19. Buket Bunga

"Woi, Oikawa. Udah sembuh?"

"Iwa-chaan~"

Oikawa berlari riang menghampiri Iwaizumi yang sedang menyenderkan punggungnya pada dinding. Lelaki berambut cepak itu menegakkan tubuhnya kembali dan berjalan. Oikawa dengan cepat menyamakan langkah mereka.

"Jelas sudah sembuh, dong! Imunku kan kuat!" Jawabnya riang. Iwaizumi mendengus, "Kalau imun kuat, ya nggak akan sakit."

Oikawa merengut, "Iya-in aja kenapa, sih?" Bibirnya mengerucut sebal. Iwaizumi bergidik kesal melihat ekspresi sok imut si alpha dominan. "Ekspresimu memancingku untuk menganiayamu, Oikawa."

"Eeeh?! Tapi, para omega dan wanita suka dengan ekspresiku yang ini, lho!"

"Ya kau pikir saja. Aku ini bukan omega apalagi wanita, bangsat. Wajahmu menggelikan." Tukas Iwaizumi tajam. Sang alpha dominan merengek, "Ihh, Iwa-chaaan!"

Kemudian, hening melanda. Hanya suara lalu-lalang kendaraan yang mengisi suasana di antara keduanya, dan untaian celotehan dikeluarkan oleh sekelompok gadis yang berada di belakang mereka, menggunakan seragam dari sekolah yang sama.

"Sugawara masih sakit?" Iwaizumi membuka topik. Oikawa mengangguk cepat, "Iya, kayaknya ketularan dariku. Salah sendiri sih, kenapa ngotot ngerawat. Kan, dia jadi ketularan."

"Kau memang brengsek, ya. Dirawat malah begitu reaksinya. Jenguk dia sana, bego."

Oikawa merengut. "Males, ah. Aku juga ada kencan dengan Sakura-chan hari ini." Balasnya seraya menekan-nekan tombol keyboard HP miliknya. Iwaizumi menghela nafas panjang ketika melihat kontak Sakura terpampang di Line sang kapten.

"Dasar kau ini. Kalau begitu, aku saja yang menjenguk."

"E-eeh, jangan! Kenapa Iwa-chan jadi sok deket gitu sama Suga-chan sih?!"

Iwaizumi mengerling, sudut bibirnya melengkung ke bawah. "Hah? Kenapa kau melarangku? Kau 'kan bukan siapa-siapa nya Sugawara. Aku ini temannya dia." Lengan kekar yang melipat di dada, membuat Oikawa merasa dihakimi. Bibirnya mengerucut dengan tangan yang mengepal erat. Benar juga apa yang dikatakan Iwaizumi. Dia bukan siapa-siapa untuk Sugawara. Bukan teman, apalagi pacar. Hubungan mereka ada karena tantangan sepele yang dilancarkan Sugawara secara gamblang.

"Sudah, 'kan? Aku akan pulang cepat setelah klub nanti. Ah, Matsukawa dan Hanamaki juga ikut denganku. Kau pergi kencan sa--"

"Aku ikut!"

Sebelah alis terangkat, "Hah? Kau bukannya ada kencan?"

"Pokoknya aku ikut! Nggak mau tau!"

Iwaizumi menatap datar Oikawa yang merengek padanya. Alpha bersurai hitam itu dengan cepat mengiyakan permintaan sang kapten.

***

Ke-empat pemuda Seijoh itu pergi ke rumah keluarga Sugawara dengan membawa buah tangan. Oikawa membatalkan kencannya dengan alasan yang tidak masuk akal, begitu pula dengan sebab ia mengekori Iwaizumi ke rumah Sugawara.

"Kami ingin mengunjungi Koushi." Jelas Iwaizumi pada satpam yang sedang berjaga. Pria yang terlihat sudah berumur itu pun mempersilahkan mereka masuk.

Gerbang tinggi yang menghalangi pandangan mereka pun terbuka. Para remaja penggemar voli itu mendongak kagum kala menatap rumah berdesain mewah itu. Cat rumahnya berwarna putih-hitam, menciptakan kesan modern dan elegan yang kental. Seolah tak ingin menyembunyikan kekayaan yang mereka miliki, terdapat patung dan air mancur di taman bunga nya.

"... Aku baru tahu kalo Kou-chan itu anak orang kaya."

"Aku sih sudah tahu dari lama, dia anak keluarga konglomerat Sugawara." Jelas Oikawa. Semuanya sontak menoleh pada sang brunette, "HAH?!"

"Kukira cuma marga doang yang sama! Ternyata beneran Sugawara yang itu!"

"Iya, perusahaan peralatan olahraga yang terkenal. Cabang mereka bahkan ada di belahan bumi yang lain." Sahut Oikawa. Iwaizumi menghela nafas, "Astaga, dan kau sudah bersikap kurang ajar padanya. Aku nggak akan menjadi saksimu saat di persidangan nanti."

"Hey, aku nggak melakukan kekerasan!" Bantah Oikawa keras. Enak saja, Iwaizumi sembarangan menuduh! Dia mungkin berbicara kasar pada Koushi, tapi akhir-akhir ini keduanya akur, kok!

Perdebatan nggak bermutu antara Iwaizumi dan Oikawa terputus ketika seorang wanita berseragam maid rapih membuka pintu utama tersebut. Senyum ramah terlukis di wajahnya yang cantik, "Temannya Koushi, ya?"

Semuanya kompak mengiyakan. Sang pelayan tersenyum dan mempersilahkan para remaja tanggung itu masuk. Ruangan luas berhiaskan berbagai jenis arsitektur mahal menyambut pandangan. Lantai yang terbuat dari marmer, dinding yang berhiaskan ukiran indah, dan lampu besar yang menggantung di tengah ruangan. Jika salah satu dari mereka ada yang merusak sesuatu disini, harga diri pun tidak cukup untuk membayar ganti rugi. Atau bahkan, mereka tidak perlu mengganti rugi.

"Koushi ada di lantai kedua, jadi menggunakan tangga pun tidak masalah. Ah, kalau ingin memakai lift tidak apa kok." Sang pelayan memberi penjelasan dengan intonasi yang tenang, sementara di belakangnya terdapat 4 remaja (norak) yang terpangah karena melihat lift di samping tangga.

"Tuan, jika ingin naik lift, mari saya antar."

Apakah kalian pernah melihat postingan video hal ter-satisfying dalam hidup? Ingatkan Oikawa untuk membuat salah satunya dengan memasukkan "naik lift tanpa harus antri" di video itu nanti.

***


Pintu kayu berwarna cokelat polos dibuka perlahan. Sapaan riang dari Hanamaki seketika lenyap ketika Oikawa membekap si mahkota merah muda. Lantunan ayu terdengar dari sosok bersurai abu yang tengah duduk di tempat tidurnya. "In a time full of worries, no light I could see."

"Do you want me to be here?"

Surai abu lantas menoleh pada sumber suara; Oikawa Tooru. Almond mengerjap bingung, kepalanya meneleng sebelum menjerit kaget. "EEH?!! Oikawa-chan!!" teriakannya disambut oleh cengiran jahil khas sang penguasa dari kastil biru. "Yo!"

Iwaizumi, Hanamaki dan Matsukawa serempak menyapa Koushi. Balasan berupa senyum manis Koushi sudah cukup untuk Matsukawa dan Hanamaki, dan Iwaizumi membungkuk sopan. "Maaf mengganggu waktu istirahatmu, Sugawara."

Koushi tertawa renyah, "Nggak masalah! Aku juga agak kesepian karena nggak ada yang menemani," Mata hazelnya ikut menyipit ketika memasang cengir jenaka, "Makasih, ya!"

"Terus, Oikawa-chan, kenapa kau bisa tahu bait selanjutnya?"

Seluruh pandang mata menoleh pada Oikawa yang sudah merebahkan diri di atas karpet bulu, "Eh?" Lalu sang alpha melanjutkan, "Kan aku pernah membaca liriknya."

"Glek, kau masih ingat isi liriknya?!" Koushi menjengit dengan sepasang almond yang membelalak. "Raja besar memang bikin ngeri." Koushi memeluk dirinya sendiri, merinding.

Sang brunette membusungkan dada, bangga. "Sudah jelas, dong! Aku juga masuk ke kelas unggulan, jadi nggak heran~" Pukulan dilayangkan Iwaizumi setelahnya, "Itta!"

Oikawa mengusap kepalanya sembari meringis. Matsukawa dan Hanamaki tidak memperdulikan sang kapten dan lebih memilih berbincang bersama sang omega yang berparas manis. Iwaizumi mendengus, sama sekali tidak berniat untuk membantu.

Tok. Tok.

"Koushi, ada kiriman buket bunga hortensia."

Oikawa menoleh pada Koushi, "Suga-chan, pintunya aku buka ya?"

"JANGAN!!"

Semuanya terdiam, bungkam menyaksikan seluruh tubuh sang omega menegang. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya, iris almondnya menyipit tajam. Sudut bibirnya melengkung ke bawah. Ekspresi anomali Koushi yang baru pertama kali Oikawa lihat. Dia tidak mengenal Koushi dengan raut wajah suram seperti ini.

"... Maaf, apa kalian bisa pulang sekarang?"

"Eh, kenapa?! Kami kan baru dat--"

Telunjuk menutup bibir yang bersurai cokelat. "Pulang, ya? Kapan-kapan main lagi ke rumahku." Senyum tipis terlukis, menggantikan layu. Tanpa penolakan lebih lanjut, Oikawa tidak berbicara apapun ketika Iwaizumi menyeretnya.

Cklek.

"Maaf, Koushi. Karena tidak ada pesan lebih lanjut, jadi saya membuka pintunya. Apa tidak masalah?"

Aroma laut bercampur lemon menguar pekat dari buket yang dibawa sang pelayan. Seketika, aroma pengharum ruangan didominasi oleh aroma yang tidak lagi asing untuk penciuman Oikawa, dan mungkin juga Iwaizumi.

"Parfum bertema tropis? Bukan-- ini ... feromon alpha?"

Feromon manis beraroma pastry ikut menyebar di seluruh ruangan, seolah sedang beradu dengan feromon alpha tersebut. Dua aroma tersebut mampu untuk membuat Hanamaki si beta merasa pusing, jangan bertanya bagaimana nasib tiga alpha Seijoh yang sedang menderita, namun juga merasa bergairah.

"Uhk!!"

"K-koushi ...?"

"M-maaf ... tapi, apakah bisa membawa buket dan teman-temanku keluar? Sepertinya ... heatku datang lagi."

Senyum lemah yang terpatri di wajah rupawan Koushi yang kini sudah penuh dengan peluh dan rona, seolah meminta maaf karena sudah menyuruh mereka pulang secara tiba-tiba.


***


Kaki jenjang membawa tubuh ke atas kasur. Angin pada jingga berhembus, meniup surai hazel yang ditimpa sinar matahari yang kini berwarna kemerahan. Sepasang alisnya mengernyit, masih memikirkan kejadian janggal yang menimpa Si Beo Abu dari Karasuno.

Setelah sang pelayan membuka pintu secara tiba-tiba seraya membawa buket bunga yang dikirimkan untuknya, wajahnya memucat sekaligus memerah. Suhu tubuhnya meningkat drastis, serta aroma feromon yang tidak terkendali. Oikawa tahu, Koushi mengalami heat karena penyebab yang ... mungkin anonim.

"Beruntung kami cepat keluar dari sana."

Oikawa meraih secarik surat penyebab dirinya sakit. Surat dengan amplop bermotif beruang, surat bertuliskan rapih, surat yang seharusnya berisi bualan belaka. Namun, entah sihir apa yang membuat pernyataan di surat itu terasa adanya.

"Dia adalah fated mate ku."

Seorang alpha dominan elit yang menjadi pasangan takdir dari Sugawara Koushi. Dia berusaha mengambil apa yang sudah menjadi hak miliknya sedari dirinya hadir di dunia.

Surat diremat secara tak sadar ketika bayangan Koushi bersama alpha lain menjalin hubungan kasih yang bahagia. Membangun rumah tangga, memiliki anak, lalu Oikawa pun menjadi orang asing.

Oikawa menggeleng. Ini hanya kebetulan. Lagipula, fated mate itu hanyalah dongeng belaka, dan dia sudah memiliki Sakura.

"Tapi, yang tadi itu adalah aroma yang sama. Berati  ...  pengirimnya adalah orang yang mengirim surat ini juga."

Alisnya menukik, teori liar berlarian bebas di otaknya. Kemudian, alpha itu menggeleng dan melempar surat yang sudah dia dan Iwaizumi (susah payah) hilangkan aroma feromonnya ke tempat sampah di ujung kamar.

"Itu bukan urusanku. Kalau memang pasangan takdirnya, itu adalah hal yang bagus, 'kan?"

Sayangnya, hati kecilnya tidak berkata hal yang sama. Kenapa, ya? Kok rasanya gelisah begini?

Ringtone handphone memecah sunyi. Oikawa lantas meraih benda persegi itu dari atas nakas. Hazelnya terbelalak ketika melihat kontak "Beo Abu Bodoh" sebagai pemanggil. Ya, Oikawa akhirnya menyimpan nomor Koushi, dan tanpa dipinta oleh sang monokrom.

"Moshi-moshi?"

"Oikawa-chan! Maafkan aku atas kejadian yang tadi, ya!"

Hazel mengerjap, bibirnya merengut. "Nggak mau. Baru dateng, langsung diusir."

"Maafkan akuuu! Ah, aku harus apa supaya kamu dan yang lain memaafkanku? Oh! Aku bisa buatkan bento jika kalian ma--"

"Suga-chan, lebih baik kau istirahat aja. Lagi heat, 'kan? Oh, aku lebih kepingin roti susu dibanding bento. Penggemarku lebih memilih memberikan bento dibanding roti susu."

"Eh? Ah  ...  Kalo gitu, akan aku bawakan yang dari depan sta--"

"Nggak mau. Aku mau  ...  Suga-chan yang buat."

Hening, tidak terdengar jawaban dari seberang sana. Oikawa lantas menutup mulutnya yang berbicara sembarangan. Pipinya merah merona sembari mengoreksi langsung perkataannya sebelumnya. "A-aku salah bicara! Maksudku, ng, boleh! Yang depan stasiun m-memang toko roti kesukaanku."

"Pfft, ahahaha! Astaga, aku belum pernah membuat roti susu sebelumnya, jadi aku butuh waktu untuk membuatnya menjadi enak dan nggak akan bisa Oikawa-chan lupakan."

Untuk beberapa alasan, Oikawa dapat melihat Koushi sedang tersenyum yang biasa ia pajang; jenaka tapi manis di seberang sana. Sprei yang sudah lecek karena menjadi bahan pelampiasan Oikawa ketika menahan malu tadi kini telah bebas dari cengkraman si cokelat. Perlahan, dia mengambil bantal dan memeluknya. Wajahnya kini merona sepenuhnya.

"... Aku.. m-menantinya."

Terdengar kekehan yang serak setelahnya. "Memangnya, Sakura-chan nggak bisa memasak?"

Glek. Astaga, apa yang dia pikirkan? Oikawa lupa, kalau pacarnya adalah salah satu anggota terbaik di klub memasak!

"... Nggak. M-makanya aku memintamu! Tapi, kalau kau beli dari depan stasiun juga aku nggak akan protes. Aku nggak yakin kondisimu yang sedang lemah bisa berkutat di dapur!"

"Hidoii! Walau sedang heat, aku masih bisa beraktifitas normal, lho. Yah, walau cuma di kamar."

"Walau begini, aku itu kuat!  ... Kuharap begitu, sih. Hehe~"

Kalimat terakhir darinya membuat Oikawa terdiam. "...  Kau kan memang kuat? Aku nggak yakin ada omega yang masih sanggup memegang handphone ketika sedang heat, bahkan berbicara normal pun sulit."

Koushi terkekeh, "Mungkin karena mengontrol diri sudah menjadi keahlianku sejak lama~"

***

Sinar bulan memasuki sela gorden, menyinari kamar yang gelap gulita. Lampu yang menggantung di tengah kamar dibiarkan mati oleh sang pemilik kamar. Sepasang iris almond menatap langit-langit kamar yang kosong, sama seperti sorot matanya.

"Kalau begitu, aku matikan dulu ya. Jangan tidur terlalu larut. Selamat malam."

"Iya. Selamat malam, Suga-chan."

Jemari lentik berusaha menyimpan handphone ke atas nakas. Tiada respon apapun ketika jemarinya tidak berhasil meraih nakas dan membuat ponselnya terjatuh.

Surai monokrom lecap karena peluh yang terus mengalir dari pelipisnya. Tangannya menyentuh tengkuk leher, tempat dimana kelenjar feromonnya berada.

"Saya muak."

.

.

.

.

.

Aloha, lama banget nggak update, ehe. Kangen sama aku, nggak? /nggak.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top