Chapter 8
Selamat datang di chapter 8
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (bertebaran di mana-mana)
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like it
❤❤❤
______________________________________________
Biarkan dia pergi demi orang lain
Sulit meyakinkan monyet kalau seblak lebih enak dari pisang
~Quotes Gaje~
______________________________________________
Jakarta, 5 Agustus
17.24 p.m.
Angin sore menjelang petang berembus. Suara mesin kendaran berlalu lalang tidak terlalu ramai yang melintas di kompleks, tak serta merta menggangu pendengaran seorang remaja laki-laik yang menaiki scooter mengikuti sang gadis, tanpa melunturkan kedua sudut bibir tipis merah mudanya yang tertarik ke atas membentuk senyuman.
Galaxy melihat rambut ekor kuda Bintang berkibar-kibar diterpa angin. Sesekali satu kaki jenjang gadis itu mengayuh scooter kemudian menaikkannya dan meluncur.
Sebenarnya, tadi Galaxy sedikit adu mulut dengan Aira yang memaksanya pulang bersama, tapi berhasil dia tolak sebab tahu apa yang akan kakaknya bicarakan sepanjang perjalanan pulang. Pasti mengenai Bintang. Galaxy tidak suka. Jadi memutuskan untuk menenangkan diri dengan sedikit lebih lama berada di ruang musik, menekan beberapa tuts piano hingga kakaknya benar-benar pergi dari sana.
Tak juga menemukan ketenangan, juru kunci ruangan sekolah sudah datang dan memperingatkannya agar pulang karena sudah hampir larut. Maka dari itu dia terpaksa beranjak.
Langkah lebar Galaxy membawa tubuhnya menuju parkiran untuk mengambil scooter. Kebetulan sekali iris cokelat terangnya menangkap sosok Bintang yang menendangi kerikil. Meski samar-samar, tapi pendengarannya juga bisa menangkap suara umpatan gadis itu.
Mencoba peruntungan, dia mendekati Bintang perlahan. Saat mendapat beberapa lontaran pertanyaan dari gadis yang berdiri di selahnya saat itu, dia masih berusaha menurunkan emosi sehingga terkesan kurang fokus.
Meskipun kesal setengah mati terhadap kakak perempuannya akibat sedikit adu mulut tadi, tidak mungkin Galaxy akan melimpahannya pada Bintang. Jadi dia lebih memilih untuk menuruti apa kata super girl itu ketika diminta mengeluarkan scooter yang dilipat dan dimasukkan kantung mirip kantung sepatu kemudian dia letakkan dalam ransel. Hingga pikirannya baru menajam saat menyadari gadis itu mengajaknya ke mang Uung.
What a lucky boy.
Ini suatu kemajuan besar, and here they go. Memasuki sebuah ruko tak jauh dari SMA Geelerd dan berhenti pada sebuah bangunan futuristik berlantai dua yang terletak di pojok. Galaxy juga tidak menduga sebelumnya jika tempat mang Uung ini luar biasa keren dengan lantai dua yang lebih menjorok dari pada lantai satu dengan atap terbuka.
Memarkir scooter mereka di depan tempat makan tersebut, Galaxy melihat banyak motor berjajar dan ada beberapa mobil. Dari luar juga terlihat pengunjung yang kebanyakan muda-mudi masa kini.
Pasti itu yang namanya mang Uung. Galaxy tidak bisa mencegah pikirannya berkata demikian ketika akan masuk dan menongak memandang tulisan Seblak Mercon Mang Uung terpasang sangat padan dengan karikatur pria berkuncir membawa sebuah mangkok berisi seblak, serta dua lampu kiri-kanan yang menyorotnya.
"Itu yang namanya mang Uung, ayo Kiddo." Terjawab sudah. Suara Bintang yang seperti dapat membaca pikirannya, membawa langkah Galaxy mengikuti gadis itu masuk. Alunan lagu pop segera menyambut mereka.
Oh, ada beberapa hal lagi yang dia kagumi dari tempat instagramble ini. Banyak quotes tentang seblak yang memenuhi dinding. Juga pajangan tanaman dan bunga yang ditata bagus. Lampu gantung kecil-kecil yang menjuntai menjadikan tempat ini semakin menawan. Paling kanan juga ada sebuah dinding yang dilukis sayap malaikat. Sangat cocok untuk foto-foto.
Menghiraukan beberapa pengunjung yang menatap kagum pada mereka, pandangan Galaxy menyapu ruangan dan tidak sengaja menangkap salah satu quote yang ada di sebelah meja kasir lalu diam-diam membacanya dalam hati.
Biarkan dia pergi demi orang lain. Sulit meyakinkan monyet kalau seblak lebih enak dari pisang.
Eh, kok kayak nyindir gitu?
"Mang Uuuuung ...." Suara Bintang kembali membuat Galaxy fokus pada gadis di depannya yang sedang bertos-ria dengan seseorang yang dipanggil mang Uung. Laki-laki yang berada di balik pantry sederhana dengan apron hitam. Sesosok tubuh ideal berkuncir persis seperti yang ada di logo depan tempat ini.
Kalau Galaxy boleh menilai, Bintang pasti sudah langganan di sini sampai-sampai seakrab ini dengan pemiliknya.
"Oi, baru pulang sekolah Tang? Si Jaja mana?" mang Uung balik menyapa Bintang.
Jaja lagi. Galaxy praktis kesal. Haruskah semua orang menyebut nama saingannya?
"Yo'i Mang Ung. Jajanya digondol kalong wewe," gumam Bintang.
"Hus! Tang, omongan lo, saring dulu coba! Kebiasaan lo!"
Galaxy lalu mengingat Zhardian-sahabatnya sejak SMP sekaligus majalah gosip berjalan karena tahu semua seluk beluk SMA Geelerd termasuk perihal Bintang. Mirip admin akun lambe-lambean. Sayangnya Zhardian tidak tergabung dalam BFC. Oh ya, katanya kakak kelas tomboy satu ini kalau ngomong memang suka tidak disaring alias ceplas-ceplos.
Meski sudah beberapa kali menghadapi omongan Bintang, sampai sekarang pun, Galaxy masih merasa takjub.
"Btw, Mang, kayak biasanya ya." Gadis itu kemudian mengambil selembar menu dan memberikannya pada Galaxy. "Nih, pilih aja," katanya.
"Siapa tuh, Tang?" tanya mang Uung sambil membuat pesanan. Sesekali melihat Bintang dan Galaxy yang berdiri di samping gadis itu secara bergantian.
"Oh, tadi nemu di jalan Mang."
"Eh?" Pandangan Galaxy yang semula melihat menu, beralih ke Bintang yang tersenyum lebar.
"Masih imut ya Tang," komen mang Uung.
Sebenarnya Galaxy benci dikatakan imut. Nampaknya bukan hanya dirinya saja, tapi semua laki-laki normal benci dikatakan demikian. Kecuali, jika yang mengatakannya orang yang disukai. Itu pun, kalau orangnya peka.
"Masih imutan gue Mang."
"Setuju." Mendengar jawaban Bintang, Galaxy ikut menanggapi dan meringis kemudian fokus menatap menu serta membacanya dalam hati.
Seblak original, seblak sosis, seblak bakso, seblak mie, seblak komplit.
Level malaikat-tanpa cabe, level beginner-cabe satu, level was-was-cabe lima, level ketemu mantan-cabe sepuluh, level mulut tetangga-cabe dua puluh lima, level iblis-cabe lima puluh, level jahanam cabe-seratus.
"Cocok ama lu Tang."
Galaxy kontan menyahut, "Do'ain ya Mang, emang lagi pdkt."
"Sip, pasti." Mang Uung tersenyum lebar sambil menyempatkan diri mengacungkan jempol sebelum berkutat dengan pesanan lagi.
Sementara gadis itu sendiri tampak protes. "Eh? Nyaut aja lo kek petir. Harus ya ngasih tahu semua orang? Udah buruan mau pesen yang mana?"
"Samain aja." Galaxy semakin melebarkan senyumnya. Omelan Bintang itu semacam energi baginya untuk bersemangat. Sedikit-demi sedikit mengalihkan rasa kesalnya pada Aira.
"Mang Ung, nambah satu lagi kayak pesenan gue."
"Oke."
"Lo pesen minum apa?" tanya Bintang pada Galaxy yang sedang meletakkan menu di meja pantry.
"Samain juga."
Kali ini Bintang menaikkan satu alisnya. "Yakin lo mau pesen minuman sama kayak gue?"
"Seribu persen yakin," jawab laki-laki itu tanpa jeda, tanpa ragu dan tanpa melunturkan seulas senyum di bibir tipis tersebut.
"Emang lo nggak ada cita-cita nanya dulu gitu, minuman apaan yang gue pesen?"
"Enggak, gue percaya Kakak. Pilihan Kakak pasti enak."
Bintang mengatubkan mulut lebih rapat sebelum fokus ke mang Uung.
"Minumnya juga Mang Ung."
"Oke, Tang. Mau nambah apa lagi?"
"Udah itu aja. Lantai dua ada yang kosong nggak?"
Mang Uung terlihat mengambil walky talky dan berbicara menggunakan alat komunikai jarak pendek tersebut. "Lantai dua ada kursi kosong kagak? Cariin satu meja buat Bintang, lagi pdkt sama cowok."
"Mang Ung! Gitu amat! Nggak usah dengerin dia!" Bintang menunjuk Galaxy yang makin tersenyum lebar sembari mengacungkan dua jempolnya pada mang Uung.
"Makasih Mang dukungannya."
Jakarta, 5 Agustus
17.30 p.m.
Setibanya di lantai dua, langit yang sudah gelap segera menyambut. Sekali lagi Galaxy terpukai dengan tempat ini. Memang tidak terlalu luas, tapi sangat kekinian dengan lampu-lampu kecil warna warni terlilit sempurna pada pilar-pilar kecil.
Mereka menempati meja yang terletak menghadap jalan. Sebelum resmi duduk di kursi tunggal tanpa lengan, sambil mengurai lilitan jaket Galaxy lalu meletakkannya di atas ransel yang tergeletak di lantai, Bintang mengomel. "Nggak usah gitu kenapa sih?!" Galaxy yang baru mengambil duduk pun menaikkan kedua alis tegasnya, "harus banget ya? Bilang ke orang-orang? Sekalian aja lo bikin bener, terus pasang di jalan. Atau lo bisa bikin selebaran terus di bagiin ke orang-orang!"
"Bilang apa Kak?"
"Kalau kita lagi pdkt."
"Jadi Kak Bintang udah setuju pdkt ama gue?" tanya Galaxy semangat. Demi kerang ajaib, mendengarnya, emosi terhadap kakaknya kontan luntur total. Sungguh benar-benar ajaib gadis ini.
Tak sempat Bintang jawab sebab salah satu pramusaji sudah membawa dua mangkok seblak dan dua gelas minuman pesanan mereka.
"Makasih Mang," kata Bintang yang semula ingin mencaci maki Galaxy kontan hilang selera begitu melihat seblak.
"Jadiin napa Tang, kan lo belom pernah pacaran," kata pramusaji yang juga kenal Bintang. Tadi Galaxy sempat melihat dua orang lagi yang berseragam sama seperti ini. Untuk sementara, dia menyimpulkan ada empat pegawai yang bekerja di sini.
"Eh?! Mang, nggak usah buka aib napa?! Gue nggak se-desperate kayak jomlowan-jomlowati lain ya!"
Pramusaji itu lebib memilih pergi meninggalkan senyum jahilnya.
"Jadi gue yang pertama jadi calon pacar Kakak?" tanya Galaxy antusias.
"Hm ... mang Uung emang juara!" pekik Bintang yang ternyata sudah memasukkan sesendok kuah seblak ke dalam mulutnya. Jelas tidak minat menjawab pertanyaan laki-laki yang duduk di sebelahnya.
Galaxy tidak jadi lanjut bertanya, hanya mengamati raut wajah Bintang yang kelihatan sangat manis. Ekspresi yang sama sekali belum pernah gadis itu tunjukkan padanya.
Biasanya, kaum Hawa akan sangat senang atau berekspresi seperti itu jika ditraktir makanan mewah nan berkelas serta dibelikan barang-barang brended. Siapa sangka hanya dengan seblak mang Uung dengan kearifan lokal sudah dapat membuat gadis itu merasa sebahagia ini?
Diam-diam Galaxy mencatat dalam hati akan sering membawa Bintang ke sini.
"Makan Kiddo, nggak usah sungkan-sungkan."
"Iya Kak."
Entah kenapa Bintang sangat antusias dengan ekspresi Galaxy saat pertama kali memakan seblak ini. Seperti berharap mendapat respon yang bagus selakigus suka dengan menu makanan pilihannya. Tapi yang terjadi justru malah sebaliknya. Baru sedikit kuah yang masuk mulut, adik kelas itu sudah batuk-batuk.
"Uhuk ... uhuk ... uhuk ... haaahhh ...."
"Eh lo nggak apa-apa Kiddo?" Bintang langsung panik.
"Haaaaahhhh ... pedes banget Kak! Uhuk ... uhuk ...." Galaxy memukuli dadanya sendiri.
"Ini minum dulu!" Bintang yang melihat mata serta wajah laki-laki itu mulai memerah kontan meraih gelas dan memberikannya pada Galaxy. Cepat-cepat tangan besar tersebut menyambar dan menenggak isinya. Tapi baru saja cairan hijau itu mengaliri tenggorokannya, Galaxy sudah menyemburkannya.
"Bbrrwwwaahh ... apa ini Kak?!" pekik Galaxy sambil memandang horor minuman yang masih di genggaman tangan kirinya, sementara tangan kanannya berusaha mengelap mulut.
Bintang kontan menepuk jidatnya sebab melihat Galaxy menyemburkan minuman itu ke bawah pagar pembatas dan berharap semoga tidak ada orang yang sedang berada di sana sekarang. Bayangkan saja jika ada, pasti mengira sedang hujan.
"Jus kedondong," jawab Bintang sambil lalu karena buru-buru meraih tisyu di meja.
"Hah?!" Galaxy kontan berteriak dan melotot. Selanjutnya membuka mulut karena masih merasakan pedas, "jus kedongdong?"
"Salah sendiri lo ngikutin gue. Gitu pakek yakin seribu persen."
Galaxy pikir, Bintang akan memesan sesuatu seperti kopi, cokelat, atau sejenisnya. Oleh sebab itu dia yakin, apa lagi ketika minuman warna hijau sudah tersedia di meja. Pikirannya mengarah ke jus melon atau alpukat. Tapi kenapa malah kedondong? "Haahhh ... pantes aja haaahhh ... asem banget ... haaahhh ... ini juga hah ... pedes Kak!" pekiknya lalu meletakkan minuman itu kembali.
"Nih ... lap pake tisyu, jangan lap mulutnya pake tangan, entar kalau tangannya nggak sengaja buat ngucek mata jadinya pedes. Tunggu di sini bentar!"
Galaxy yang sibuk mengelap mulut menggunakan tisyu tebal kering yang diberikan Bintang, melihat gadis itu berlari menuruni tangga. Dalam sekejab kembali membawa sebotol air mineral.
"Nih, minum."
Tanpa babibu Galaxy menenggaknya hingga tersisa setengah botol.
"Haaahh ... makasih Kak. Heran, kenapa bisa sepedes ini?"
"Baru juga level mulut tetangga, udah pedes ya? Belum level jahanam lho ini ...." Bintang menjawab setelah menyeruput seblaknya.
"Hahhh ... pantes aja ... hah ... mulut tetangga kan pedes ... hah ...."
"Bahahaha ... bener banget kata lo, Kiddo!"
Saat Bintang masih tertawa, pramusaji tadi datang membawa semangkok seblak. Setelah mengucapkan terima kasih, Bintang mengulurkannya pada Galaxy.
"Nih, seblak komplit level malaikat. Bilang aja kalau nggak doyan pedes, nggak usah sungkan, Kiddo!"
"Cowok kan punya harga diri Kak."
"Bahahahaha ... harga diri tinja!"
Tinja? Panggilan sayang buat Barja bukan? Galaxy bertanya-tanya dalam hati.
"Kak, lagi di tempat makan nih, jangan bilang kek gitu."
"Ups sorry ..." ucap Bintang tapi tidak tampak benar-benar menyesal. Malah asyik dengan seblak level mulut tetangnya.
Galaxy juga ikut menyendok seblak. Sebelum memasukkannya dalam mulut, dia menunduk memandangi makanan tersebut lalu berkata, "Makasih ya Kak, udah perhatian, diambilin minum ama dipesenin seblak level malaikat. Ternyata Kakak peka kalau gue nggak doyan pedes."
Seandainya kak Aira sepeka dan nggak seperhatian itu juga ke gue. Nggak cuma mikirin diri sendiri doang.
Entah kenapa Bintang merasa ada yang berbeda dengan suara Galaxy. Ketika melihatnya, dia juga merasa pandangan laki-kaki itu menerawang pada satu titik sambil mengunyah.
_______________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang uda vote dan komen
See you next chapter teman temin
With Love
©®Chacha Eclispter
👻👻👻
19 Agustus 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top