padaku nanti. Entah itu besok, lusa, ataupun tahun depan."
Suara mobil melaju mengisi keheningan di antara mereka. Koushi tersenyum tipis. Oikawa, lagi-lagi tidak bisa menebak apa yang sedang dia pandang, pun yang ia pikirkan. Untuk beberapa menit, Koushi terasa jauh, walau raganya sedang berada di sebelah sang alpha. Apa yang ia bicarakan, Oikawa tidak tahu.
Sugawara Koushi adalah seseorang yang penuh rahasia. Banyak hal janggal, tapi entah dimana jawaban atas hal tersebut berada.
"Sudah mulai dingin. Kalau begitu, aku pulang dulu ya!"
Lamunan Oikawa seketika membuyar, berdalih pada Koushi yang kini telah beranjak dari posisinya. Si pemilik monokrom, tanpa jaket ataupun syal, melambai padanya. Tak lupa menyunggingkan senyum cerah, yang biasa Oikawa lihat, tapi tak serupa dengan senyum hangat tadi.
Koushi berbalik badan. Tersentak ketika ada sesuatu yang hangat membaluti punggungnya. Menoleh, Oikawa sedang menyampirkan jaket yang ia gunakan untuknya.
"S-setidaknya, pake jaket dong. Itu paling minimal, lho!"
Almond mengerjap. Kepalanya meneleng, seperti burung beo sungguhan. Tak lama, bibirnya membentuk senyum. "Terima kasih. Besok akan kukembalikan~"
Berbalik dan melangkah pulang. Menyusuri jalan setapak, membawa pulang hati yang telah tergelitik oleh setitik kehangatan.
(Source: Pinterest)
***
Happy (late) new year! Sekarang sudah tahun 2023, dan hari ini "Bintang Semu" sudah memiliki 20 chapter. Yeay~ siapa yang kangen? /nggak ada.
Meski udah 20 chapter, tapi kita masih cukup jauh dari akhir cerita. Semoga belum bosen yah, ehe.
Btw, aku pengen buka trakteer. Menurut kalian gimana? :0
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top